Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Experimen Rahasia Hasrat Sentuhan Ke Dua

Experimen Rahasia Hasrat Sentuhan Ke Dua

awanbulan | Bersambung
Jumlah kata
121.8K
Popular
475
Subscribe
86
Novel / Experimen Rahasia Hasrat Sentuhan Ke Dua
Experimen Rahasia Hasrat Sentuhan Ke Dua

Experimen Rahasia Hasrat Sentuhan Ke Dua

awanbulan| Bersambung
Jumlah Kata
121.8K
Popular
475
Subscribe
86
Sinopsis
18+PerkotaanSekolahHaremCinta Sekolah21+
Seorang peneliti yang hancur hidupnya dipaksa menjadi subjek eksperimen rahasia. Ketika terbangun, ia mendapati dirinya berubah menjadi gadis muda. Di tubuh baru yang lembut dan asing itu, ia perlahan belajar memahami sesuatu yang tak pernah bisa dijelaskan oleh sains Hasrat Gairah dan cinta.
1 Awal Mula

Saya seorang pria berusia 31 tahun yang bekerja sebagai peneliti di laboratorium biologi sebuah universitas di Bandung. Di luar pekerjaan, saya hanyalah seorang penggemar komik dan buku biasa. Bulan lalu, tunangan saya kehilangan kesabaran karena saya terlalu terobsesi dengan komik dan penelitian, hingga akhirnya kami memutuskan pertunangan.

Ini baru satu jam yang lalu. Mari kita kembali ke awal Maret, saat orang-orang mulai membicarakan mahasiswa baru di kampus.

"Ari, ke sini sebentar."

Saya dipanggil ke lab oleh Profesor Budi, seorang pria dengan rambut yang sudah memutih dan kumis seputih salju. Dia langsung berbalik dan berjalan pergi setelah memanggil saya.

Saya buru-buru mengikuti Profesor Budi menyusuri koridor pendek menuju sebuah ruangan yang dia masuki. Ini cukup tidak biasa, karena dia biasanya melarang siapa pun—staf, mahasiswa, apalagi peneliti—masuk ke ruangan ini.

"Selesai sudah."

Profesor Budi berbicara pelan dari dalam ruangan. Ruangan itu agak gelap, tapi saya bisa melihat sebuah kapsul besar tergeletak di sana, dengan kabel dan tabung yang tampak menyeramkan menjulur keluar. Kapsul itu mirip seperti yang sering muncul di buku fiksi ilmiah saat robot diciptakan, dan sepertinya cukup besar untuk memuat satu orang.

"Selesai apa, Pak?"

Saya bertanya sambil menggaruk kepala, tak bisa menyembunyikan rasa malas saya.

"Itu alat TS."

"Alat TS?"

Saat mengulang kata-katanya, pikiran saya langsung melayang ke genre TS yang kadang muncul di buku—cerita di mana seseorang berganti jenis kelamin. Tapi saya buru-buru menepis pikiran itu. Mustahil seorang profesor tua seperti dia tahu istilah yang biasa dipakai penggemar buku.

"Alat yang bisa menukar jenis kelamin."

Ternyata benar TS! Pikiran yang tadi saya tepis kembali muncul. Profesor Budi tertawa lebar dan menambahkan, "Bukankah itu genre yang kamu suka di buku?" Apa dia paham dunia penggemar buku?

"Itu…"

Saya kebingungan, jadi memutuskan untuk bertanya.

"Apa Bapak minta seniman atau penulis untuk bikin ilustrasi buat buku?"

Saya ragu Profesor Budi kenal orang-orang seperti itu, tapi itu satu-satunya pertanyaan yang terlintas di kepala saya.

"Bukan, bukan. Siapa saja yang masuk ke kapsul ini benar-benar akan berganti jenis kelamin."

"Hmm…"

Saya menjawab setengah hati. Bukan cuma skeptis, saya sama sekali tidak percaya. Ini bukan sekadar teori. Saya bahkan tidak tahu mereka sedang meneliti alat seperti ini.

Untuk saat ini, saya paham bahwa kapsul di ruangan remang-remang ini adalah yang ingin ditunjukkan Profesor Budi, dan itulah alasan saya dipanggil.

"Ayo kita coba."

Setelah berkata begitu, Profesor Budi mendekat dengan wajah penuh semangat. Maksudnya apa coba? Katanya sudah selesai, lalu kenapa masih diuji?

Saya mengesampingkan keluhan dalam hati. Tiba-tiba, Profesor Budi mencengkeram lengan saya, termasuk jas laboratorium putih yang saya pakai, dan menarik saya dengan kuat menuju kapsul.

"Tunggu, Pak Budi?"

"Dia akan bangun kira-kira satu jam lagi."

"Apa?"

Mengabaikan kebingungan saya, Profesor Budi mulai mengoperasikan kapsul dan menutupnya. Melalui jendela kapsul yang tembus pandang, saya melihat wajahnya yang tak bisa menyembunyikan kegembiraan. Tiba-tiba, bagian dalam kapsul dipenuhi kabut seperti gas. Lalu, saya kehilangan kesadaran.

Satu jam kemudian.

Tutup kapsul terbuka dengan suara mendesing. Otak saya masih setengah sadar, tapi mata saya perlahan terbuka. Sepertinya saya masih hidup.

"Wow! Sukses besar!"

Begitu kabut gas itu hilang, saya melihat wajah Profesor Budi yang tersenyum lebar. Perlahan, saya mengangkat tubuh saya. Rasanya jas putih saya jadi longgar, tapi pikiran saya melayang, sulit berkonsentrasi.

"Sukses…?"

Hah? Suara saya melengking. Jelas itu suara saya yang bicara, tapi kok berbeda dari yang saya kenal.

"Benar sekali. Kamu sekarang jadi perempuan."

Profesor Budi mendekat dan berkata, "Lestari, cermin."

"Ya."

Lestari? Satu-satunya Lestari yang saya kenal di lab adalah Dokter Lestari, seorang dokter perempuan yang meneliti reproduksi hewan.

Saat saya masuk ke ruangan ini, seharusnya hanya ada saya dan Profesor Budi. Tapi saya jelas mendengar suara Dokter Lestari menjawab. Dia memang dokter spesialis kandungan dan ginekologi.

Lalu, Dokter Lestari muncul di depan kapsul yang masih tertutup. Katanya dia berusia 40 tahun, tapi dia adalah wanita menarik yang memadukan kesan muda dengan pesona dewasa.

Dokter Lestari mengarahkan cermin besar yang dipegangnya ke arah saya.

Saat itu juga.

"Aaah!"

Saya menjerit dengan suara melengking yang tak bisa saya tahan.

Di cermin, saya melihat seorang gadis muda yang cantik. Rambutnya halus, sedikit lebih panjang dari bahu, dengan mata cerah dan bulu mata panjang. Wajahnya mungil. Dia masih memakai jas putih longgar yang saya kenakan sejam lalu. Tubuhnya mengecil, tapi lekuk tubuhnya tetap terlihat jelas.

"Bagaimana? Cantik, bukan?"

Profesor Budi, sambil tersenyum lebar, bertanya pendapat saya. Yang membuat saya terkejut, saya benar-benar jadi perempuan. Dan masih muda, seperti siswi SMA.

"Baiklah, sisanya saya serahkan ke kamu, Lestari."

Dengan wajah puas, Profesor Budi meninggalkan ruangan.

Setelah itu, dalam keadaan masih bingung, saya dibawa masuk ke mobil Dokter Lestari.

"Bu Lestari, ini maksudnya apa?"

Dengan suara gemetar, saya bertanya pada Dokter Lestari yang sedang mengemudi. Dia menjawab dengan ekspresi datar, menatap lurus ke depan. Bahkan wajah cemberutnya tetap terlihat anggun.

"Profesor Budi sedang meneliti alat TS secara rahasia. Saya asistennya."

"Saya paham. Tapi kenapa saya yang jadi subjeknya?"

"Saya pikir karena pertunanganmu baru putus, kamu bisa menyembunyikan kepergianmu."

Apa dia sedang meremehkan saya? Apa saya sedang menjalani petualangan menyedihkan?

"Saya juga memanfaatkan kesempatan untuk mengambil sampel dari kamarmu, berharap menemukan tipe perempuan yang kamu suka. Salah satu alasan kamu dipilih adalah karena kamarmu penuh dengan koleksi figur gadis cantik dari komik."

Itu pelanggaran privasi! Saya juga sadar bahwa koleksi figur komik saya telah disalahgunakan.

"Data keluargamu ada di dashboard."

"Hmm…"

Saya yang duduk di kursi penumpang membuka dashboard. Benar saja, ada selembar kertas dengan tulisan tembus pandang. Saya mengambilnya dan memeriksanya dengan saksama.

"Hah? Apa ini!"

Mata saya hampir melompat. Salinan kartu keluarga menunjukkan nama Melati, seorang remaja berusia 15 tahun yang baru lulus SMP musim semi ini. Anehnya, nama Dokter Lestari tercantum sebagai ibu saya, dengan usia yang sama seperti dokter itu.

"Bu Lestari, apa Ibu punya anak?"

"Tidak. Saya belum pernah hamil atau menikah. Itu akta kelahiranmu. Data kelahiranku dipalsukan."

Pikiran saya kosong. Saya tak tahu harus mulai dari mana. Mereka bahkan memalsukan kartu keluarga saya. Saya memutuskan untuk berhenti memikirkan ini dan melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.

"Kenapa saya jadi lebih muda?"

"Itu cacat pada alat TS. Saya belum bisa menghilangkan efek samping yang membuat usiamu berkurang setengah."

Kalau itu cacat, berarti alatnya belum selesai, Pak Budi! Tapi saya tak mau membahas itu lebih lanjut.

"Awalnya, kami mengujinya pada hewan seperti tikus, tapi semua mati. Tubuh mereka mungkin tak kuat jika usianya dikurangi setengah. Jadi, kami mengirim bahan alat ini ke Kalimantan untuk diuji pada orangutan."

Dia sampai sejauh itu? Rasa ingin tahunya benar-benar menakutkan.

"Seperti yang kita tahu, orangutan punya umur panjang, jadi kami menyadari mereka akhirnya bertambah tua."

"Oh, begitu. Jadi, data apa yang ingin kalian ambil dengan menjadikan saya korban TS ini?"

"Senang kamu cepat paham."

Masih terlalu dini untuk bilang begitu. Pikiran saya masih kacau.

"Kemampuan reproduksi."

"Apa?"

Jawaban yang tak terduga.

"Kami akan membuatmu berhubungan dengan banyak pria untuk menguji kesuburanmu."

Penjelasannya jauh di luar dugaan. Saya sampai tak bisa berkata apa-apa.

"Data penelitian menunjukkan bahwa orangutan kesulitan bereproduksi. Tapi, jika masalah ini bisa diatasi pada manusia, alat TS bisa jadi solusi untuk masalah penurunan angka kelahiran. Lagipula, saya dokter kandungan dan ginekologi."

Terserah. Saat mendengarkan penjelasan panjang Dokter Lestari, saya menyadari dia bukan lagi dokter, tapi mulai hari ini, dia adalah ibu saya. Ngomong-ngomong, sambil mendengar penjelasan ini, saya dibawa ke sebuah kompleks apartemen di Bandung.

Lanjut membaca
Lanjut membaca