Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
RAHASIA NINO

RAHASIA NINO

liani | Bersambung
Jumlah kata
106.2K
Popular
2.6K
Subscribe
160
Novel / RAHASIA NINO
RAHASIA NINO

RAHASIA NINO

liani| Bersambung
Jumlah Kata
106.2K
Popular
2.6K
Subscribe
160
Sinopsis
PerkotaanSekolahPria MiskinMengubah NasibCinta Sekolah
Nino adalah anak yang biasa saja, menikmati masa sekolah dengan teman - temannya yang berbeda latar belakang. Tapi di sisi lain, dia juga berusaha untuk menemukan kedua orangtuanya. Apa saja yang akan dia hadapi? Berhasilkah Nino menemukan orangtuanya? Siapa sebenarnya orang tua Nino?
RN 001

Sore itu hujan gerimis, tanah basah menebarkan aroma yang khas, Nino berjalan santai setelah berkeliling kota. Dia baru saja pindah ke kota ini, setelah tante Ririet yang membesarkannya meninggal sebulan kemarin.

Hidup di panti asuhan dengan banyak teman membuatnya sedikit lupa tentang luka.

"Heii anak cantik ... siapa namamu?"

Tiba - tiba Nino mendengar seseorang berkata dengan nada yang tak enak didengar. Dia berjalan perlahan, mengintip dari dinding bangunan tua yang sudah tak dipakai lagi.

"Hooii! Cantik ... loe ini tak bisa bicara ato tuli ya? Hahaha ...." kata seorang anak berkulit gelap dengan badan gempal.

"Hahahaha ...." disambut tawa dua teman lainnya.

Cewe itu diam, dan berusaha menghindar, tapi tiga kawanan itu tak membiarkan mangsanya lewat begitu saja.

"Waduuuhhh ... cantik - cantik kok tak punya telinga, heh Coki coba tengok! Tuh telinga ada apa ndak!" perintah pada temannya.

Yang dipanggil Coki maju dengan tertawa lebar, mendekat pada cewe cantik itu, yang semakin terpojok. Dia mencoba untuk berlari, tapi seorang temannya datang menghadang, sehingga dia tak bisa bergerak.

"Tooolooong! Toolooong!" teriaknya ketakutan, sambil memeluk tasnya.

"Anjiiirr, suara loe merdu sekali, juara nyanyi ya, wakakakakak ...." kata pemimpin yang berbadan gempal itu.

"Heh! Dengar ya, di sini tak akan ada orang lewat kalo jam segini, apalagi gerimis gini, orang takut, tuh sebelah loe rumah kosong, banyak hantunya, wakakak," kata teman yang menghadang di ujung jalan.

Cewe cantik itu semakin ketakutan, dia memeluk tasnya semakin erat.

Nino berlari keluar dari balik dinding sambil berteriak, " ini Pak orangnya yang gangguin cewe, Pak. Cepet Pak!" teriaknya sambil sesekali menengok ke belakang seakan menanti orang yang dipanggilnya.

Tiga anak itu terkejut melihat Nino yang tiba - tiba datang dan memanggil orang dewasa.

Remaja tanggung yang berbadan gempal itu mengawasi Nino dengan pandangan tak suka, karena dia sudah merusak acara bermainnya.

Akhirnya mereka segera meninggalkan tempat itu, sebelum orang dewasa datang dan ikut campur.

Ketiga remaja tanggung itu sudah menghilang, Nino mendekati cewe itu.

"Sudah sana, cepat pulang sebelum mereka kembali lagi!" kata Nino.

"Tapi siapa yang loe panggil bapak tadi,?" tanyanya bingung karena tak ada siapa - siapa di belakang anak yang menolongnya itu.

Nino hanya menggedikkan bahunya, "cepat pulang!"

Cewe itu mengangguk, " makasih ya."

Dia langsung berjalan pulang dengan berlari kecil.

Nino pun melanjutkan perjalanannya, pulang ke panti asuhan.

Di dalam kamar, dia melepas kaosnya, melepas seuntai kalung sebelum mandi, benda yang tak pernah lepas dari lehernya. Kalung dengan liontin kepala naga, diusapnya kalung itu, dipandanginya beberapa saat, dia berharap bisa segera menemukan kedua orang tuanya, seperti dipesankan Tante Ririet sebelum dia meninggal.

Otaknya bertanya, " bagaimana aku bisa menemukan mereka, siapa mereka, mengapa mereka meninggalkan aku begitu saja?"

Nino menggelengkan kepala, meletakkan semua pertanyaannya, dia mandi, merasakan segarnya air kota Malang.

Tok tok tok ... tok tok tok ...

"Masuuuk!" kata Nino, dia baru saja selesai mandi, dan mengeringkan rambutnya.

Kriee...t

Pintu dibuka pelan, Aldi melongokkan kepalanya, "heh buruan, loe dicari Ibu Yanti."

"Ono opo?" tanya Nino tak acuh.

"Ga ngerti, buruan! Penting seperti e," jawab Aldi.

Kkrrie ...t

Pintu ditutup kembali. Nino segera meletakkan handuknya dan memakai kaos serta memasang kalungnya kembali. Keluar dari kamar, berjalan melewati beberapa kamar untuk sampai di ruang kerja Bu Yanti, kepala panti.

Tok tok tok ....

"Masuk!"

Kriiee...tt

"Masuk, No. Ada yang mau Ibu sampaikan," kata Bu Yanti.

Dengan ragu Nino duduk, di hadapan Bu Yanti, yang sudah merapikan mejanya juga.

"Gini, No. Barusan Pak Agus Tanudirja, ketua yayasan datang, seperti biasa, tiap tahun dia cari siswa berbakat untuk masuk di sekolahnya. Tahun ini ada enam orang terpilih, termasuk kamu. Jadi mulai besok kamu dan teman - temanmu, harus masuk di sekolah Tunas Muda, dan tinggal di asraman mereka," jelas Bu Yanti panjang lebar.

Nino berusaha mencerna kata - kata Bu Yanti. Baru saja dia pindah tinggal di sini, sekarang sudah diminta pindah lagi, yang di mana dia juga belum tahu tempatnya.

"Baik, Bu. Saya akan siap - siap malam ini, bagaimana saya bisa sampai di sana besok pagi?"

"Besok pagi, kamu akan dijemput pukul setengah tujuh, jadi jangan terlambat," tegas kata Bu Yanti.

"Baik, siap Bu, permisi," kata Nino.

Bu Yanti hanya mengangguk, lalu melanjutkan pekerjaannya lagi.

Pelan Nino menutup pintu dan berjalan kembali ke kamarnya.

Nino merapikan pakaiannya yang hanya beberapa lembar saja, semua seragam sekolahnya, sepatu dan beberapa benda lainnya, dalam satu kardus saja.

"Mau kemana kok semua dirapikan?" tanya Sandi teman sekamar Nino.

"Tak tau, ke luar angkasa kaliee," jawab Nino seenaknya.

Sandi melempar bantal ke arahnya, dengan sigap Nino berkelit dan menangkapnya, tersenyum menunjukkan gigi putih yang dia rawat dengan baik.

#########

Pagi sebelum setengah tujuh keenam anak yang terpilih sudah rapi, sudah sarapan pula, masih tetap memakai seragam lama, mereka siap untuk dijemput.

Tak lama kemudian, sebuah Toyota Hiace lengkap dengan tulisan besar pada sisi mobil, TUNAS MUDA.

Tiiin ... tiiin ....

Sopir mengklakson, dan enam anak ini berjalan ke depan, membawa barang masing - masing.

Sopir turun, membuka bagasi dan memasukkan semua di sana, anak - anak ribut, memberikan ucapan selamat karena bisa sekolah di sekolah elit.

Enam anak ini, setelah berpamitan pada semua yang sudah bangun dan yang belum berangkat sekolah, termasuk pada Bu Yanti, yang memberi wejangan panjang kali lebar kali tinggi.

Sopir menggaruk kepala yang tak gatal, mau di klakson lagi tak sopan, tak diklakson keburu telat.

Akhirnya selesai sudah wejangan dari Bu Yanti, yang Nino sendiri tak ingat lagi, apa saja yang sudah disampaikan tadi.

Mobil bergerak pelan meninggalkan panti asuhan, berjalan di jalanan Malang yang semakin hari semakin padat, macet.

Tak lama kemudian, mobil sudah sampai, pak satpam berlari - lari kecil untuk membukakan pintu. Dan mobil memasuki area parkir yang luas, berbeda dari sekolah mereka kemarin, yang hanya melihat mobil cuma satu - dua doang, itu pun dengan merk - merk biasa, tapi di sini, mobil dengan merk terkenal, berjajar dengan rapi, menyilaukan mata, ditambah lagi dengan berbagai macam motor juga ada di sini.

"Annjiiiiiirrrr ... ini beneran sekolah apa showroom ya?" komentar Didik, melihat semua itu.

"Loe aja yang kuno kaleee," ledek Dino sambil terkekeh.

"Waaahhh ... grogi aku, apa iya aku bisa sekolah di sini ya," kata Sisi dengan pesimis.

"Ini sekolah, isinya "anak gajah" semua, Neng. Pokok e ... kalian jangan bikin keributan di sini ya, biar bisa sekolah dengan aman dan nyaman," kata Pak Sopir, sambil memarkir mobil di tempat khusus kendaraan sekolah.

Mobil berhenti, semua anak turun. Mereka tak langsung berjalan, tapi diam di tempat.

"Haaaa ... ini sekolah apa perkantoran elit ya?" Sisi membelalak ketika melihat bentuk bangunan sekolah yang megah.

"Bukan, ini cuma sekolah elit, bukan kantor, loe ada - ada aza, Si," ucap Didik.

Barulah mereka melangkah bersama dengan ragu, mencari kantor kepala sekolah.

Berpasang mata mengawasi dengan berbagai macam pandangan. Terutama para siswi, mereka saling senyum satu sama lain, ada makhluk Tuhan di antara mereka.

"Noh ... si bea siswa," celoteh salah satu dari mereka tak acuh, sambil mengsekrol ponselnya.

"Anjiiirr ... itu yang paling belakang gue banget, cuii!" kata yang lain.

"Mana? Mana? Anjiiiirr ... iye bener, kok baru liat ya, bening oe!" kata yang lain lagi.

Dan mereka saling terkikik, sambil curi - curi pandang.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca