

Hari itu adalah saatnya bagi siswa kelas akhir sekolah menengah untuk melakukan ujian akhir sekolah. Ujian terakhir yang akan menentukan jalan hidup seorang lelaki muda.
Dia adalah Leon Ark, seseorang lelaki yang muncul secara misterius dan diadopsi oleh seseorang pria tua yang hidup sendirian.
Sampai dia akhirnya hidup sebatang kara, karena satu-satunya orang yang sudah dianggapnya sebagai keluarga, telah meninggalkannya untuk selamanya.
Leo bangun pagi-pagi sekali, segera membersihkan diri lalu bergegas menuju lokasi dimana dia menjalani pembelajaran selama tiga tahun terakhir.
Leo mengendarai mobil sport berwarna putih, melintasi jalanan hingga sampai di area parkir mobil, lalu segera menuju lokasi berkumpulnya para siswa yang akan melakukan proses pemeriksaan fisik.
"Leo, kau benar-benar bisa datang tepat waktu!" Seru seorang lelaki muda dengan kantong besar cemilan di tangannya.
"Tentu saja, hari ini aku ingin mengetahui apakah aku dapat memasuki Akademi Garuda atau tidak." Leo menepuk pundak Rangga, satu-satunya teman baiknya selama tiga tahun terakhir.
"Aku juga ingin membangkitkan kekuatan magis seperti orang-orang kuat itu, lalu bisa mendapatkan banyak gadis dengan kemampuan itu." Lelaki itu tersenyum tipis lalu membuang bungkusan plastik kosong kedalam tong sampah.
"Hanya gadis saja yang ada dalam pikiran kau." Leo berjalan menuju deretan kursi yang tertata rapi di dalam aula pertemuan.
"Gadis cantik adalah penyemangat hidup. Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan ratu es? Masa iya selama satu tahun duduk bersebelahan, kalian berdua tidak mengembangkan hubungan!" Rangga duduk di sebelah Leo.
"Kau bodoh atau bagaimana? Kau duduk di kursi belakang kita, apa pernah aku berbicara dengan ratu es selama ini?" Leo tersenyum tipis.
"Ratu es dan seorang penyendiri memang sulit untuk saling menyayangi." Rangga tertawa kecil.
Waktu berlalu, aula pertemuan sudah ramai dengan seluruh siswa kelas akhir.
Kepala sekolah datang dan memberikan beberapa patah kata sebelum prosesi dimulai.
"Karena semuanya sudah siap, seseorang dari Akademi Garuda sendiri yang akan membimbing kalian semua, silahkan untuk nona Vera agar segera hadir di podium." Kepala sekolah menutup pidatonya, lalu berbalik pergi.
Kemudian seorang wanita berpakaian serba hitam tiba di atas podium, pakaian ketatnya menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah.
"Perkenalkan nama saya Vera Gunadi, saya adalah salah satu instruktur di Akademi Garuda. Ujian kali ini adalah membangkitkan bakat magis kalian semua, jika ada yang berhasil membangkitkan bakat magis, maka dapat mengikuti ujian masuk Akademi Garuda." Vera diam sejenak, sembari memperhatikan daftar siswa di tangannya. "Silahkan untuk siswa bernama Leon Ark, datang dan masuki ruangan khusus kebangkitan bakat."
Leo berdiri, lalu melangkah menuju podium, melewati anak tangga satu persatu.
Leo mengangguk sekilas pada Vera sebelum memasuki ruangan yang dibuat khusus untuk proses kebangkitan bakat magis.
Di dalam ruangan yang terdapat berbagai macam batu magis, Leo duduk bersila lalu memejamkan matanya.
Lima menit kemudian, Leo beranjak bangun dan meninggalkan ruangan tersebut.
"Bakat apa yang kamu bangkitkan?" Vera bertanya dengan nada lembut.
"Melihat menembus objek." Leo berbicara sembari menatap Vera dari atas kebawah.
Seketika wajah Vera berubah merah. "Bajingan, kau gunakan kemampuanmu untuk melihat tubuhku!"
Sontak membuat seluruh siswa yang hadir terkejut, terutama para gadis yang reflek menutupi bagian penting tubuhnya masing-masing.
"Kamu salah paham ...." Leo tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. "Kamu pejamkan mata, lalu pergi dari sini!" Vera tidak ingin mendengar alasan apapun.
Leo mendesah ringan, lalu berjalan keluar meninggalkan aula pertemuan.
Saat berjalan melewati para siswi, beberapa orang segera menutupi tubuhnya, agar Leo tidak dengan sengaja melihat bagian tubuh mereka. Namun ada satu gadis yang bersikap acuh tak acuh.
"Berikutnya silahkan naik ke podium untuk siswi bernama Sesil Liem." Vera melanjutkan prosesi kebangkitan bakat magis untuk yang lainnya.
Sesil beranjak dari duduknya, melangkah perlahan hingga berpapasan dengan Leo.
"Aku tidak menyangka jika kau memiliki bakat mesum." Sesil tersenyum tipis.
Leo mengangkat bahu. "Sapa yang tau." Ucapnya sembari mengenakan kacamata hitam dan terus berjalan keluar aula pertemuan.
Leo berjalan menuju tempat parkir mobil, dia kembali ke rumah tanpa memperdulikan apapun.
Saat di perjalanan, tepatnya di area perempatan jalan, ada kerusuhan di sekitar lampu lalu lintas, dua orang pria menyandera seorang gadis kecil.
Leo menghentikan laju mobilnya, dia bergegas keluar dari mobil, dia berubah menjadi aliran cahaya tanpa terlihat, melumpuhkan dua orang bersenjata dengan mudah.
Beberapa saat kemudian, petugas penegak hukum menyelamatkan gadis itu dan menangkap dua pria bersenjata yang sudah tidak berdaya, seketika lalu lintas kembali lancar.
Leo kembali ke dalam mobil dan melaju kencang, karena jalanan sudah kembali lancar.
Setibanya di rumah, Leo duduk seorang diri, lalu sosok wanita kecil bersayap muncul di depannya.
"Kau sepertinya tidak terlalu senang menjadi manusia." ucap wanita bersayap itu.
"Memang sejak awal aku bukan manusia, meskipun memiliki bentuk manusia, tetap saja aku bukan manusia, bahkan bernafas saja aku harus berlatih keras!" Leo geleng-geleng kepala.
"Kau sama sepertiku, aku terbentuk dari cahaya, sedangkan kamu terbentuk dari berbagai jenis energi, tapi kamu berwujud manusia sejak lahir, sedangkan aku memiliki sayap yang menjadi pembeda antara manusia dengan bukan manusia." wanita kecil tertawa.
"Peri cahaya, apa itu alasan kenapa kamu memilihku, diantara miliaran makhluk di dunia ini?" Leo bertanya.
"Tentu saja tidak, aku terlahir bersama dengan kelahiranmu, jadi kita berdua sama, seperti saudara kembar." ucap wanita kecil bersayap.
"Jadi begitu, aku mendapatkan kemampuan mata saat memasuki ruangan kebangkitan bakat magis, aku bisa merubah wujudmu menjadi seperti manusia, jika kamu bersedia." Leo tersenyum tipis.
"Benarkah demikian? Aku sangat senang jika bisa bersamamu dalam wujud manusia." Peri Cahaya melayang-layang kegirangan.
Leo melepaskan kacamata hitam, lalu matanya menyala terang. Perlahan-lahan tubuh non fisik Peri Cahaya berubah wujud menjadi gadis cantik berusia tujuh belas tahun.
Bruak! Leo terjatuh dari duduknya, kehilangan kesadaran.
Peri Cahaya yang sudah memiliki wujud manusia, mengalirkan energi ke sekujur tubuhnya yang segera berubah menjadi pakaian serba biru, dia segera mengangkat tubuh Leo dan membawanya ke kamar.
"Merubah tubuh roh menjadi nyata adalah perbuatan terlarang, untungnya kamu tidak mati dan hanya kehilangan kesadaran." Peri Cahaya duduk di sebelah Leo yang terbaring lemah.
Waktu berlalu, malam harinya Leo membuka mata.
Dia bergegas menuju dapur dan mendapati Peri Cahaya sedang memasak makanan.
"Kamu sudah bangun? Aku sudah memasak untukmu, yang seharusnya tidak membutuhkan makanan." Peri Cahaya tersenyum lembut.
"Makan termasuk kesenangan hidup, jadi apa salahnya." Leo duduk dengan tenang. "Pikirkan nama untukmu sekarang, nama Peri Cahaya terlalu aneh."
"Panggil saja aku Aurora. Oh ya, rumah sebelah sudah disewa oleh seseorang wanita, wanita itu sangat cantik, juga memiliki energi yang sangat besar, seperti jutaan bom nuklir berjalan." Aurora menyajikan makanan di atas meja makan.
"Aku melihatnya, dia adalah Vera Gunadi, sekarang dia sedang berendam air hangat." Leo tersenyum tipis.
Aurora segera menutupi mata Leo. "Tidak baik mengintip gadis yang sedang mandi, jangan gunakan kemampuanmu untuk melakukan tindakan yang begitu bejat."
"Baiklah, aku sudah menutup kemampuan mata yang dapat menembus objek." Leo menyingkirkan tangan Aurora.
"Oke, aku ingin makan juga, tapi bagaimana jika residu makanan membuat tubuhku rusak?" Aurora bertanya.
"Kamu memiliki metabolisme tubuh yang sama dengan manusia, tapi bedanya, semua makanan yang memasuki perutmu akan melebur menjadi energi tanpa menyisakan residu." Leo menjelaskan.
"Kalau begitu, aku akan makan sepuasnya!" Aurora segera melahap makanan di depannya.
Setelah selesai makan, Leo dan Aurora bersantai di taman depan rumah.
Saat itu, seorang wanita datang mendekat.
"Itu kamu?" Vera bertanya, dengan kedua tangan menutupi area penting tubuhnya.
Gestur tubuh Vera membuat Aurora salah paham, dia segera berdiri di depan Leo. "Apa yang kamu lakukan!" ucapnya dengan nada mengancam.
"Kamu yang seharusnya jauh-jauh dari lelaki itu, dia bisa melihat seluruh tubuhmu dengan kemampuan matanya." Vera menggertakkan giginya.
"Kamu salah paham, Leo dapat menembus objek dengan penglihatannya, tapi juga dapat menutupnya, jadi kamu tidak harus bertingkah seperti itu." Aurora menjelaskan.
Vera merilekskan tubuhnya. "Kedatanganku kemari hanya untuk merekrut kamu ke Akademi Garuda, siapa sangka saudara kembar yang kamu ceritakan adalah lelaki itu."
"Tapi aku tidak sekolah karena keterbatasan fisikku saat itu, apa masih bisa memasuki akademi?" Aurora menundukkan kepalanya.
"Tadi kamu mengatakan jika keterbatasan fisik karena proses kebangkitan bakat magis alami, sehingga hanya diajari oleh saudara kembarmu. Di Akademi Garuda, setiap orang yang memiliki kemampuan magis dapat masuk, selama usianya belum genap delapan belas tahun." Vera menjelaskan.
"Selama saudaraku bisa masuk Akademi Garuda, aku tidak keberatan bergabung." Aurora tersenyum lembut.
Vera menatap Leo dari atas kebawah. "Bakatnya terlalu buruk untuk diterima oleh akademi, tapi demi bakat magis cahaya yang langka, akademi tidak keberatan jika saudaramu bergabung."
"Diputuskan, kita berdua akan menjadi murid Akademi Garuda." Aurora setuju begitu saja.
"Baguslah, besok pagi kita berangkat bersama." Vera tertawa kecil, lalu berbalik pergi.
"Apa kamu tidak salah menjawab? Aku sengaja tidak menunjukkan kemampuan magis yang sebenarnya karena tidak ingin ke akademi atau apapun. Kamu malah seenaknya sendiri." Leo geleng-geleng kepala.
Aurora tertawa kecil. "Sudah terlanjur, kita berangkat saja besok untuk bermain-main di akademi."