"Mulai hari ini kamu resmi jadi siswa SMA Rajawali. Upacara sebentar lagi dimulai. Silakan ganti seragam setelah itu gabung ke barisan kelas XI IPA 1 di lapangan outdoor."
Di ruang kepala sekolah SMA Rajawali, Khageswara duduk seraya mengenakan setelan baju putih hitam lusuh dari sekolah lamanya. Di seberang mejanya duduk seorang wanita berkacamata yang merupakan kepala sekolah.
Beliau bernama Bu Citra, tersenyum tipis ke arah Khageswara seraya menyerahkan setelan seragam baru, lengkap dengan logo burung rajawali bersayap emas di saku kiri.
Khageswara menerimanya dengan senyuman ramah. “Terima kasih, Bu.”
Jam digital di dinding menunjukkan pukul 06.45. Artinya lima belas menit lagi upacara Senin dimulai.
Bu Citra memperhatikannya sesaat lalu berkata dengan suara pelan, “Kalau ada yang meremehkanmu karena asal sekolah, abaikan saja. Di sini kami nilai dari prestasi, bukan dompet.”
Khageswara cuma tersenyum sopan menanggapinya. SMA Rajawali berdiri megah di tengah kota, bangunannya lima lantai, tiap kelas ber-AC, punya lab lengkap, wifi super cepat, bahkan ada lift. Murid-muridnya kebanyakan anak orang kaya, mobil-mobil mewah berseliweran di parkiran, seragam mereka selalu licin dan wangi, jam tangan mahal, sepatu bersih, bahkan menu makanannya pun sangat elit dari kantin sekolah biasa.
Sementara Khageswara berstatus sebagai mantan murid SMA Terian, sekolah negeri di pinggiran kota yang lebih sering masuk berita karena tawuran daripada prestasi. Seragamnya luntur, mejanya penuh coretan, dan banyak guru datang cuma buat absen lalu pulang. Tapi sayangnya Khageswara tak punya pilihan lain selain bersekolah di sana.
Ibunya stroke hingga membuat setengah tubuh beliau lumpuh. Sementara ayahnya sudah meninggal sejak lima tahun lalu, tepatnya ketika Khageswara masih berusia 12 tahun
Ia punya satu adik perempuan kelas tiga SD bernama Sofia. Meskipun sangat rajin membantu Khageswara mengurus rumah, tapi tetap saja dia masih kecil jadi tak semua hal bisa dipercayakan kepadanya.
Khageswara memang baru naik kelas XI, tetapi dia sudah jadi tulang punggung keluarga. Dia yang mengurus rumah, menjaga adik, merawat ibu, sambil nyambi kerja paruh waktu menjadi waiters di sebuah cafe setiap pulang sekolah. Itulah sebabnya dia bersekolah di SMA Terian, selain biayanya murah, jaraknya juga dekat dengan rumah.
Namun, saat ujian kenaikan kelas kemarin Khageswara tiba-tiba saja membuat heboh satu sekolah. Nilainya masuk ke dalam top 0,1% tertinggi tingkat nasional bersaing dengan pelajar di seluruh negeri!
Program beasiswa nasional dari pemerintah langsung meliriknya! Ia ditawari pindah ke SMA Rajawali, sekolah elite dan unggulan dengan fasilitas lengkap, prestisius, dan bisa menjadi tiket emas untuk masuk ke universitas top dunia. Jadi, di sinilah Khageswara berada dengan segala keberuntungan yang menyertainya.
“Kalau kamu butuh bantuan jangan ragu cari saya,” ucap Bu Citra. “Saya tahu nggak mudah pindah dari Terian ke sini. Tapi saya percaya kamu bisa cepat menyesuaikan diri.”
“Terima kasih, Bu. Kalau begitu saya izin ganti baju dulu,” katanya pamit dengan sopan.
“Silakan, toiletnya ada di ujung lorong kiri.”
Khageswara mengangguk lalu keluar dari ruang kepala sekolah. Ia menyusuri lorong yang bersih dan berkilauan dengan batu marmer.
Sejujurnya Khageswara masih belum terbiasa dengan semua kemewahan ini. Serasa masuk ke dunia orang kaya. Apalagi dia sudah tahu di kelasnya nanti berisi "anak-anak para sultan".
Toilet cowok ada di ujung lorong. Tapi sebelum sampai ke sana langkahnya melambat karena melihat ada dua orang yang pacaran sedang bertikai di dekat pintu toilet.
Suara cewek terdengar tegas, “Aku cuma butuh waktu buat belajar dengan tenang, Reno! Kamu gila ya? Semenjak aku pacaran sama kamu nilaiku jadi turun semua.”
“Buat apa sih belajar? Tuh guru disuapin duit 100 juta pasti nggak akan berani ngasih kita nilai rendah! Kamu jadi gak punya waktu buat aku cuma karena belajar! Gimana aku gak marah hah? Chat nggak dibalas, ajakan jalan ditolak, kamu kayak ... udah bosen aja!”
Hening sejenak sampai akhirnya terdengar helaan napas berat dari bibir pink Ayesha.
“Aku capek tau! Kamu terlalu posesif. Jangankan mau nongkrong sama temen cewek aku, bahkan mau belajar pun sampai nggak bisa. Kamu nuntut perhatian 24 jam kayak anak kecil!”
Reno berdecak kesal. “Aku kayak gitu karena aku sayang!”
“Itu bukan sayang. Itu egois.”
Ayesha adalah salah satu murid berprestasi di SMA Rajawali. Tubuhnya tinggi semampai, langsing, dan menonjol di bagian yang tepat. Kulitnya bersih, mulus tanpa cela, dan seputih susu. Wajahnya benar-benar menenangkan hati, kalem dan elegan. Bawaannya seperti gadis yang tidak mungkin kamu maki-maki, meskipun kamu sedang marah besar.
Tak heran jika dia bisa menjadi primadona sekolah. Banyak murid-murid cowok yang menjadi pewaris keluarga kaya raya ingin menjadikannya pacar.
Namun, keluarga Reno adalah yang terkaya nomor satu. Selain itu mereka juga punya koneksi kuat dengan pemerintahan. Sebabnya tak ada satu pun orang yang berani menyinggungnya di sekolah ini.
Para orang tua sudah berpesan kepada anak-anak mereka yang bersekolah di SMA Rajawali agar senantiasa menjaga hubungan baik dengan Reno yang telah digadang-gadang akan menjadi pewaris keluarga Anggara di masa depan, keluarga kuat dan berpengaruh di negeri ini. Mencari masalah artinya menggali lubang untuk kebangkrutan perusahaan mereka sendiri.
Reno mengejar-ngejar Ayesha seperti orang gila hingga membuat Ayesha tidak bisa hidup tenang. Ayesha pikir setelah berpacaran dengan Reno maka Reno tidak akan bertingkah seperti itu lagi. Namun nyatanya ia salah besar! Yang ada Reno malah tambah gila membuat Ayesha terkekang!
“Aku mau kita putus!” ucap Ayesha tanpa ragu.
“Nggak bisa!” jawab Reno dingin.
Ayesha terperangah mendengarnya. Setiap kali mereka bertengkar, Reno selalu mengintimidasi dan menekannya seperti ini. Otak Ayesha rasanya buntu sudah tak tahu hendak memberi alasan apa lagi agar bisa putus dengan Reno.
Baiklah, sudah tak ada cara lain jadi Ayesha terpaksa berbohong! Apa pun pasti ia lakukan agar bisa terlepas dari hubungan toxic ini. “Kita harus putus karena gue udah punya pacar baru!”
Pengakuan Ayesha jelas membuat Reno sangat marah, tapi dia tak mungkin menyakiti gadis yang ia sukai. "Bohong!"
"E-enggak, gue nggak bohong!" balas Ayesha berusaha menutupi kegugupannya.
Akhirnya Reno mengangguk dan malah menantangnya. “Oke, kalau gitu. Kita putus asalkan lo bawa cowok lo itu ketemu gue di bukit belakang sekolah besok pas pulang. Tapi kalau lo nggak bisa, gue anggap lo bohong dan jangan harap kita bisa putus!” tandasnya dengan aura intimidasi yang sangat kental.
Ayesha merasa sangat tertekan. Syarat Reno sungguh tak main-main. Siapa cowok di sekolah ini yang berani memacari Ayesha selagi ada Reno?! Cari mati itu namanya!
Bertepatan dengan itu Khageswara berjalan santai melewati mereka, berusaha mengabaikan karena tidak mau terlibat masalah apa pun dengan anak-anak orang kaya ini. Dia hanyalah murid beasiswa yang ingin sekolah dengan tenang.
Namun hal yang tak terduga terjadi. Tiba-tiba saja Ayesha menarik lengan Khageswara ke samping tubuhnya seraya menatap Reno lurus-lurus.
“Ini,” katanya sambil menunjuk Khageswara, “pacar gue.”
Khageswara membeku seketika hingga otaknya seperti kehilangan fungsinya. Sementara Reno menganga syok masih tak percaya Ayesha sang gadis pujaan hatinya itu sungguhan sudah memiliki pacar baru!