Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Harga Diriku: Suami Bayaran Ratu Triliuner

Harga Diriku: Suami Bayaran Ratu Triliuner

Meldy_ta | Bersambung
Jumlah kata
51.5K
Popular
100
Subscribe
11
Novel / Harga Diriku: Suami Bayaran Ratu Triliuner
Harga Diriku: Suami Bayaran Ratu Triliuner

Harga Diriku: Suami Bayaran Ratu Triliuner

Meldy_ta| Bersambung
Jumlah Kata
51.5K
Popular
100
Subscribe
11
Sinopsis
18+PerkotaanAksiMiliarderIdentitas TersembunyiDunia Masa Depan
Di tengah gemerlap kota metropolitan yang tak pernah tidur, aku menjual harga diriku. Justin Johansson—pria biasa yang tak lagi punya nama, tak lagi punya warisan, dan hanya membawa sisa-sisa harga diri—menjadi suami bayaran seorang ratu triliuner. Evelyn Valleria bukan wanita yang bisa dicintai. Ia adalah legenda di balik pasar saham, pemilik imperium bisnis yang tak tersentuh, dan wanita yang membeli pria seperti membeli cincin berlian. Dingin, berkilau, tak terlibat perasaan. Tapi di balik tanda tangan kontrak nikah dan penthouse mewah dengan pemandangan langit kota, mereka menyimpan luka dan rahasia masing-masing. Yang Evelyn tidak tahu—pria yang kini tidur di ranjangnya adalah sisa hidup dari keluarga yang ia bantu hancurkan. Yang Justin tidak duga—di balik mata dingin Evelyn, ada luka yang sangat mirip dengan miliknya. Ketika dendam bersinggungan dengan hasrat, dan cinta muncul dari tempat paling tak layak … harga diri bukan lagi soal angka. Tapi siapa yang akan tetap berdiri saat yang lainnya jatuh.
Harga Diriku Di Atas Kertas

Langit kota tampak berkilau keperakan saat senja menjatuhkan dirinya di antara pencakar langit Manhattan.

Mobil-mobil berseliweran seperti kilatan cahaya, dan gemuruh kota terdengar jauh … teredam oleh kaca supertebal lantai 73 di salah satu gedung tertinggi, milik Valleria Empire Group.

Di ruangan rapat yang lebih mirip galeri seni modern, dua manusia duduk berhadapan. Tak ada siapa-siapa selain mereka, kecuali pantulan cahaya oranye keemasan yang menyapu meja onyx mengilap dan menggambar bayangan panjang pada marmer dinding.

Evelyn Valleria tidak berkata apa-apa untuk beberapa detik. Ia hanya menatap pria di hadapannya, dari atas ke bawah, tanpa malu.

Pria itu tidak menunjukkan ekspresi. Bahkan ketika tatapan dingin wanita itu terasa seperti pisau tipis menyusuri tubuhnya, ia tetap tenang. Diam. Berdiri Tegak.

"Anda lebih tinggi dari dugaanku," ucap Evelyn akhirnya, ringan, seperti mencicipi suasana.

Justin Johansson tidak menjawab.

Ia hanya memiringkan sedikit kepalanya, mengamati wanita yang kini disebut-sebut sebagai 'Ratu Pasar Saham Asia'.

Setelan blazer putih gading itu terlalu bersih untuk dunia yang ia jalani. Tapi yang menarik perhatian Justin bukan hanya busana. Melainkan cara wanita itu tidak berusaha terlihat manis.

Tak ada senyum basa-basi. Tak ada nada akrab. Yang ada hanya sorot mata tajam dan ketenangan seorang pemangsa kelas atas.

"Apa saya perlu berbasa-basi dulu, atau Anda memang suka bisnis dijalankan tanpa pemanasan?" ujar Justin akhirnya, suaranya berat, agak serak, tapi dalam dan dingin seperti malam.

Senyuman kecil muncul di sudut bibir Evelyn. Senyuman yang tidak menyambut—melainkan menguji.

"Kita sama-sama bukan tipe yang butuh basa-basi, Tuan Johansson," ucapnya tenang.

Ia menyilangkan kaki panjangnya, gerakannya nyaris tak bersuara. "Saya hanya ingin memastikan, Anda tahu dengan siapa Anda akan menikah."

"Seorang wanita yang lebih mempercayai hukum kontrak dibanding cinta," sahut Justin, cepat dan tegas.

"Bagus!"

Evelyn menyentuh map hitam di hadapannya. Ia mendorongnya perlahan ke arah Justin. "Isi lengkap. Tidak ada cetakan kecil. Tidak ada jebakan. Saya membayar mahal karena saya tidak punya waktu bermain kotor."

Justin membuka map itu. Kertasnya berbau tinta baru. Isinya disusun rapi seperti laporan tahunan perusahaan—karena memang itulah nuansa dari semua ini.

'Kontrak Pernikahan Non-Romantis antara Evelyn Valleria & Justin Johansson. Durasi selama 12 bulan.

Tugas tampil sebagai pasangan sah secara hukum dan sosial.

Tidak ada tuntutan hubungan fisik kecuali disepakati bersama.

Privasi, media, dan manajemen kehidupan rumah tangga dipegang penuh oleh pihak wanita.

Bayaran dua juta dolar, dibagi dua tahap awal dan akhir kontrak.'

Justin membaca cepat dan terlatih.

Tiap kata seolah seperti suara dalam kepala yang terus mengejeknya.

"Kau menjual dirimu." Tapi dia tidak goyah.

"Apa kau selalu membeli pria untuk menjadi pelengkap gambarmu?" tanyanya, menutup map dengan lembut.

"Lalu apa kau selalu bicara seolah kau sedang membalas dendam?" Evelyn membalas tanpa kehilangan ketenangan.

Tatapan mereka bertemu lagi—kali ini lebih lama. Justin gelap dan cemerlang, seperti batu permata mahal yang disimpan terlalu lama di ruangan dingin.

"Aku punya alasan," bisiknya pelan, nyaris seperti rahasia.

"Begitu juga aku." Evelyn berdiri. Langkahnya menuju jendela besar yang menghadap langit kota begitu anggun dan tak tergesa.

Ia berdiri di sana beberapa detik, membiarkan sinar matahari senja menyapu siluetnya. Dan saat ia kembali menatap Justin, ada seberkas bayangan di matanya.

"Kau tahu, Justin," katanya, "semua pria yang datang padaku selalu punya dua motif antara uang atau rasa ingin memiliki. Dan keduanya membuatku bosan."

Justin ikut berdiri. Ia tidak berjalan mendekat, tapi suaranya menyusul dengan jelas. "Aku bukan ingin memiliki. Aku hanya ingin kau membuktikan kalau dua juta dolar itu cukup untuk membeli orang sepertiku."

"Dan kalau tidak cukup?" Evelyn mengangkat alisnya.

"Kalau tidak cukup," bisik Justin, "kau akan kehilangan lebih dari yang bisa kau hitung."

Klik. Suara pulpen ditekan.

Justin menandatangani tanpa ragu, dengan tulisan tegak dan tegas.

Lalu mendorong map itu kembali padanya.

"Selamat," katanya, "Anda baru saja membeli pria dengan luka yang lebih dalam dari angka di rekening Anda."

Evelyn menatap tanda tangan itu beberapa detik. Kemudian, tanpa tersenyum, ia berkata.

"Selamat juga. Kau baru saja menikahi wanita yang tidak percaya pada cinta, tapi tahu cara membuat dunia bertekuk lutut."

Justin tidak menjawab. Namun dalam diamnya, ada getar samar yang sulit dijelaskan. Bukan takut. Bukan kagum. Melainkan rasa waspada—seperti seseorang yang menyadari bahwa permainan yang ia masuki … bisa jauh lebih berbahaya daripada yang ia perkirakan.

Evelyn melangkah menjauh, menghampiri lemari kecil di sudut ruangan yang tersembunyi dalam desain minimalis.

Ia membuka panel tersembunyi dan mengeluarkan sebotol wine merah tua dari rak yang tersusun simetris.

"Kau minum?" tanyanya datar.

"Jika hanya untuk merayakan sesuatu yang tidak akan pernah kita rayakan, tentu." Nada Justin terdengar sarkastis, tapi nyaris seperti rayuan jika dibaca lebih pelan.

Wanita itu mengangkat gelas kristal tipis dan menuangkan isinya dengan presisi yang seperti ditata sejak kecil—anggun, elegan, dan tidak pernah tergesa.

Satu gelas ia letakkan di dekat Justin.

"Saranku," ucapnya pelan, “jangan minum terlalu banyak. Kita punya sesi pemotretan jam tujuh pagi. Aku tak ingin wajah baruku terlihat seperti sedang mabuk karena uang."

Justin mengangkat gelasnya, lalu mencium aroma wine dengan tenang. "Tak perlu khawatir. Aku terbiasa hidup dengan mabuk yang lebih memabukkan dari alkohol."

"Contohnya?" Evelyn berdiri bersandar di tepi meja, menatapnya seperti sedang membaca pola pikir pria itu dari balik dinding-dinding besi.

"Masa lalu." Satu kata. Berat, gelap, dan tidak bisa disangkal.

Tatapan Evelyn menajam. Tapi kali ini, bukan karena ingin mengendalikan. Melainkan karena ... penasaran.

"Aku membelimu karena kau adalah nama tanpa riwayat. Tanpa jejak digital. Tanpa siapa-siapa. Tapi kau bicara seperti seseorang yang menyimpan lebih dari yang bisa kulihat."

Justin meneguk wine-nya pelan. "Kau tak membeliku, Eve."

Kali ini dia memanggilnya tanpa embel-embel 'Nona Valleria' Hanya Eve secara langsung. Tanpa izin. Tanpa permisi.

Dan entah kenapa—Evelyn tidak memotong. Tidak memarahi. Hanya diam, membiarkannya.

"Kau hanya membeli waktu dan nama belakangku. Tapi sisanya … masih milikku sepenuhnya."

Evelyn menaruh gelasnya di meja, tak menyentuhnya. "Bagus," katanya dingin.

"Karena aku tak tertarik memiliki siapa pun. Aku cukup dengan mengendalikan mereka."

Suasana kembali hening. Tapi hening yang tidak kosong. Seperti ada gelombang listrik yang bergerak perlahan antara mereka berdua—belum menyentuh, tapi terasa. Seperti magnet yang saling tarik hanya dengan jarak dan tatapan.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita berpakaian hitam masuk ke dalam ruangan—sekretaris pribadi Evelyn.

Ia membungkuk singkat. "Mobilnya sudah menunggu. Apartemen Tuan Justin Johansson juga sudah disiapkan sesuai arahan Anda."

Evelyn tidak langsung menanggapi. Ia menatap Justin dalam-dalam.

"Malam ini, kau tidur sendiri. Tapi mulai besok, kita akan tampil seperti pasangan sejati. Di hadapan media, direksi, investor, bahkan keluargaku."

Justin berdiri. Ia merapikan jasnya pelan, lalu mengangguk. "Sejauh ini, belum ada bagian yang sulit dari kontrakmu."

Namun sebelum ia melangkah pergi, Evelyn memanggilnya sekali lagi.

"Justin!"

Ia berhenti.

"Kau boleh jadi pria bayaran," ujarnya. "Tapi jika kau main-main dengan reputasiku, bahkan satu inci ... aku akan membuatmu menghilang dari peta dunia tanpa suara.

Justin berbalik. Tatapannya tidak gentar. Bahkan senyumnya justru makin tajam.

"Dan kau," katanya pelan, "boleh jadi ratu di semua ruangan. Tapi ratu pun bisa runtuh … jika dia lupa bahwa suaminya adalah raja dalam permainan yang lebih gelap."

Evelyn hanya diam. Tapi setelah Justin pergi, untuk pertama kalinya, napasnya keluar lebih pelan dari biasanya. Tangannya mencengkeram gelas wine yang tadi tak sempat ia teguk.

Di dalam mobil hitam yang membawanya ke apartemen mewah pusat kota, Justin bersandar sambil memejamkan mata.

Namun pikirannya justru penuh. Bukan tentang uang. Bukan tentang wanita yang baru saja ‘membelinya’. Tapi tentang rencana lama yang hampir selesai. Tentang nama Valleria yang sejak dulu ingin ia jatuhkan.

Tentang keluarga yang merebut semua yang ia miliki, bertahun-tahun lalu. Dan kini … salah satu dari mereka, tanpa sadar, baru saja membuka pintu kehancuran mereka sendiri.

Dengan membayarnya. Dengan memberinya tempat di tengah kerajaan itu. Dengan membuatnya ‘suami’ dari ratu yang paling berbahaya di negara ini.

Justin membuka mata. Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum sepenuhnya. Senyuman dingin, liar, dan berbahaya.

---

Hari itu berakhir dengan langit gelap dan lampu kota menyala, menandai kontrak paling dingin sekaligus paling berbahaya yang pernah ditandatangani dalam sejarah hati mereka.

Mereka sah di atas kertas. Tapi yang sebenarnya terikat adalah dua jiwa yang menyimpan rahasia paling mahal di dalam diam.

Dan tanpa mereka sadari, di luar sana … dunia sedang menunggu mereka gagal.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca