Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
TERJERAT OBSESI LIAR

TERJERAT OBSESI LIAR

KEZHIA ZHOU | Bersambung
Jumlah kata
35.8K
Popular
534
Subscribe
143
Novel / TERJERAT OBSESI LIAR
TERJERAT OBSESI LIAR

TERJERAT OBSESI LIAR

KEZHIA ZHOU| Bersambung
Jumlah Kata
35.8K
Popular
534
Subscribe
143
Sinopsis
18+PerkotaanSekolahHarem21+Cinta Sekolah
“Apa yang baru saja kau lakukan, Moa! KAU GILA!” Napas Ken memburu, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Kemeja itu sudah meluncur dan jatuh ke lantai. ---------------- “KEN, KAU TAK MENGERTI... AKU BENAR BENAR MENYUKAI BAU TUBUHMU!” Suara Moa bergetar di telinganya, lembut namun berbahaya. ------------------- Ken, adalah seorang mahasiswa berusia 22 tahun dengan wajah yang tampan, sempurna. Namun kehidupannya tidak benar benar indah, semenjak perceraian kedua orang tuanya ketika dia kecil. Kedua orang tuanya memiliki keluarga mereka sendiri sendiri. Sementara sang ayah memilih menikah dengan seorang mantan wanita pemilik Club Malam, yang sudah memiliki seorang putri bernama Moa. ------- Ken semakin terjerat oleh obsesi gila kakak tirinya yang tidak segan segan menunjukkan sisi gilanya kepada Ken. ------ Dibalik semua itu Ken berusaha mencari titik lemah keluarga Moa. ------- Ia terus mencoba menghindari sentuhan Moa, namun apa jadinya jika obsesi sang kakak tiri justru didukung oleh ayah nya sendiri? Apakah Ken bisa lepas dari jerat obsesi liar Moa? Atau justru menikmatinya?
TERJERAT OBSESI

BRAAAKK!!

Pintu kamar Ken terbuka dengan kasar hingga seolah hampir copot dari engsel. Suara itu menggema di ruang tidur yang hanya diterangi lampu redup.

Ken, pria dua puluh dua tahun dengan tubuh tinggi menjulang, berbadan tegap dan wajah tampan, berdiri sempoyongan. Kemejanya kusut, beberapa kancingnya sudah terbuka, Kulit putih bersihnya kini berbau alkohol.

Tanpa berkata, ia menjatuhkan diri ke ranjang.

“Ugh…” desahnya berat, perlahan Ken mengangkat tangannya, menutupi wajah dengan lengannya.

Namun sebelum sempat tertidur—

Ken tersentak.

“Mmmph—!”

Ken mendesah. Namun kali ini desahannya bukan karena efek dari alkohol yang dia minum, Ken merasakan sebuah bibir lembut yang melumat bibirnya dengan paksa.

Ciuman itu panas, asing, dan begitu menekan. Ia mencoba menarik diri, tapi kepalanya berat.

“Sepertinya kau minum terlalu banyak, Ken.”

Suara itu…

Ken begitu mengenalnya. Tidak asing. Suara yang selalu dia hindari sepanjang hari. MOA.

Ken mencoba membuka mata. Gadis itu—Moa berdiri di sana—mengenakan gaun pendek, dengan bibir merah merekah, dan tatapan matanya mengunci Ken dengan penuh hasrat.

“Moa… apa yang kau lakukan di sini?” suaranya serak, dingin.

Wanita itu hanya tersenyum samar, lalu membungkuk, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Belahan dadanya sengaja dipertontonkan didepan mata Ken. Seolah berharap malam itu Ken akan menyentuhnya. Sayangnya, Ken terlalu muak dengan wanita gila itu.

“Sini, kubantu lepaskan bajumu. Kau pasti tidak nyaman.” Ucapnya dengan manja.

Jari-jarinya mulai membuka kancing kemeja Ken satu per satu.

Ken menahan tangannya, tapi Moa lebih cepat.

“Ahh… bau tubuhmu,” bisiknya pelan.

“Aku benar benar menyukai bau tubuhmu, Ken.”

PLAAK!

Ken menepis tangan Moa dengan kasar, memutuskan semuanya. Ia bangkit, berdiri tegak meski langkahnya masih sempoyongan.

“Hentikan, Moa.” Ucapnya dingin.

Kedua tangannya bertumpu pada sisi meja yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Moa tidak mundur. Tatapannya justru semakin liar.

“Bahkan ketika marah pun kau tetap menarik,” ujarnya sambil menyentuh pipi Ken.

Ken menepis kasar.

“Kau gila?”

“Aku memang gila! Aku terlalu gila karena aku menginginkanmu.”

“Cukup.” Ken menarik napas tajam.

Seolah lelah dengan ucapan Moa yang terus diulang.

“Kau kakak tiriku. Aku tidak akan—”

Moa tiba-tiba menarik tengkuknya dan kembali mencium paksa. Kali ini dia lebih liar, lebih berani. Bahkan lidahnya berani menyusup dan memainkan lidah Ken.

Namun tiba tiba—

“Ugh!” Ken mendorongnya keras hingga Moa terdorong mundur beberapa langkah.

“KAU SAKIT?!” suara Ken meninggi.

Ken perlahan mengangkat tangannya dan menyentuh bibirnya yang berdarah. Moa menggigit bibir Ken.

Moa melangkah maju lagi. Senyumnya berubah dingin, matanya berkilat.

“Aku sudah bilang, aku tidak suka ditolak.”

“Aku tidak pernah mencintaimu. Aku bahkan muak melihatmu.”

Moa tertawa pelan.

“Hahaha.. benarkah? Suatu hari kau akan tahu… kau juga menginginkanku. Kau akan mencintaiku dan tidak akan pernah lepas dariku.”

Ken mengusap wajah nya yang sudah semakin lelah menanggapi omongan gila wanita itu.

“Pergi dari kamarku.” Ucapnya tegas.

“Baiklah.” Ia tersenyum tipis, berbalik dan melangkah ke pintu hendak pergi.

“Tapi ingat, Ken… tidak ada yang bisa menyentuhmu selain aku. Aku tidak mengijinkan itu. Kau mengerti kan?”

JEGLEK!

Pintu tertutup dengan keras.

Ken masih berdiri diam, dadanya naik-turun cepat. Ia menatap lantai di bawah kakinya, seolah dia bisa menatap dirinya dari bawah sana.

“Gadis itu benar benar sudah Gila,” gumamnya pelan.

Ia menjatuhkan diri ke ranjang lagi, menutup mata. Kepalanya masih berdenyut hebat. Sesekali Ken memijat keningnya. Kemudian memutuskan untuk tidur, dan melupakan kejadian kejadian menyebalkan hari itu.

Waktu terus berlalu, jam di dinding sudah kembali menunjukkan pukul enam pagi.

Perlahan cahaya matahari mulai menembus tirai. Sinar matahari itu memaksa mata Ken untuk terbuka. Kepalanya berdenyut, tapi yang paling mengganggu adalah bau parfum Moa yang masih menempel di kulitnya.

“Brengsek!” gerutunya.

Ken menurunkan kedua kakinya.

“Aghhh..” desahnya, sambil memijat kening, lalu mengusap bibirnya. Ada bekas luka kecil di sana.

“Menyebalkan sekali. Dia benar-benar melewati batas.”

Tiba tiba..

DRRTT—!

Ponselnya bergetar di meja. Nomor tak dikenal.

”Ken, wanita itu dan ibunya… masa lalu mereka akan menghancurkan segalanya. Kau bisa menjatuhkan mereka dengan itu. Tapi tidak ada yang gratis di dunia ini. Selamat datang di kebebasan.”

—Anonim.

Ken membaca dua kali.

“Masa lalu?” gumamnya.

“Apa yang Moa dan ibunya sembunyikan?”

Senyum dingin muncul di sudut bibirnya.

“Kalau benar mereka mempunyai masa lalu yang bisa menghancurkan mereka… aku akan menemukannya.”

Ia bangkit, berjalan ke kamar mandi. Melepaskan kemeja, membiarkan air dingin menghantam tubuhnya. Suara air menenangkan sedikit pikirannya, tapi bayangan Moa masih menempel di kepalanya.

Bagaimana gadis itu selalu mencoba untuk mencuri ciuman darinya, menyentuhnya sembarangan, dan kata kata obsesinya. Semuanya begitu memuakkan.

Semalam bukan sekedar gila, tapi menjijikkan.

Ken menyentuh lehernya yang sempat diciumi dengan kasar, kemudian mengusap bibirnya lagi dengan ibu jari seolah ingin menghapus semua sentuhan Moa.

“Moa, kau pikir kau dan ibumu bisa bertahan dirumahku selamanya?” ucapnya pelan menatap pantulan dirinya di kaca berembun.

“Kau salah. Aku akan mencari cara untuk membuat kalian keluar dari rumah ini…”

Ia mengusap kaca yang berembun itu dengan tangan, menatap tubuhnya sendiri.

“Tunggu saja.”

Dengan gerakan ceapt, Ken mematikan shower, mengeringkan tubuhnya, lalu mengenakan kaos merah polos dan jins ripped hitam. Ia mengambil ranselnya, melangkah ke luar kamar.

Kakinya dengan langkah tegap menuruni anak tangga, menuju ke pintu utama.

“BERHENTI!”

Suara lelaki paruh baya itu kembali menggelegar di ruangan yang sepi, membuat langkah kaki Ken terhenti. Ken berbalik dan mendapati ayahnya dengan tubuh tegapnya sduah berdiri di belakangnya.

Tanpa aba aba, tiba tiba tangan pria kekar itu terangkat, dan…

PLAAAKK..!!

Tamparan itu terdengar begitu keras, membuat wajah Ken terpelanting ke kanan. Kulit putihnya seketika memerah.

“Kau mabuk mabukan lagi semalam? Kau memang tidak pernah mau mendengarkan ucapan ayah!” ucapnya dengan nada meninggi.

Kemudian padangan pria itu tertuju pada bibir Ken yang terluka.

“Ada apa dengan bibirmu? Kau berkelahi di bar?” tanyanya menuduh.

Ken masih menunduk lalu tersneyum getir. Perlahan dia mengangkat kepalanya dan menatap ayahnya lagi.

“Tanyakan saja pada putri kesayanganmu itu!” ucapnya.

Pria itu terdiam. Seolah tidak ingin menyalahkan putrinya.

“Lalu sekarang? Kau mau pergi kemana pagi pagi begini? Bukankah kuliahmu masih nanti siang?”

Ken menatap pria itu lama.

“Apa pedulimu, ayah? Kau bahkan tidak pernah peduli dengan apapun yang kulakukan.”

“Apa kau bilang?!”

Ken hanya mendengus malas.

“Ingat Ken, kau tidak akan pernah bisa kabur dari rumah ini. Kau tau itu bukan?” ucap pria paruh baya itu lagi.

Ken tertawa pendek.

“Aku tidak kabur. Aku hanya butuh menjauh dari rumah ini sejenak sebelum aku benar-benar gila.”

“Ken!” suara ayahnya meninggi.

“Kau harus belajar menghormati Moa dan ibumu!”

Ken menoleh tajam.

“Ibu? Dia bukan ibuku! Dia hanya pemilik klub malam, Ayah. Dan Moa… dia selalu menyentuhku dan melewati batas. Itu yang kau sebut keluarga?”

Pria paruh baya itu terdiam. Wajahnya kaku.

“Moa punya alasan untuk—”

“Sudahlah,” potong Ken.

“Kau terlalu buta karena cinta. Tapi aku tidak akan diam lagi.”

Ken memegang ranselnya erat.

“Jangan kurang ajar Ken!” katanya dengan suara tinggi.

Ken tidak lagi menjawab, dia hanya melangkah melewati ayahnya, menuju pintu.

“KEN….!!!”

Lelaki paruh baya itu berteriak memanggil putranya.

Pintu tertutup keras di belakangnya.

BRAAAKKK..!!

Namun, ayah nya tak dapat menghentikannya. Ken segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya dengan cepat.

“Aku akan mencari tahu apa masa lalu mereka,” gumamnya.

“Dan saat aku menemukannya… aku akan pastikan mereka menyesal pernah menyentuh hidupku.” Gumamnya dengan tangan yang masih menggenggam erat kemudi.

Lanjut membaca
Lanjut membaca