

Pada sebuah Desa di kaki sebuah lembah di pulau Andalas, nampak berdiri diatas tanah yang basah karena desa ini diguyur hujan semalaman, sebuah gubuk sederhana yang hanya berlantaikan tanah, dan nampak di gubuk sederhana itu di diami oleh sepasang suami istri yang bernama Rusmanto dan Sumarni.
Sepasang suami isteri ini sedang dalam keadan siaga, dimana saat ini Sumarni sedang hamil tua dan bersiap siap menunggu hari untuk melahirkan putra pertama mereka.
Pada saat ini Rusmanto sangat gugup karena akan menghadapi istri yang akan sebentar lagi melahirkan dan sudah beberapa hari Rusman tidak pergi ke ladang karena menemani istrinya, takut bila tiba tiba istrinya akan segera melahirkan.
Sementara itu di salah satu sudut di antah berantah sebuah galakxy nun jauh disana, nampak disalah satu sudut yang area ini orang menyebutnya Istana Langit, berdiri 7 buah puri besar nan indah yang merupakan Istananya para Ksatria Dewa Langit di Istana Langit alamnya para Dewa.
Disetiap Istana ini merupakan kediaman 7 Ksatria Dewa Langit yang memiliki kekuatan Animal Spirite dan merupakan Ksatria Penjaga dan Pelindung Galaxy dan Istana Langit.
Ketujuh Ksatria Dewa Lanhit tersebut adalah “Artaius Ksatria Dewa Beruang” ; “Elius Ksatria Dewa Kuda” ; “Pegasus Ksatria Dewa Kuda“ ; “Thiantye Ksatria Dewa Serigala “ ; “Byakka Ksatria Dewa Harimau” ;“Viadra Ksatria Dewa Badak “dan “Arrone Ksatria Dewa Naga “.
Para ksatria Dewa ini adalah para panglima perangnya Dewa Zeuz, Rajanya pada dewa di Istana Langit dan Ksatria Dewa Arrone merupakan pemimpin dari ke semua Ksatria Dewa Langit ini.
Di istana Dewa Naga Arron..saat ini
Dewa Arron sedang duduk bersila diatas sebuah altar, ia duduk seperti orang lagi bersemedi atau sedang melakukan tapa brata. Terlihat Arron yang wajah yang tampan dan dengan tubuhnya tinggi, kekar dan berotot sedang bersiap siap, karena sebentar lagi waktunya akan tiba.
Dewa Arrone akan memasuki masa akhir masa ia harus segera berengkarnasi atau menititis kembali untuk kembali hidup sebagai Dewa. Karena di alam ini setiap memasuki umur para dewa seratus juta tahun, maka ia harus ber rengkarnasi kembali dan memulai dari awal untuk bisa kembali menjadi seorang Dewa Langit.
Ini merupakan kehendak langit, dimana bila para dewa langit tidak ber rengkanasi atau menitis kembali, maka para dewa langit ini akan musnah dan akan menjadi penghuni alam nirwana yang tiada batas.
Di ruang altar ini telah hadir semua ke Enam Ksatria Dewa Langit dan duduk dengan tenang di hadapan Dewa Arrone yang duduk di altarnya, yang seolah olah mereka ini akan mengantar Dewa Arron menuju “Renkarnasinya”.
Dengan menggunakan Seragam Kebesaran mereka, berupa Jubah emas yang menyelimuti seragam baja emas, ke enam Ksatria, Ellius, Artaius, Pegasus, Thyantye, Byakka dan Viadra terlihat menatap diam kearah altar dan terlihat di sudut mata mereka genangan air mata, namun dari raut muka yang nampak bukan kesedihan namun sebuah kebahagian.
Ksatria Dewa Thyantye bahkan meneteskan air mata dan beberapa kali terlihat disudut bibir tersungging senyum manis bahagia...
”Kak Arrone” gumam Thyantye pelan
Di altar, tubuh Ksatria Dewa Arron masih dibalut dengan pakaian ksatrianya berupa seragam besi berwarna keemasan yang menutupi seluruh tubuhnya, serta sebuah jubah yang memiliki lambang berupa lingkaran garis emas dan ditengahnya ada gambar Naga Emas yang melingkar.
Tak lama berselang, sudah terlihat tubuh Dewa Arron di seluruh rubuhnya telah mengeluarkan cahaya berwarna ke emasan dan jelas ini merupakan aura ke dewaannya, yang kemudian cahaya itu mulai keluar dari tubuh Dewa Arron mulai menutupi tubuhnya dan sudah tidak bisa terlihat lagi saking keras dan terangnya cahaya tersebut dan bahkan cahaya itu menerangi seluruh ruangan ini.
Ke enam Ksatria Dewa langit ini pun tak sanggup untuk melihat cahaya tersebut, mereka dengan serantak langsung tertunduk menghindari cahaya yang begitu menyilaukan.
Tak lama tiba tiba cahaya ke emasan tadi langsung menyusut kembali dengan cepat dan cahaya itu mulai berkumpul di satu titik dan membentuk sebuah kubus transparan yang didalamnya ada gambar seekor Naga Merah.
Kemudian kubus itu tiba tiba terbang dengan cepat ke angkasa dan keluar dari Alam Istana para dewa menuju sebuah planet yang ada di galakxi ini yaitu Planet Biru atau disebut Bumi.
Dengan terbangnya kubus transparan itu menandakan bahwa Roh Ksatria Dewa Arron telah keluar dari tubuhnya dan tubuhnya sendiri pun ikut menghilang seiring keluarnya cahaya tadi.
Dan hanya meninggalkan pakaian ksatria baja nya saja. Pakaian ksatria Naga itupun di bawa oleh Dewa Thyantye dan akan di simpan dan nantinya bila waktunya tiba Seragam Baja Emas ini akan kembali pada pemiliknya bila titisan Dewa Arron telah bangkit.
Pada malam itu, disertai dengan hujan deras dan petir yang mengelegar, di gubuk sederhana kediaman keluarga Rusman, pak Rusmnato sedang menanti dengan harap harap cemas.
Saat ini isterinya sedang berjuang untuk kelahiran anak pertama mereka dimana sudah hampir sepuluh tahun, Rusmanto dan menantikan kehadiran seorang anak di rumah mereka.
Dengan di bantu oleh Mbah Sumi, yang merupakan dukun beranak di Desa Walungan ini, Sumarni sedang berjuang keras menahan sakit di perutnya dan Mbah Sumi dengan sabar menuntun Sumarni untuk membantu kelahiran sang bayi.
Sementara itu Rusman masih menanti dengan cemas dan gelisah, dia terlihat mondar mandir di depan kamarnya dengan rasa tak sabar karena ia tidak tahan mendengar suara istrinya yang merinti sedaro tadi dan tak lama kemudiaan... Oeeeekk...oeeeh...oeehkk.
“anakku lahir...anak ku lahieer” teriak pak Barlian senang tidak kepalang
“sujud syukur ya Tuhan... terima kasih ya Tuhan“ sambil bersujud syukur di tanah dengan meneteskan air mata tanda bahagia.
Sementara itu..
Di atas langit muncul seberkas bola cahaya dengan nyala api disekelilingnya, menembus derasnya hujan dan langsung jatuh ke bumi, menimpa salah satu ladang seorang warga desa Walungan.
“Buuuum”
“Duaarrrttttt”
Terdengar dentuman keras dan area disekitar tersebut ikut langsung terbakar, namun karena derasnya hujan tak lama kemudian api pun padam dan hanya meninggalkan asap dan bekas hangus terbakar.
Sebuah cekungan terbentuk kurang lebih setengah meter dan di dalamnya terdapat sebuah benda berbentuk kubus. Dan karena area cekungan itu berlumpur dengan derasnya hujan, akhirnya cekungan itu pun tertutup tanah berlumpur dan benda itu pun tak terlihat lagi.
Di kediaman Rusmanto, terlihat ia sedang mendampingi istrinya yang masih terlihat lemah dan dengan rasa sayangnya, Rusman mengelus rambut istriny.
“ Terima kasih bu... kau telah berjuang dengan keras hingga anak kita terlahir dengan selamat”
“ Iya Pak ... aku juga turut bahagia.. lihat pak e, anak kita begitu tampannya” ujar Sumarni sambil memberikan “Asi” nya kepada anak mereka.
“ Pak e’’..kita akan kasih nama apa, anak kita.. apa pak e’ sudah menyiapkan nama pada putra kita”
“ Iya bu ne’ ...bapak sudah di siapkan nama buat putra kita.. ia akan kita berinama “PUTRA SENA”
Kebahagian pun terpancar di gubuk sederhana itu dan seminggu kemudiaan, hari hari mereka di jalani dengan kebahagiaan. Apalagi dengan kehadiran bati “Putra Sena” menambah lengkap kebahagian bagi mereka, setelah menanti 10 tahun kehadiran seorang anak di tengah tengah mereka berdua.
Berselang Dua tahun..
kemudian kebahagian itu pun akhirnya berakhir, karena di Desa Walungan terjadi wabah kolera dan bahkan telah merengut beberapa warga desa Walungan, termasuk Isteri Rusmanto.
Ya.. karena wabah ini, Isteri Rusman, Sumarni meninggal dunia, meninggalkan Rusmanto dan Putra Sena yang saat itu belum tau apa apa dengan kematian ibunya.
Rusmanto merasa terpukul dan sedih dengan meninggalnya isterinya tercinta tersbut dan iapun goyah hingga hampir melupakan putra semata wayang mereka.
Putra Sena sempat tidak terurus karena Rusmanto terlarut dengan kesedihan dan sudah sama sekali tidak pernah lagi pergi ke ladang untuk bekerja mencari nafkah.
Bahkan bocah dua tahun Sena di biarkan kelaparan dan tak terurus, hingga sering terdengar menangis keras oleh tetangga mereka.
Keaadaan ini kemudian menjadi perhatian dari tetangga sebelah mereka, sepasang suami istri yang sudah tua, Mbah Surip dan Mbah Sutinah yang kemudian dengan cepat mengambil Putra Sena dan mengurusnya.
Dengan sabar kedua suami isteri ini kemudian dengan segera menyadarkan Rusmanto dari keterpurukannya. Nasehat nasehat pun diberikan ke Rusmanto di tambahlagi dengan alasan bahwa Rusmanto memiliki seorang putra yang mesti dia rawat dan jaga.
Untunglah akhirnya Rusmanto segera sadar dan menyadari kesalahannya, sebab bila ini terus terjadi bisa menyebabkan anaknya pun bisa jadi korban, akibat dari kesedihan Rusmanto.
Beberapa hari kemudian, Rusmanto pun kembali ke ladang untuk bekerja dan mulai mengolah kembali ladangnya yang sudah hampir satu bulan tidak ia sentuh.
Sudah banyak rumputan liar dan semak belukar memenuhi ladangnya. Akhirnya beberapa hari kemudian ladang tersebut bersih kembali dan ia pun mulai menanami ladangnya dengan beberapa bibit sayuran.
Rusmanto bertekat akan berjuang dengan keras untuk kehidupan putranya, Putra Sena, Ia tidak mau anaknya terlantar dan ia berjanji di depan makam isterinya untuk membahagiakan putra mereka.
Selama Rusmanto di ladang, Putra Sena sering di titipkan pada tetangga mereka yaitu Mbah Surip dan istrinya. Dan mereka menyambut dengan senang karena Mbah Surip sudah tidak memiliki putra sebab ke dua putra putrinya telah meninggal dunia sejak lahir.
Jadi dengan mengasuh Putra Sena, istri Mbah Surip, Mbah Sutinah merasa senang dan bahagia. Bahkan Mbah Surip dan Sutinah sudah menganggap Putra Sena sudah seperti anak mereka sendiri.
Tetapi keadaan ini hanya berlangsung tiga tahun lamanya, sebab musibah kembali datang di keluarga Rusmanto. Rusmanto mengalami sakit keras dan tak berujung sembuh sembuh, ia sudah dua minggu dia tergolek di kamar tidur dan di rawat oleh anaknya, Putra Sena yang masih berumur lima tahun ini.
Saat itu Putra Sena, walau pun ia masih kecil, namun ia sudah mampu merawat diri sendiri dan bapaknya. Mulai mandi dan membersihakan rumah, hanya saja untuk makan, memasak Rusmanto dan Sena di bantu oleh Mbah Sutinah yang dengan ikhlas membantu keluarga ini.
Karena tak sembuh sembuh, akhirnya Rusmanto dan bahkan semakin parah, seminggu kemudian Rusmanto pun menyusul isterinya yang telah mendahuluinya. Rusmanto meninggal dunia dan meninggalkan Putra Sena sendirian dan menjadikan Putra Sena anak yatim piatu.
Hampir seluruh warga Desa Walungan turut prihatin dengan musibah yang menimpa keluarga Pak Rusmanto, khususnya pada Putra Sena yang masih kecil, dan mereka semua turut membantu mengurus jenazah Pak Rusmanto dan memakamkannya di samping makam istrinya.
Sedangkan saat itu Putra Sena belum mengerti dengan keadaan dan musibah yang terjadi, warga Desa pun banyak membantu Putra Sena dengan menyiapkan makan dan keperluan sehari harinya.
Dikarenakan Putra Sena tidak memiliki siapa siapa dan keluarga, akhirnya warga Desa Walungan sepakat, kalau mbak Surip dan Sutinah yang akan mengasuh Putra Sena, ini juga karena Mbah Surip yang bersedia dan ikhlas mengasuh Putra Sena.
Khusus ladang di tinggalkan oleh alm Rusmanto, warga juga sepakat agar Mbah Surip yang mengolahnya dan hasilnya akan di gunakan untuk keperluan Putra Sena nantinya dan kehidupan keseharian mereka. Karena ladang yang di tinggalkan oleh oleh alm Rusmanto cukup luas dan sangat sayang bila tidak ada yang mengolahnya.
-------------
Jangan lupa komentar dan like nya ya...
salam kenal buat semua