Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Raja Dunia Bawah

Raja Dunia Bawah

Kamaruddin | Bersambung
Jumlah kata
55.1K
Popular
642
Subscribe
97
Novel / Raja Dunia Bawah
Raja Dunia Bawah

Raja Dunia Bawah

Kamaruddin| Bersambung
Jumlah Kata
55.1K
Popular
642
Subscribe
97
Sinopsis
PerkotaanSlice of lifeMafiaZero To Hero
Aku adalah Azka Alexander. Satu nama yang cukup untuk membuat jantung para kriminal berdegup kencang, dan para penguasa gelisah dalam singgasana mereka. Aku bukan sekadar legenda kota—aku adalah badai yang menghancurkan segala yang meremehkanku. Kini, 3.000 anak buahku siap mati demi satu perintahku. Siapa yang berani menantangku sekarang? Aku bisa membuat semua orang bertekuk lutut padaku. Polwan cantik mengejarku, bukan untuk menangkap, tapi karena terpikat. Putri dari konglomerat kelas atas ingin menyerahkan nama keluarga demi menjadi istriku. Aku tidak puas menjadi pemimpin kecil. Ambisiku adalah satu: menjadi Raja du Dunia Bawah. Aku tidak hanya ingin kekuasaan dan uang, tapi juga semua wanita tercantik yang selama ini hanya bisa dilihat dari kejauhan oleh pria biasa.
Bab 1

Tiga tahun di balik jeruji besi telah mengajarkanku satu hal: manusia bisa lebih buas dari binatang. Di dalam penjara, kekerasan adalah bahasa sehari-hari. Aku pernah menyerah, pernah melawan, tapi pada akhirnya—selalu berakhir dengan luka dan darah.

Tahun ketiga, datang seorang tahanan baru ke sel kami. Seperti biasa, para penghuni lama memperlakukannya seperti mangsa. Pukulan, ejekan, dan intimidasi menyambutnya. Tapi entah kenapa, aku tak bisa diam melihatnya. Aku berupaya keras menolongnya. Dan aku selalu menolong nya, memberitahu situasi di dalam sel, bercerita dan bertukar kisah.

Belakangan, akhirnya aku tahu, pria itu adalah Hendra Gunawan, bos besar dari Geng Macan Hitam. Namanya saja cukup untuk membuat para preman yang semula angkuh langsung tiarap di lantai dan memohon ampun. Itulah pertama kalinya aku mencicipi aroma kekuasaan. Dan sejak saat itu, hidupku berubah. Karena satu aksi kecilku, aku mendapat perhatian dari Hendra. Kekuasaan ternyata mulai terasa menggoda jiwaku, rasanya aku ingin terus menjadi lebih kuat dan lebih kuat lagi.

Hari itu pun tiba, hari dimana penantianku selama tiga tahun datang. Ya, aku bebas, hari pembebasanku. Pintu penjara besi yang kokoh dan besar pun terbuka untukku. Aku berdiri di ambang kebebasan dengan tas kecil di tangan.

Namun ada yang membuatku sedikit terkejut. Hendra datang menghampiriku, dia menepuk bahuku, suaranya lantang dan penuh keyakinan.

"Ikut denganku, Azka. Di luar sana hidupmu akan berubah. Soal uang? Soal kekuasaan? Soal perempuan? Tenang! Perempuan semok dan montok tinggal kau pilih. Aku akan sediakan semuanya untukmu sebagai balasan hutang jasaku padamu. Kamu bisa langsung pergi dari sini dan menemui kenalanku, namanya David di club Nirwana, sebuah club malam kenamaan, dia sudah tahu kau akan datang. Aku sudah memberikan kabar padanya."

Mendengar itu semua, aku mengangguk dan tersenyum kecil. "Terima kasih, Bang Hendra."

Musim panas di kota Bandar Jaya terasa menyengat. Meski aku telah bebas, entah kenapa didalam dadaku terasa kosong dan hampa. Perasaanku tidak karuan, seperti ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Seharusnya aku bahagia... tapi aku justru bingung, benar-benar bingung.

Dalam hatiku bertanya-tanya, "Ke mana aku harus pergi?"

Orang tuaku meninggal karena kecelakaan saat aku masih SD. Aku dibesarkan di rumah bibi, dan seluruh uang santunan orang tuaku digunakan untuk menyekolahkanku. Tapi setelah aku masuk penjara, tidak ada satupun dari mereka yang pernah menjengukku. Mungkin mereka sudah melupakanku dan mungkin bahkan membenciku, tapi aku tidak peduli soal itu, aku terima semua itu sebagai konsekuensi dari kisah hidup dan jalan hidup yang sudah aku pilih.

Di tengah keramaian kota yang asing, aku hanya bisa menghela napas panjang. Tak ada uang, tak ada pekerjaan, tak ada keluarga. Kepalaku kosong, tapi kakiku terus melangkah. Entah bagaimana aku bisa sampai di depan Club Nirwana—gedungnya menjulang tinggi dan sangat mewah, penuh cahaya dan musik berdentum.

Orang-orang yang ada pun bukan orang sembarangan, hampir semua kalangan orang kaya ada. Bahkan mereka sangat terkenal di dunia gelap, atau dunia bawah. Dunia dimana mereka bekerja dengan senyap, menghasilkan uang sangat besar dengan segala cara dan kekuasaan yang dimiliki. Tempat ini bisa dibilang tempat berkumpulnya para mafia.

Untukku yang hanya sebatas mantan napi, dunia ini terasa asing dan mencolok. Tapi aku tahu, di balik gemerlap ini tersembunyi transaksi gelap dan jaringan kekuasaan mafia yang sangat kuat.

"Mungkin ini tempatku, aku layak ada disini, dengan ambisi besarku, aku layak ada ditempat ini, bekerja dan bersanding dengan mereka," gumamku dalam hati, dengan penuh ambisi.

Kutarik napas, sambil membetulkan jaket, lalu melangkah masuk dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri.

"Selamat malam," ucap dua wanita resepsionis dengan nada datar. Matanya menatapku dari ujung kepala sampai kaki—menilai, menghakimi. Aku masih mengenakan baju dari penjara, sebuah seragam abu-abu—satu-satunya pakaian yang kumiliki saat itu, seragam seorang narapidana.

Mereka mengenakan rok mini dan stocking hitam transparan, memperlihatkan bagian kaki mulus yang jenjang. Penampilan yang tak bisa tak ku lirik. Rambut panjang, baju ketat, yang memperlihatkan lekuk tubuh indah.

"Bentuk tubuh kalian... bagus," kataku sambil mengangguk ringan.

Salah satu dari mereka membalas dengan mendengus dingin. Tapi aku tak peduli. Tanganku tetap di saku, langkahku terus ke dalam.

"Dasar pria mesum! Lihat mukanya, mirip napi!" suara mereka terdengar tajam di belakangku.

Mendengar itu, aku tidak peduli, aku hanya tersenyum tipis, sambil tetap berjalan masuk.

Sesampainya aku di meja depan, aku langsung bertanya datar pada salah satu petugas keamanan disana, "Bang Tigor ada di mana?"

Petugas pria di balik meja sempat tertegun. Ia menatapku lama. "Kamu siapa?"

"Aku dikirim Bang Hendra, untuk menemui Pak David" jawabku santai.

Wajah petugas itu langsung seketika berubah. Ragunya menghilang, digantikan oleh sikap sedikit lebih hormat. "Lantai dua, VIP Room."

Lantai dasar klub adalah ruang penerimaan tamu dan lounge mewah dengan interior megah dan futuristik. Tapi begitu aku naik ke lantai dua, atmosfernya berbeda total. Koridor dihiasi lampu gantung kristal dan karpet merah. Bahkan bau udara disini terasa jauh lebih mahal.

Saat aku tengah menatap ke sekeliling, seseorang keluar dari ruang VIP dan—Brak!—menabrakku keras.

"Aah!" Aku tersentak, hampir jatuh, tapi berhasil menjaga keseimbangan. Perempuan di depanku terkapar di lantai. Kancing bajunya terbuka sebagian, memperlihatkan pemandangan menggoda yang membuatku reflek menahan napas karena melihat lekuk dadanya yang sangat indah. Ia memakai kemeja putih dan rok ketat abu-abu, ditambah stoking hitam. Jelas dia pasti bukan wanita biasa.

Tiga orang segera menyusul dari belakang—satu pria, dua wanita—membantunya berdiri.

Perempuan itu bangkit dengan wajah marah.

"Kamu ini siapa sih?! Matamu ke mana?! Berani-beraninya nabrak aku!"

Aku sudah kebal dengan hinaan. Tapi ada yang aneh. Wajahnya… familiar sekali untukku.

Aku hanya diam mendengar makian itu, aku hanya fokus memperhatikannya lebih dekat. Saat matanya bertemu denganku, ekspresinya berubah perlahan.

"Siska, kamu?" tanyaku pelan. "Lama tak bertemu."

Dia adalah Siska Rahayu teman SMA-ku. Melihat wajah yang kukenal setelah bertahun-tahun terasa seperti oase.

Pria di sampingnya menatapku heran. "Kau… Azka?"

Aku pun mengenali pria itu. Dia Bayu Pratama. Tapi dua wanita lainnya tak kukenal.

Baru saja aku hendak tersenyum, menyapa dengan ramah, tiba-tiba ekspresi Siska berubah tajam.

"Ya ampun! Narapidana kayak kamu juga masih hidup ya? Jijik banget!"

Senyumku pun seketika lenyap.

Bayu tertawa sinis. "Satu sekolah juga tahu kamu masuk penjara gara-gara cewek. Bodoh banget."

Dua wanita lain ikut memandangku dengan jijik.

Siska mengibas-ngibaskan bajunya seolah aku membawa penyakit atau virus untuknya.

"Menjijikkan! Baru nabrak saja aku merasa ternoda. Harusnya kau tetap di penjara saja! Ngapain orang seperti datang ke tempat ini?"

Aku menatap mereka satu per satu. Dulu aku teman mereka. Kini mereka bahkan tak menganggapku manusia.

Tapi dalam hati, aku tersenyum dingin sambil berkata dalam hati, "Di masa depan, kalianlah yang akan berlutut memohon padaku.

******

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca