Keempat pria remaja itu, bersorak dan bernyanyi gembira di dalam sebuah mobil Brio berwarna hitam.
Suara mereka bergantian mengikuti alunan lagu.
"Yeahhh...Yeahhh!" Joey seorang anak kuliah tahun kedua berwajah tampan, hidung mancung dan berkulit seperti madu dengan penampilan yang macho sedang mengikuti beat lagu yang menghentak dengan riang.
Di sebelahnya, duduk kembarannya Jhonny seorang pria yang wajahnya identik dengan Joey, berkulit seperti salju, sama tampannya dengan kembarannya, rambutnya yang tebal berombak berwarna hitam. Joey dan Jhonny hanya beda sepuluh menit saat lahir, Jhonny lahir lebih dulu. Walau keduanya kembar identik, tapi Joey bersikeras ingin berbeda dari kembarannya yang berpenampilan biasa seperti mahasiswa pada umumnya.
Joey memotong rambutnya dengan gaya mulet dan mewarnainya menjadi pirang kemerahan. Setidaknya, sekarang tak ada lagi yang kesulitan membedakan dia dan kembarannya.
"Ayo, nyanyi lebih kencaaangg!" Joey berteriak ke bangku belakang di mana adik bungsunya, Jake yang masih kelas dua SMA duduk sambil senyum-senyum sendiri.
"Hendery, Jangan cemberut terus! Ayo, lupakan mantanmu dan bergembiralah!" Jhonny ikutan menoleh ke belakang.
Mereka bertiga satu kelas di Universitas yang sama. Mereka bertiga baru saja menyelesaikan Ujian Akhir Semester genap di tahun pertama.
"Hati-hati nyetirnya Joey! Serem ihkk, kenceng-kenceng begini kendaraannya!" Jake menoleh ke belakang, mengamati lalu lintas siang itu.
"Nggak usah bawel deh, Aku kan udah terbiasa. Sudah profesional, loh. Kalem saja, okey?" Joey yakin dengan kemampuannya.
Jake diam. Dia tidak ingin membuat kakaknya yang satu itu marah. Joey mengerikan kalau sedang kesal dan marah. Sebagai anak bungsu, Jake tak ingin jadi sasaran amukan kakaknya.
"Jangan khawatir, Jake. Joey pintar mengemudi, sepintar dia mendapatkan pacar." Jhonny menoleh dan tersenyum pada Jake.
"Yang benar itu, Joey keseringan berganti-ganti pacar seperti dia mengganti celana dalam." Hendery tertawa geli.
"Memang sudah seharusnya begitu! Gadis-gadis itu jadi menyebalkan setelah status mereka berubah menjadi Pacar." Jawab Joey yang sedang asyik memutar kemudi dan fokus pada jalanan yang berkelok.
"Itu karena kamu cepat bosan. Karena kamu juga dengan mudah menemukan gadis cantik yang lainnya." Jhonny menimpali.
"Aku suka yang unik, seksi dan menantang. karena itu aku memang pilih-pilih," Joey masih mengangguk-anggukkan kepala menikmati musik.
Jake hanya senyum-senyum saja mendengar percakapan itu. Dia adalah Jhonny versi kecil yang lebih pendiam dan lugu. Sikapnya juga tenang.
"Aku tidak bisa terus-terusan seperti kamu dan Lilan, kalian lebih mirip pasangan di panti jompo saja, nggak ganti-ganti. Membosankan!" Joey tertawa.
"Lilan nggak membosankan , Kok!" Jhonny mendelik. Dia tidak senang kembarannya menganggap pacarnya begitu.
"Ahhh, sudahlah!" Joey tidak mau berdebat dengan kembarannya itu.
"Dan kamu Hendery, sampai kapan kamu mau mengoleksi gadis-gadis yang pernah jadi pacarku?" Joey seperti meledek Hendery.
Saat ini, Hendery sedang berpacaran dengan gadis mungil berwajah manis bernama Adisty.
"Mantan pacarmu itu banyak, Joey! Mana aku tahu siapa saja mantan pacarmu, karena itu terlalu banyak!" Hendery yang berwajah imut namun bermata seperti srigala tersenyum karena pertanyaan itu.
"Owhh shit! Jangan mengejekku!" Joey mendelik kesal.
Hendery menoleh kepada Jake, dia masih mengulum permen lolipopnya. Memandang keluar jendela dengan rasa bosan.
"Jake, apa kamu sudah punya pacar?" Tanya Hendery tiba-tiba.
"Pa...pacar?" Jake terkejut.
"Iya, Pacar! Kamu kan sudah kelas dua SMA. Ganteng pula, masa sih, nggak punya pacar!" Hendery kembali bertanya.
Wajah anak lelaki itu memerah. Dia menggeleng.
"Jangan tanya dia! Bayi kecil mana mengerti pacaran kayak gimana." Joey kembali tertawa sambil memindahkan lagi saluran musik.
Musik dan lagu berganti. Kini, suara merdu seorang penyanyi menggema di dalam mobil. Joey dan Hendery yang memang energik dan atraktif, mengikuti lirik lagunya, terutama pada bagian Reff.
Suara Joey yang serak menyanyi dengan penuh emosi.
"Yeaahhhh!" Hendery mengikuti alunan lagunya sambil pura-pura memegang microphone, mirip penyanyi sungguhan.
Keduanya tertawa lagi. Kali ini Joey menghentak-hentakkan kaki. Jake menutup kupingnya karena berisik. Anak itu tidak terlalu suka dengan lagu-lagu berisik seperti begitu.
"Berikan aku lagu Ballad saja!" Tiba-tiba Jake mencondongkan badan hendak memindahkan saluran.
"Nggak bisa! Itu bisa bikin aku mengantuk!" Seru Joey.
"Ayolah! Satu lagu saja! Dari tadi kan aku mendengar lagu-lagu berisik kalian!" Kali ini Jake protes.
"Satu lagu saja, Joey. Kasih saja! Kamu jangan egois gini!" Jhonny mengingatkan.
"Pokoknya tidak mau! Kecuali dia yang menyetir!" Joey bersikeras sambil menepuk kencang tangan Jake yang meraih tombol.
"Awhhhh!" Jake mengaduh.
"Sudah kubilang, tidak! Apa kamu tuli?" Bentak Joey kepada adiknya.
Jake memucat karena dibentak Kakaknya. Jhonny memandang kembarannya dengan tajam.
"What? Wae? Apa?" Joey malah balik melotot dengan wajah tanpa dosa.
"Kamu keterlaluan sekali, Joey!" Ujar Jhonny jengkel.
"Salahkan Si Bayi! Sudah kubilang jangan ya jangan. Aku tidak ingin mengantuk!" Joey tetap pada pendiriannya.
Hendery menoleh kepada Jake yang hampir saja menangis. Anak itu malu sekaligus marah di bentak seperti itu di hadapan Hendery.
"Sudahlah! Kita kan pergi berempat mau bersenang-senang. Bukannya bertengkar. Jake, maafkan kakakmu itu. Mengertilah! Jika dia sampai mengantuk, itu akan sangat berbahaya." Hendery menjelaskan.
Jake menatap Hendery, wajahnya masih kelihatan pucat. Dia mengangguk lemah, lalu menyandarkan tubuhnya lebih rendah lagi.
Sekarang semuanya jadi diam. Kegembiraan yang sebelumnya terdengar, kini lenyap. Tiba-tiba saja semua menjadi muram.
"Hey, kalian ini kenapa, sih? Kok jadi menyalahkan aku?" Joey terdengar kesal.
"Aku tidak menyalahkan kamu! Aku hanya bilang kamu terlalu egois! Padahal satu lagu saja untuk menghiburnya, apa salahnya coba?" Jhonny menjawab.
"Kamu terlalu memanjakan Si Bayi itu!" Joey terdengar ketus.
Memang, keduanya berbeda sekali memperlakukan Jake, si adik bungsu.
Jhonny lebih seperti seorang ayah kepada Jake, sedangkan Joey seorang kakak laki-laki yang menyebalkan karena adiknya ini lebih tampan darinya.
"Diamlah! Perhatikan jalanmu!" Hendery menunjuk ke depan.
Jalanan masih berkelok-kelok melewati hutan Pinus. Tak jarang mereka juga melewati jurang.
"Kamu juga tidak usah ikut-ikutan Hendery!" Joey mengingatkan temannya.
"Tidak. Mana aku berani." Jawab Hendery.
Di depan mereka sebuah truk besar mengangkut kayu gelondongan, menghalangi perjalanan.
"Sialan! Bisa-bisa kayak keong gembrot kalau berada di belakangnya terus. Aku harus menyalipnya." Kata Joey tambah kesal.
"Hati-hati, Joey! Tahan emosimu. Jangan buru-buru!" Hendery mengingatkan.
"Ahhh, Diam! Cerewet banget sih, kayak cewek
Aku tahu apa yang kulakukan!" Joey menghardik.
Berkali-kali Joey memberi tanda dengan lampu sen kepada pengemudi truk agar membiarkannya lewat duluan. Tapi, entah mengapa sepertinya truk itu tidak memahami isyarat yang di berikan oleh Joey.
"Menyebalkan!" Joey mengambil ancang-ancang untuk menyalip.
"Joey, Ayolah! Jangan gegabah!" Hendery agak ketakutan.
Jhonny mematung di tempat duduknya. Mengencangkan seatbelt dan bersandar dengan hati berdebar. Jake diam-diam gemetar ketakutan.
Saat truk itu terlihat memberi jalan. Secepat kilat, Joey memindahkan gigi dan melaju kencang. Tapi, Joey tidak menyadari bahwa dari arah yang berlawanan, muncul sebuah sebuah mobil yang juga melaju kencang. Joey membanting setir menghindari dan menabrak truk.
Crashhhh! Suara mobil bertabrakan. Kacanya berhamburan remuk di iringi teriakan pilu penumpangnya.
"Tidaakkkkk!" Suara Jake melengking mengerikan.