Segerombolan orang di paksa untuk masuk ke dalam sebuah bilik kosong tak berpenghuni. Di sinyalir tempat itu adalah dimana orang-orang akan di perjual belikan ke negara lain.
"Cepat! Masuk semuanya! Jangan ada yang bantah, atau kalian tau sendiri akibatnya!" Bentak salah satu dari beberapa orang yang memaksa mereka untuk masuk ke ruangan tersebut.
Dengan menggunakan rotan, lelaki berbadan besar itu memukul mereka yang berjalan lambat. Bahkan, adapula yang menggunakan pecut hingga meninggalkan bekas luka di beberapa titik bagian tubuh mereka.
"Cepat, jalan!"
Setelah mereka semua di giring masuk ke dalam bilik tersebut. Beberapa lelaki berbadan besar itu keluar dan kini hanya ada satu orang lelaki yang di kenal dengan nama Cakra.
Dia memiliki postur tubuh yang tinggi kurang lebih 185cm, otot kekar dan mata tajam, memakai anting di sebelah telinga kanan. Terdapat tanda bekas luka di pipi sebelah kirinya dengan bentuk vertikal hampir mengenai matanya tersebut.
Ya, lelaki itu yang di kenal kejam diantara yang lainnya. Katanya, dia adalah orang kepercayaan seorang mafia yang akan membawa mereka semua ke negeri seberang sana. Cakra memperhatikan mereka semua satu persatu dengan tatapan mata tajamnya, dan tangan kanan memegang balok besar dia berdiri di tengah-tengah didepan mereka.
"Ingat! Kalau sampai ada yang kabur diantara kalian 1 orang saja. Maka, yang kena imbasnya."
Dia memperlihatkan balok besar itu di hadapan mereka semua. "Kalian tau ini, kan. Rasanya pasti sakit jika mengenai sekujur tubuh kalian."
Ucapan itu mampu membawa mereka semua tertegun, hingga tak berani menatap Cakra. Semuanya tertunduk.
"Paham?!" Bentak Cakra yang berhasil membuat mereka semua terkejut dan sepontan mengangguk secara bersama.
Setelah itu, Cakra berbalik dan hendak keluar dari bilik itu. Tapi, secara tiba-tiba, seorang lelaki kurus diantara segerombolan itu langsung menyerangnya dari belakang dengan memukul punggung Cakra beberapa kali sambil berteriak.
"Hei! Dasar b*ngsat! Kamu kemanakan Ayah saya!"
Sontak, hal itu langsung membuat mereka semua terkejut hingga saling melihat satu sama lain. Termasuk Cakra yang langsung berbalik dan memperhatikan lelaki bertubuh kurus itu.
"Kamu kemanakan Ayah saya?!" Teriaknya lagi dengan mata melotot kearah Cakra.
Awalnya Cakra tak menanggapinya, dia hanya memperhatikan lelaki bertubuh kurus itu dengan tatapan mata tajamnya. Tapi, secara tiba-tiba lelaki bertubuh kurus itu langsung meludahi Cakra sehingga tepat mengenai di bagian pipinya yang terluka tersebut. Seketika itu pula, Cakra pun langsung melotot dan rahangnya mengeras hingga kedua tangannya sudah mengepal sempurna, apalagi balok yang berada di tangan kanannya itu langsung ia lemparkan ke tubuh lelaki bertubuh kurus itu.
Brak!
Syok. Semuanya terbelalak melihat betapa entengnya lelaki itu yang langsung didorong oleh Cakra hingga menabrak dinding pojok di bilik tersebut. Bahkan, suara pekikan lelaki itu terdengar jelas di telinga mereka.
"Kalian mau seperti dia?!" Tanya Cakra dengan bentakan.
Semuanya tertuju pada Cakra dan langsung mengeleng. Setelah itu Cakra kembali berbalik dan langsung keluar dari jilid itu serta mengunci mereka sehingga semuanya benar-benar gelap. Tak Ada tempat celah untuk mereka kabur dari bilik tersebut semuanya tertutup rapat dan hanya ada satu ventilasi berukuran sangat kecil dan mereka hanya bisa merasakan sinar terang dari luar melalui ventilasi tersebut.
"Kita bisa mati lama-lama kalau kaya gini," bisik lelaki dengan hoodie berwarna hitam ke teman di sebelahnya yang menggunakan bandana warna hitam.
"Ya memang itulah tujuan mereka, Lang. Kita semua akan dibuat mati sama mereka semua," sahutnya dengan berbisik juga.
Beberapa di antara mereka Langsung menolong lelaki bertubuh kurus itu. Dengan memapahnya dan di dudukan kembali di tempat sebelumnya.
"Kenapa kamu nekat melakukan itu?" Tanya seorang Lelaki berusia sekitar 40 tahun pada lelaki kurus itu yang kira-kira berusia masih belasan tahun.
Dengan tubuh yang Masih skait akibat dorongan kuat tadi hingga terbentur dinding. Dia berusaha menjawab. "Aku hanya ingin mengetahui keberadaan Ayahku yangdibaea oleh mereka."
"Kamu kan tau, kalau Cakra itu yang paling ditakuti diantara semuanya. Dia paling kejam," ucap lelaki berusia 40 tahun itu.
Lelaki yang memakai hoddie berwarna hitam itu bernama Galang serta lelaki yang memakai bandana itu bernama Faris. Mereka berada disini karena di jebak, sama seperti yang lainnya. Akan di iming-imingi tawaran kerja dengan memilih gaji besar, tapi nyatanya mereka malah akan di jual ke negeri seberang. Ternyata hal ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir ini.
Termasuk Ayah dari seorang laki-laki kurus beruumur belasan tahun tadi.
Ayahnya berpamitan akan pergi merantau menjadi TKI agar mendapatkan upah yang lebih besar. Tapi nyatanya sudah 3 tahun tak ada kabar sama sekali, hingga sang anak pun memutuskan untuk ikut bersama mereka karena berniat ingin mengetahui keberadaan ayahnya tersebut. Ternyata, kenyataan yang mereka terima malah suatu kejadian yang buruk.
Hal itu pula yang ingin dicapai oleh Faris dan Galang. karena niat mereka ikut dengan anaknya Cakra itu pun di ini untuk pergi keluar dan mendapatkan gaji yang besar. Tapi naas, ternyata itu semua hanya tipu muslihat mereka. Nyatanya mereka semua malah di siksa dan ini sudah jari ketiga di kurung di bilik ini. Semua barang yang mereka bawa pun di rampas, termasuk ponsel dan dompet, hingga mereka semua benar-benar tidak bisa meminta bantuan orang dari luar.
"Ini semua gara-gara kalian berdua," ucap seorang lelaki dengan jaket berwarna coklat yang duduk tak jauh dari Galang dan Faris.
Sontak saja, pandangan mereka semua pun tertuju ke arah dua lelaki tersebut. Jelas, hal itu membuat keduanya saling melihat satu sama.
"Kalau bukan karena kalian yang menguping pembicaraan mereka. Maka kita semua pasti tidak akan di kurung disini!"
Galang langsung bangkit dari posisinya, tertuju pada lelaki berjaket coklat itu.
"Heh. Justru lo harusnya berterimakasih sama gue dan temen gue. Kalau bukan karena kita yang ga sengaja denger ucapan mereka. Maka kalian semua pasti ga bakal tau kalau kita semua ini akan di jual."
"Ya tapi gara-gara kalian, kita semua jadi di kurung di sini dan ga bisa minta bantuan dari luar," sahutnya.
"Jadi lo sekarang nyalahin gue?!"
Dengan cepat, Faris langsung menarik tangan Galang agar temannya itu langsung duduk kembali. "Lang, udah... Ga usah ribut," ujarnya.
Bapak-bapak berusia sekitar 50 tahun itu berdiri, dia berusaha untuk membuat keduanya tak berdebat. Ia melihat keduanya secara bergantian.
"Sudah. Kalian bertengkar pun tak akan membuat semuanya jadi lebih baik. Malah akan memperkeruh suasana. Karena ketahuan atau tidak, nyatanya kita semua memang akan tetap di jual oleh mereka."
Perkataan yang di lontarkan oleh lelaki tersebut, membuat Galang langsung duduk, begitu pula dengan lelaki berjaket coklat itu.
"Sekarang itu, yang harus kita pikirkan semua adalah bagaimana caranya kita semua agar bisa keluar dari ruangan ini, tanpa harus ketahuan oleh salah satu dari mereka."
Perkataan lelaki berusia 50 tahun itu membuat mereka semua langsung terdiam dan berpikir untuk mencari cara bagaimana mereka bisa keluar dari bilik ini. Semuanya melihat secara keseluruhan milik ini yang memang benar-benar tidak ada celah sedikitpun untuk mereka bisa kabur, kecuali melalui pintu itu.
Galang tertuju ke arah ventilasi tersebut yang memang benar-benar sangat kecil ukurannya kurang lebih sekitar 30 cm dengan panjang dan lebar yang sama.
"Ventilasi itu buat bayi kabur juga nggak akan muat, Lang. Apalagi kita," ucap Faris yang berhasil membuat Galang pun tertuju padanya.
Galang menghelah nafas. "Mereka itu hanya ada sekitar 20 orang. Sedangkan kita ini ada lebih dari 50 orang. Masa iya sih kita bisa kalah sama mereka semua. Kalau kita kerjasama untuk bisa nyerang mereka. Maka gue yakin, kita pasti selamat semuanya."
"Heh, lo ga mikir, Lang. Lo liat dong, mereka semua itu bawa senjata, Nggak cuma rotan dan pecut. Tapi juga ada yang bawa tembak. Lo mau, kita baru ngelangkah tapi udah langsung di tembak?"
Ucapan yang dilontarkan oleh Farid itu membuat Galang pun membuka tutdung Hoodie itu, dia menggaruk tekuk belakangnya tidak gatal.
"Ya terus Lo mau kita disini aja?"
"Ya nggaklah. Gue juga mau keluar dari sini."
"Yaudah, makanya kita cari cara," sahut Galang yang sekarang tak sengaja menyenggol pergelangan tangan Faris yang di perban Karena luka akibat siksaan dari Cakra.
Sontak, dia pun langsung menyenggol lengan Galang yang juga sama-sama sakit. "Sakit tangan gue, gila."
"Ya makanya jangan nyenggol pergelangan tangan gue," sahut Faris agak kesal.
"Ya, Sorry ga sengaja."
Ya, mereka mendapatkan siksaan itu ketika kemarin secara tak sengaja mendengar percakapan Cakra dan anak buahnya mengenai mereka semua yang akan dijual ke luar negeri.
Kemarin, saat Galang dan Faris tengah berjalan melewati koridor bangunan ini. Keduanya melihat ada sebuah ruangan yang sedikit terbuka di bagian pintunya hingga rasa penasaran. Mereka pun muncul dan berusaha untuk menuju ke ruangan tersebut.
"Tunggu dulu, Lang. Kita kau ngapain?" Tahya Faris dengan memperlankan volume suaranya dan mencegah Galang dengan menggapai pergelangan tangannya.
"Ssstt... Diem. Lo penasaran kan, apa yang mereka biacrain di ruangan itu?"
"Iya-iya sih," jawab Faris.
"Yaudah, kalau gitu kita nguping aja pembicaraan mereka."
"Eh, Jangan. Nanti kalau ketahuan gimana?" Sahut Faris yang mencegah.
"Hah... Udahlah. Gue ini penasaran, sebenarnya kita itu mau ditaruh di negara apa sih supaya bisa dipekerjakan dengan gaji yang lebih besar di bandingkan disini."
"Ya, gue juga penasaran sih soal itu."
"Yaudah, ayok," ajak Galang.
Dengan langkah yang mengendap-ngendap seperti maling Kedua lelaki itu pun langsung berstandar tepat di dinding dekat pintu ruangan yang sedikit terbuka itu. Keduanya langsung mendekatkan telinga mereka pada ruangan tersebut dan mendengarkan pembicaraan yang dibicarakan oleh Cakra dan anak buahnya.
"Jadi gimana, Bang? Apa mereka semua sudah cukup untuk langsung kita kirim?"
"Ya, 50 orang. Gue rasa udah cukup, karena ini lebih banyak dari tahun sebelumnya."
"Jadi kapan kita akan berangkat?"
"Lusa. Karena sampai saat ini Pak Carlos sama sekali belum mengabari kapan tepatnya mereka semua akan dikirimkan. Jadi kita pindah dulu sampai lusa."
"Baik, Bang. Kalau begitu gue dan yang lainnya akan mengurus penyeberangannya agar mereka semua tidak ketahuan."
"Ya, bagus. Dan satu lagi, ingat. Pemberitaan ini jangan sampai ada yang tahu, ngerti kan, apa maksud gue?"
"Siap, Bang Cakra. Hal ini pasti ga akan di ketahui. mereka semua tahunya hanya dikirimkan ke luar negeri untuk jadi TKI bukan dijual."
Deg.
Seketika itu pula kedua mata galau dan harus langsung mendatar mendengar percetakan tersebut dan dengan jelas mereka tahu kalau ternyata dirinya dan juga beberapa teman lainnya itu akan dikirim ke luar negeri untuk dijual.
"Lo denger kan, Lang?" Tanya Faris yang mempelankan volume suaranya dan langsung dianggukan oleh Galang.
"Ris, Sekarang juga kita harus ngasih tahu sama yang lain. Supaya sejumlah kita semua bisa kabur dari tempat ini. Ayok," ajaknya yang dianggukan oleh Faris.
Tapi, secara tiba-tiba dua orang anak buah dari Cakra keluar dari ruangan tersebut hingga membuat mereka pun langsung tertuju ke arah Galang dan Paris yang hendak kabur dari tempat itu.
Seketika itu pula keduanya tertegun dan Galang langsung memberi kode kepada Paris untuk segera lari dengan mengedipkan kedua matanya. Mereka langsung berbalik dan berlari.
Bugh! "Akh!"
Tiba-tiba saja sebuah balok melayang tepat di punggung keduanya hingga pekikan mereka berdua pun nyaring di koridor tersebut. Sontak saja, Cakra yang masih berada di ruangan itu pun langsung keluar ketika mendengar ada suara keributan di luar ruangan itu.
"Ada apa ini?!"
"Bang, mereka nguping," sahut dari salah satu dari dua anak buah Cakra.
Galang dan Paris yang saat itu sudah terduduk di lantai cepat-cepat berusaha bangkit dari posisinya untuk segera lari. Tapi, mereka malah di hadang oleh anak buah Cakra lainnya yang membuat keduanya pun langsung menghentikan langkah lalu menoleh ke arah Cakra yang semakin mendekat ke arahnya.
"Lang, gimana ini, Lang? Mampus kita," bisik Faris yang sudah ketakutan.
Galang terdiam bukan berarti dia tidak mendengarkan perkataan yang dilontarkan oleh temannya itu. Tapi, Dia sedang berusaha untuk mencari celah agar bisa kabur dari hadangan mereka.
"Apa yang lo denger dari pembicara di dalam tadi?" Tanya Cakra dengan menatap mereka berdua.
"Eee ng-ngak, Bang. Kita ga denger kalian ngomong apa. Kita tadi, cuma kebetulan lewat koridor sini aja," jawab Faris agak gugup.
Cakra masih memperhatikan mereka. Dia tidak percaya dengan ucapan yang dikatakan oleh Faris. "Bener?" Tanyanya lagi yang langsung dianggukan oleh Kedua lelaki itu.
"Sayang." Tiba-tiba saja suara panggilan wanita terdengar jelas hingga membuat Cakra pun langsung berbalik.
Dia melihat wanita dengan dress panjang berwarna hitam berjalan mendekatinya. Itu adalah Cherly, tunangannya. wanita itu menghentikan langkah tepat di samping cakar jelas Hal itu pun melihat oleh Faris juga Galang.
"Kamu udah siap?" Tanya Cakra pada tunangannya itu yang langsung dianggukan.
Cakra mengangguk kecil, lalu tertuju ke arah Faris dan Galang serta beberapa anak buahnya yang kini sudah memegangi mereka berdua. "Siksa mereka."
Setelah mengatakan kalimat itu Cakra segera berbalik bersama dengan tunangannya, yaitu Cherly yang sempat memperhatikan Galang beberapa detik setelahnya.
Jelas, seketika itu pula. Galang dan Faris pun di hajar habis-habisan oleh mereka semua. Hingga menimbulkan rasa sakit dan perih di sekujur tubuh mereka. Tak hanya itu, luka dan memar pun terlihat jelas membiru di wajah mereka. Ya, Jika keduanya mengingat kejadian itu.
Sungguh, itu adalah siksaan terberat di bandingkan mereka bekerja di pabrik waktu itu, walaupun lelah tapi setidaknya mereka tetap memiliki upah dari sana meski sedikit.
Sekarang, mereka semua hanya bisa terdiam dan tak tahu Sampai kapan berada di sini hingga besok pagi saat mereka akan dikirimkan untuk dijual.
"Lang, Lo inget tuh cewek yang deketin Cakra waktu kita kepergok nggak sih," ucap Faris yang membuat Galang pun tertuju.
"Kenapa memangnya?"
"Kayanya, kita bisa deh manfaatin tuh cewek untuk membuat kita bisa kabur dari sini."
"Maksud lo?"
Faris langsung mendekat ke arah Galang dan memperhatikan beberapa orang lainnya yang sudah terdiam dan bahkan ada yang sudah tertidur. Dia langsung berbisik pada Galang, dan mengeluarkan pisau lipat di saku celananya dengan menunjuk pada Galang. Seketika itu buah lelaki dengan hoodie hitam itu pun langsung terbelalak.
"Heh, lo gila. Kok bisa bawa pisau."
"Sssttt... cewek itu yang ngasih gue. Sekarang loliat di saku Hoodie lo, pasti juga ada," ucap Faris dengan memperlancarkan suaranya dan tertuju pada jaket hoodie milik Galang.
Galang langsung mengecek kedua sakuhudinya dan memang benar di saku sebelah kanan itu ada pisau lipat di sana. Langsung tersenyum di sebelah sudut bibirnya, sementara Galang masih bingung akan hal tersebut dia tertuju kembali pada temannya itu. "Kok bisa, Ris?"
"Lo lupa, waktu kita di bawa ke area penjara bawah tanah itu. Tuh, cewek secara ga sengaja nabrak kita dan disitulah dia masukin ini ke kantong."
Galang terdiam sejenak, dia mencoba mengingat kembali saat mereka berdua disiksa dikeluarkan dari penjara bawah tanah tersebut dia memang sempat bertabrakan dengan wanita yang bersamaan dengan Cakra itu.
"Ingat kan, Lo?" Tanya Faris yang langsung dianggukan oleh Galang. "Dan, Lo liat. Ini bukan sembarang pisau tapi lu lihat di bagian ujungnya ternyata itu sebuah kunci," lanjut Faris yang berucap sambil memperlihatkan ujung dari kertas tersebut yang ternyata memang benar sebuah kunci pintu."
Galang masih termangu, tapi apa yang dia liat ini benar. Kalau ternyata diujung dari pisau lipat itu adalah sebuah kunci.
Sontak, keduanya saling melihat satu sama lain, yang langsung tersenyum karena mengerti dengan pikiran mereka akan kunci itu untuk kabur dari tempat ini.