

Bima Kusuma Yudha, seorang eksekutif muda dengan penampilan yang menarik, wajahnya terkesan berwibawa dengan sorot mata yang tajam dan dihiasi dengan cambang, kumis tipis, serta jenggot tipis.
Seperti biasanya hari ini dia mengendarai mobilnya bersiap menuju kantornya.
Suasana seperti hari-hari biasanya, kemacetan seolah telah menjadi rutinitas di Jakarta.
Suara klakson yg bersahutan, musik ,dan dering handphone silih berganti.
Sampai tiba tiba....
DUARRR.........
Terdengar suara ledakan yang begitu keras, untuk sejenak suasana menjadi hening dan selanjutnya berubah menjadi sebuah kekacauan.
Semua orang tiba-tiba dicekam kepanikan dan kebingungan yang luar biasa karena suara ledakan yang begitu besar, tidak terkecuali dengan Bima,ia berusaha memahami apa yang terjadi.
Di depannya ada beberapa mobil yang mulai memutar balik, sementara di jalur sebelahnya mulai kelihatan kosong karena pengendaranya memilih berhenti ataupun juga memutar arah.
Asap putih mulai menyebar yang berasal dari sebuah gedung yang tadi menjadi sumber suara ledakan.
Bima pun memutuskan langkah yang sama dengan pengendara didepannya untuk segera memutar balik.
Dengan segera ia bersiap untuk cepat - cepat melajukan mobilnya namun tiba - tiba..
Sesosok tubuh yang tidak ia ketahui asalnya muncul di depan mobilnya.
Ciiiit.....BRAKKK....
"Oh...Ya Tuhan...."
Bima buru buru menginjak rem mobilnya namun terlambat, mobilnya sudah terlanjur melaju kencang menabrak sosok di depannya, ia memalingkan wajahnya tidak tega untuk melihat.
Sekian detik berlalu Bima merasa heran,ada suatu kejanggalan yang dirasakannya.
Mobilnya seolah menabrak tiang besi yang kuat, pelan - pelan Ia menatap ke depan dan betapa kagetnya ia melihat pemandangan di depannya.
Sosok itu tetap tegar berdiri membelakanginya, terlihat di depannya seorang yang menggunakan semacam kostum pakaian pendekar tradisional Jawa, celana hitam sebatas betis yang berhias warna keemasan di ujungnya,kain batik yang membelit pinggang menjuntai, baju rompi putih dan rambut tergerai panjang sepunggung diikat kain batik, sementara terlihat pula olehnya ujung mobilnya yang telah terkoyak.
Belum reda rasa heran di dalam hati, mata Bima secara tak sengaja melihat dari jarak sekitar 50 meter di depannya, seorang bermasker mengarahkan senjata ke arah sosok yang tegak berdiri di depan mobilnya dan,
Dorr...dorr...dorrr
Suara tembakan bersahutan.
Bima semakin terperangah ketika sosok di depan mobilnya tetap tenang berdiri sementara peluru menghujaninya.
Hup....
Sosok itu tiba-tiba melesat melompat dengan ringannya ke sumber tembakan dan dengan mudah merampas senjatanya serta dengan sekali pukul melumpuhkannya.
Ciiiit..... rungggg ..... rungggg
Terdengar suara sebuah mobil yang tiba - tiba menderu dan dengan kecepatan penuh meluncur ke arah sosok tadi dan menabraknya.
Brakk....
Sosok itupun tertabrak dengan keras.
Namun lagi - lagi pemandangan aneh itu tersaji, mobil seolah menabrak tiang besi, sosok itu tetap berdiri terdiam tak bergeming dan beberapa detik kemudian kejadian anehpun terulang kembali.
Sosok itu dengan mudah mengangkat mobil yg menabraknya dan kemudian melemparkannya.
"Hayooo...majulah kalian semua, hadapi aku Gondomono."
Sosok itu berteriak lantang menantang sambil menyebut namanya.
Beberapa orang muncul mengeroyoknya, namun terlihat bahwa sosok yang bernama Gondomono adalah sosok pendekar pilih tanding, dengan beberapa gebrakan saja lawannya terlempar ke segala arah.
Rasa heran, bingung, dan takjub bercampur aduk di benak Bima menyaksikan kejadian ini, namun dia berusaha untuk menjauh dari situasi in.
Perlahan ia membuka pintu mobilnya untuk keluar dan berusaha lari namun baru saja ia hendak melangkah.
" Mau kemana kamu hai anak muda?"
Bima pun menengok ke arah sumber suara, Gondomono yang berperawakan gagah dan tegap rupanya telah berdiri di dekatnya.
"Apakah kau hendak lari? Apakah kau bagian dari mereka?"
Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Gondomono.
"Bukan,...bukan saya bukan..."
"Halah...banyak alasan kamu..hiyaa..."
"Aduh .. tunggu... tunggu...anda salah paham..."
Gondomono terus menyerang, sementara Bima mencoba menerangkan sambil terus menghindar, namun tampaknya hal itu tidak mengendurkan serangan Gondomono.
Merasa penjelasannya tidak membuahkan hasil, Bima yang sedikit pernah belajar beladiri akhirnya mengimbangi serangan demi serangan.
"Bagus anak muda rupanya kamu adalah lawanku yang tangguh..hiyaa"
Gondomono melancarkan tendangan dan ia menyadari lawannya bukan orang sembarangan, setidaknya hal itu ia rasakan ketika beradu fisik dengan Bima seolah ada energi yang luar biasa.
"Hup ...terpaksa paman, saya harus membela diri..."
Bima menangkis dengan kedua tangannya.
Sambil menarik kakinya Gondomono kemudian melayangkan pukulannya ke arah kepala Bima ,namun Bima yang telah berhasil menangkis tendangan Gondomono, kemudian segera merunduk menghindari pukulannya sambil kedua tangannya ia majukan untuk mendorong dada Gondomono ,namun tiba - tiba,
"Aduh ...Aaa..."
Gondomono tiba-tiba mengerang keras.
Dadanya ternyata telah tertusuk sebuah senjata, hal ini menjadikannya terpaku diam, kedua tangannya lunglai terjatuh, darah segar mengalir, badannya tertahan oleh kedua tangan Bima.
Sementara Bima terkesiap ia berusaha menggeser tangannya dari dada Gondomono namun seolah ada sesuatu yang menyangkut, dan ia semakin kaget ketika ternyata ia telah menusuk lawannya, ia tak mengerti dari mana tiba-tiba kuku jempolnya telah berubah memanjang bahkan mampu menusuk tubuh.
Darahpun mengalir membasahi tangannya.
Untuk sesaat raut wajah Gondomono menjadi memucat ia terdiam, namun kemudian ia tersenyum dan berkata :
" Ngger...anakku ... ternyata kamulah orangnya....Bima Putra Pandu...aku ikhlas Ngger ...aku ikhlas...terimalah kesaktian Paman Ngger..."
"Paman ... maafkan saya paman... maafkan saya..."
Bima tak sanggup melanjutkan kata-katanya, Ia begitu kebingungan.
Suasana menjadi hening, badan Gondomono lunglai tertahan kedua tangan Bima, dan Bima pun merasakan suatu energi yang mengalir di tangannya.
Hawa hangat yang berasal dari tubuh Gondomono yang mengalir menjalar ke seluruh tubuhnya, dan kejadian itu berlangsung selama beberapa saat.
Sampai akhirnya.
Suara sirine polisi tiba-tiba bersahutan dan...
"Jangan bergerak..."
Suara petugas polisi tiba-tiba terdengar.
Bima segera menengok sumber suara, dilihatnya beberapa polisi bersenjata laras panjang telah mengerubunginya, Bima pun menarik tangannya dari dada Gondomono.
Anehnya sekarang dengan mudah ia dapat menggerakkan kedua tangannya, ia pandangi keduanya dan ternyata telah berubah normal kembali.
Kuku jempolnya telah kembali seperti semula, dan darah yang tadi mengalir pun hilang tak berbekas.
Sementara Gondomono yang ia lepaskan perlahan terduduk.
Sama dengan keadaan Bima, dadanya telah normal kembali tak nampak luka maupun darah mengalir.
Sambil terduduk ia tertawa.
"Hehehe....Ngger putraku selamat datang hehehe ..."
Ia terus tertawa sampai beberapa anggota polisi membangunkan dan membimbingnya ke mobil ambulans.
Bima mematung , pandangannya mengikuti perginya sosok Gondomono dari hadapannya.
"Maaf Bapak kami mohon kesediaannya untuk ikut kami..."
Seorang anggota polisi berbicara kepada Bima dan seolah menyadarkannya dari kejadian yang mengherankan itu.
"Kami membutuhkan keterangan..."
lanjutnya.
Bima mengangguk, dirinya pun kemudian dikawal menuju mobil polisi, dan selanjutnya meninggalkan tempat yang penuh keanehan itu.
Selama perjalanan Bima hanya terdiam, ia mencoba memahami kejadian yang dialami nya.
Angannya mencoba menarik kesimpulan dengan mengingat kembali kejadian demi kejadian,namun dirinya justru semakin jatuh dalam kebingungan.