Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Puisi Sunyi di Buku Catatan

Puisi Sunyi di Buku Catatan

Ombob | Bersambung
Jumlah kata
153.7K
Popular
128
Subscribe
38
Novel / Puisi Sunyi di Buku Catatan
Puisi Sunyi di Buku Catatan

Puisi Sunyi di Buku Catatan

Ombob| Bersambung
Jumlah Kata
153.7K
Popular
128
Subscribe
38
Sinopsis
PerkotaanSekolahCinta Sekolah
"Puisi Sunyi di Buku Catatan" Aksa, seorang remaja pendiam yang lebih sering menyendiri di sudut perpustakaan sekolah, memiliki kebiasaan mencurahkan perasaannya dalam bentuk puisi. Buku catatannya penuh dengan untaian kata-kata yang tak pernah ia bagikan kepada siapa pun—seperti dirinya, kata-kata itu terjebak dalam kesunyian. Segalanya berubah ketika Aksa jatuh cinta pada Sera, gadis ceria yang pandai bermain gitar dan memiliki senyuman yang menghidupkan suasana. Namun, cinta itu hanya sepihak. Sera sudah memiliki seseorang di hatinya, dan Aksa hanya bisa menyaksikan kebahagiaannya dari jauh, menuliskan rasa rindunya dalam puisi-puisi yang semakin pedih. Ketika salah satu puisinya secara tak sengaja ditemukan oleh Sera, Aksa harus menghadapi kenyataan—apakah ia siap mengungkapkan isi hatinya atau terus menyembunyikan perasaannya dalam halaman-halaman buku catatan itu? Dalam perjalanan ini, Aksa belajar tentang melepaskan, menerima, dan menemukan bahwa terkadang, rasa sakit bisa menjadi awal dari sebuah keindahan baru.
Bab 1: Ruang Kelas yang Sunyi

Bagian 1: Awal yang Tenang

Aksa memandang keluar jendela, menikmati pemandangan dedaunan hijau yang bergoyang pelan diterpa angin. Suara burung berkicau samar-samar terdengar dari taman sekolah, menciptakan harmoni dengan suasana pagi yang tenang. Ia selalu memilih duduk di bangku paling belakang, dekat jendela. Bagi Aksa, tempat itu seperti zona aman dari hiruk pikuk kehidupan sekolah yang sering kali membuatnya merasa tidak nyaman.

Di atas mejanya tergeletak sebuah buku catatan kecil dengan sampul cokelat polos. Buku itu telah menjadi teman setianya sejak awal masuk SMP. Di dalamnya, tersimpan barisan puisi yang ia tulis saat ia merasa dunia terlalu bising atau pikirannya terlalu penuh. Ia membuka halaman baru dan mulai menulis dengan pena biru favoritnya:

"Angin membawa cerita pagi,

Dedauan menari dalam harmoni,

Langkah kecil mencari arti,

Di balik sunyi yang menemani."

Setiap kata yang ia tulis seperti mewakili perasaannya. Aksa bukanlah tipe remaja yang mudah berbicara tentang apa yang ada di hatinya. Puisi adalah caranya menyuarakan apa yang tak bisa ia ucapkan.

Pagi itu, kelas masih sepi. Sebagian besar teman-temannya belum datang, sementara yang sudah hadir sibuk dengan kegiatan masing-masing. Beberapa asyik dengan ponsel, sementara yang lain bercanda dengan teman sebangkunya. Aksa merasa senang dengan ketenangan ini. Namun, ketenangan itu segera terganggu oleh suara langkah yang mendekat.

"Hei, Aksa," sapa sebuah suara lembut.

Aksa menoleh perlahan. Di hadapannya berdiri seorang gadis dengan senyuman yang ramah. Sera, teman sekelasnya, memandangnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Rambut hitam panjangnya tergerai rapi, dan ia memegang sebuah buku di tangannya.

"Kamu lagi nulis puisi lagi, ya?" tanyanya dengan nada ceria.

Aksa merasa sedikit gugup. Ia tidak terbiasa orang lain memperhatikan apa yang ia lakukan, apalagi membicarakannya. "Iya, cuma iseng aja," jawabnya sambil buru-buru menutup buku catatannya.

"Aku sering lihat kamu bawa buku itu. Apa semua yang kamu tulis di sana puisi?" Sera duduk di kursi kosong di sebelah Aksa tanpa menunggu jawaban.

Aksa terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Iya, kebanyakan puisi."

"Wah, keren banget! Aku suka puisi juga, meskipun nggak jago nulis. Tapi aku suka baca. Boleh nggak suatu hari aku baca puisimu?" tanya Sera penuh antusias.

"Mungkin nanti," jawab Aksa sambil tersenyum kecil. Ia merasa canggung, tetapi ada sesuatu yang menyenangkan dalam cara Sera berbicara kepadanya. Gadis ini berbeda dari kebanyakan teman sekelasnya yang cenderung terlalu sibuk dengan hal-hal lain untuk memperhatikan seseorang seperti Aksa.

"Oke," jawab Sera dengan senyum lebar. "Kalau begitu, kapan-kapan aku tunggu ya. Aku penasaran."

Sebelum Aksa sempat menjawab, suara bel berbunyi, menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai. Sera berdiri dan berjalan kembali ke tempat duduknya di barisan depan. Aksa menghela napas lega. Interaksi sederhana itu membuatnya merasa campur aduk—senang, canggung, dan sedikit bingung.

Ketika guru masuk ke dalam kelas dengan membawa tumpukan buku pelajaran, Aksa mencoba kembali fokus. Namun, pikirannya terus melayang pada percakapan singkatnya dengan Sera. Ia membuka buku catatannya, tetapi kali ini, kata-kata yang biasanya mengalir dengan mudah terasa sulit ditemukan. Ia hanya memandangi halaman kosong itu, sementara pikirannya penuh dengan senyuman Sera.

Di luar jendela, angin masih berhembus pelan, membawa aroma pagi yang segar. Aksa merasa bahwa hari ini berbeda dari biasanya. Bukan hanya karena percakapan dengan Sera, tetapi karena ia mulai merasakan sesuatu yang baru. Sebuah rasa yang ia belum sepenuhnya pahami, tetapi cukup untuk mengubah suasana hatinya.

Ketika pelajaran berlangsung, Aksa beberapa kali mencuri pandang ke arah Sera. Ia terlihat sibuk mencatat dengan serius, tetapi ada saat-saat di mana ia tersenyum sendiri, seperti memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Aksa bertanya-tanya, apa yang membuat gadis itu selalu terlihat ceria? Dan mengapa, untuk pertama kalinya, ia merasa ingin tahu lebih banyak tentang seseorang?

Pagi itu berlalu dengan perlahan, tetapi bagi Aksa, itu adalah awal dari sesuatu yang ia belum tahu akan membawanya ke mana. Ia tidak menyadari bahwa sebuah pertemuan sederhana di ruang kelas yang sunyi ini akan menjadi awal dari perjalanan panjang yang penuh dengan kisah, perasaan, dan pelajaran hidup.

---

Bagian 2: Langkah Pertama

Bel pulang sekolah berbunyi, dan suasana kelas mendadak menjadi riuh. Beberapa siswa langsung bergegas keluar dengan tas tergantung di pundak mereka, sementara yang lain masih sibuk bercanda atau merapikan buku-buku mereka. Aksa mengemasi barang-barangnya dengan perlahan, berharap bisa meninggalkan kelas tanpa banyak perhatian. Namun, rencana itu tidak berjalan mulus.

“Aksa! Tunggu sebentar!” Suara Sera memanggilnya dari depan kelas.

Aksa menghentikan langkahnya dan menoleh. Sera berjalan menghampirinya sambil membawa sebuah kertas kecil yang tampak seperti dilipat tergesa-gesa. Senyum hangat di wajahnya membuat Aksa tidak punya pilihan selain menunggu.

“Ini untuk kamu,” kata Sera, menyerahkan kertas itu. “Aku nggak tahu apakah ini bagus, tapi aku ingin coba kasih sesuatu. Kamu bisa baca nanti di rumah.”

Aksa menatap kertas itu dengan bingung. “Apa ini?”

“Rahasia,” jawab Sera sambil tersenyum misterius. “Baca aja nanti. Aku yakin kamu bakal suka.”

Aksa mengangguk pelan. Ia memasukkan kertas itu ke dalam saku seragamnya tanpa bertanya lebih jauh. Sera mengangguk ringan sebelum melambaikan tangan dan berjalan keluar kelas bersama teman-temannya. Aksa berdiri di sana sejenak, merasakan perasaan aneh yang sulit dijelaskan.

Dalam perjalanan pulang, Aksa terus memikirkan kertas itu. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memperhatikan pemandangan jalan atau mendengarkan suara kendaraan yang melintas, tetapi rasa penasaran terus mengusiknya. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan Sera? Mengapa gadis itu begitu peduli untuk memberinya sesuatu?

Setibanya di rumah, Aksa langsung menuju kamarnya. Ia meletakkan tas di meja belajar dan duduk di tepi ranjang. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan kertas yang diberikan Sera dari saku seragamnya. Ia membuka lipatan kertas itu perlahan, seolah-olah isinya adalah sesuatu yang sangat berharga.

Tulisan tangan Sera yang rapi menghiasi kertas itu. Kata-kata sederhana tetapi penuh makna tertulis di sana:

"Hidup ini seperti puisi,

Kadang rima tak selalu serasi,

Tapi itulah yang membuatnya berarti."

Aksa membacanya berulang kali. Kata-kata itu terasa begitu dekat dengan dirinya, seolah-olah Sera memahami apa yang ia rasakan selama ini. Ia tersenyum kecil dan melipat kembali kertas itu dengan hati-hati, lalu menyelipkannya di antara halaman-halaman buku catatannya.

Malam itu, Aksa duduk di meja belajarnya dengan buku catatan kecilnya terbuka. Ia ingin menulis sesuatu sebagai balasan untuk Sera, tetapi ia merasa buntu. Kata-kata yang biasanya mengalir dengan mudah kini terasa sulit dirangkai. Ia hanya menatap halaman kosong itu, berpikir keras tentang apa yang ingin ia sampaikan.

Namun, meskipun ia tidak menulis apa pun, perasaan yang ia rasakan malam itu begitu kuat. Untuk pertama kalinya, Aksa merasa bahwa ia tidak sendirian. Ada seseorang yang, entah bagaimana, melihat sisi dirinya yang selama ini ia sembunyikan. Dan itu membuatnya merasa lebih ringan, lebih berani untuk membuka diri.

Keesokan paginya, Aksa tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Ruang kelas masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang baru datang. Ia duduk di tempat biasanya, membuka buku catatannya, dan mulai menulis. Kata-kata mengalir lebih lancar daripada sebelumnya:

"Hari baru membawa harapan,

Sebuah pertemuan yang tak terduga,

Kata-kata sederhana namun bermakna,

Membangkitkan nyala dalam jiwa."

Ketika ia selesai menulis, bel masuk berbunyi, menandakan kelas akan segera dimulai. Sera masuk beberapa saat kemudian, membawa senyum cerah seperti biasa. Ia melirik ke arah Aksa dan melambaikan tangan. Aksa membalas dengan anggukan kecil, merasa sedikit lebih percaya diri dari sebelumnya.

Sepanjang hari itu, Aksa menyadari bahwa ia mulai memperhatikan hal-hal kecil tentang Sera. Cara dia tertawa bersama teman-temannya, cara dia mencatat dengan teliti di buku pelajaran, bahkan cara dia mengatur rambutnya saat terganggu angin. Semuanya terasa baru dan menarik bagi Aksa, seperti menemukan sisi lain dari dunia yang selama ini ia abaikan.

Ketika jam pelajaran terakhir selesai, Aksa merasa bahwa ia ingin berbicara lagi dengan Sera. Namun, keberanian itu belum sepenuhnya ada. Ia hanya bisa berharap bahwa percakapan mereka akan terjadi secara alami, seperti pagi sebelumnya. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru dimulai, tetapi ia juga tahu bahwa langkah pertama telah ia ambil.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca