

"Sialan!"
Bukan gerutuan pelan, tapi ledakan amarah yang ditahan, bergetar dari tenggorokan Lexus. Jemari kanannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih, nyaris meremas ponsel pintar di genggamannya. Di layar, chat terakhirnya pada "Calon Istri ke-32" masih menampilkan dua centang abu-abu yang dingin—status yang sudah bertahan selama dua jam penuh.
Di tengah kesibukan hiruk pikuk Bank BBA di pusat Kota Malang, Lexus Pramono, seorang Account Officer berusia 31 tahun, merasa seperti satu-satunya orang di dunia yang sedang terhenti. Aroma espresso dari kafetaria kantor dan bunyi ketukan keyboard yang ramai mendadak terasa senyap, digantikan dengungan kekecewaan yang sudah terlalu sering ia dengar.
"Belum dibaca juga?"
Suara Danang, teman kerjanya, terdengar khawatir dari balik sekat kubikel. Danang sudah hafal betul ritual penderitaan Lexus.
"Dua jam, Nang. Dua jam! Aku ini kurang apa? Aku chat sopan, aku ajak kenalan baik-baik. Apa masalah mereka dengan membalas—sekadar bilang, 'Maaf, aku tidak tertarik'? Kenapa harus hantu ini lagi?" Lexus mengeluh, menekan kata 'hantu' yang merujuk pada ghosting.
Danang berdiri, mendekat ke meja Lexus. Ia mengambil posisi bersandar, memasang raut wajah yang biasa ia gunakan saat hendak memberikan wejangan filosofis tentang cinta.
"Mungkin dia memang bukan untukmu, Lex. Sudahlah. Dunia tidak selebar layar ponselmu. Lagipula, dari mana kau mendapatkan wanita ke-32 ini? Masih dari situs purba itu?"
Lexus menarik napas. Dia tahu Danang akan selalu menyalahkan sumber pencarian cintanya. "Aku sudah bilang, aku punya keyakinan kuat. Jodohku ada di sana."
"Keyakinan atau keras kepala?" Danang menggeleng. "Coba deh, move on dari algoritma perjodohan. Cari di dunia nyata. Di BBA ini banyak loh staf cantik."
"Aku sudah coba, Nang. Hasilnya? Sama saja. Paling tidak, di situs itu aku bisa memilih niche yang kuinginkan," sanggah Lexus, meskipun ada nada putus asa dalam suaranya. Dia memaksakan senyum, lalu menutup aplikasi chat itu. Kali ini, ia benar-benar merasa lega melepasnya. "Ya sudah. Babak baru. Next. Doakan yang ini bukan ahli santet modern."
Danang tertawa kecil, tapi ada nada kelegaan. "Selalu kudoakan yang terbaik untukmu, Pramono. Tapi serius, kalau dari situs itu lagi, aku tidak tanggung jawab jika kau berakhir di-blokir."
Lexus kembali membuka aplikasi perjodohan online-nya. Matanya bergerak cepat, menganalisis foto profil, bio, dan jarak lokasi. Danang hanya bisa menggeleng dan kembali ke mejanya, sesekali melirik Lexus dengan waspada.
Tiba-tiba, sebuah seruan memecah keheningan parsial di zona kerja mereka.
"Dapat!"
Lexus menegakkan tubuh, wajahnya bersinar seperti baru memenangkan undian. Ia buru-buru mengambil pena dan selembar sticky-note kecil.
Danang langsung berlari mendekat. "Apa yang kau dapat? Jantungku mau copot dengar teriakanmu!"
"Nomor telepon! Wanita ini merespons dengan cepat dan langsung memberiku nomor kontak pribadinya. Namanya Ayu, 29 tahun," bisik Lexus girang, matanya terpaku pada deretan angka yang baru ia catat.
Danang langsung merasakan firasat buruk. "Sebentar, nomor? Secepat itu? Ingat! Sudah berapa puluh wanita dari situs itu yang membuatmu 'berhasil' di awal, lalu lenyap di tengah jalan?"
"Kali ini beda! Percaya padaku, Danang. Kali ini aku yakin!"
Tanpa menunggu nasihat lebih lanjut, Lexus segera menyimpan kontak Ayu dan langsung melakukan panggilan telepon.
Lama berdering, akhirnya panggilan itu terjawab.
["Halo..."] Suara lembut, agak serak, terdengar di telinga Lexus.
"Hai, ini Lexus. Kau Ayu yang dari situs itu, kan?"
["Hai! Ya, aku Ayu. Senang bisa berkenalan. Kau bilang kau kerja di Bank BBA, ya?"] tanya Ayu. Ada jeda sedikit sebelum kalimat itu.
"Betul! Di kantor pusat sini, dekat Jalan Basuki Rahmat."
Danang memperhatikan Lexus, wajahnya tegang menunggu kelanjutan.
["Oh... tidak jauh dari tempatku bekerja, kalau begitu," ujar Ayu, suaranya kembali normal. *["Aku kerja di Bank BNN. Kantornya... ya, di sekitaran sana juga."]
Lexus melebarkan matanya. Bank BNN memang hanya berjarak sepelemparan batu dari BBA. "Sungguh? Wah, jangan-jangan kita memang sudah diatur semesta!" seru Lexus, rasa optimisme berlebihan memenuhi dadanya.
["Bisa jadi," balas Ayu, terdengar tersenyum. *["Tapi maaf, aku harus kembali bekerja. Nanti aku hubungi lagi, ya. Kalau kau sempat, mampir saja ke BNN."]
"Siap!" Lexus menutup telepon, lalu menatap Danang dengan senyum kemenangan. "Dia di BNN! Hanya beberapa meter dari sini, Nang! Ini takdir!"
"Ayu... nama yang bagus," gumam Danang, matanya menyipit, berusaha mengingat sesuatu. "Tunggu sebentar. Ayu..."
Wajah Danang tiba-tiba berubah pucat. Ia menoleh ke arah Lexus yang sedang asyik memandangi foto profil Ayu.
"Lex! Kenapa dia... sangat mirip dengan mantan istri Pak Bayu?"
Lexus Pramono mengerutkan dahi. "Pak Bayu siapa? Kepala Bagian Kredit kita?"
"Iya! Pak Bayu yang itu! Yang baru cerai heboh beberapa bulan lalu. Kalau memang dia, Lex, kau dalam bahaya!"
Semua kegirangan Lexus mendadak menciut. "Bahaya? Maksudmu aku hanya pelarian?"
"Lebih dari itu! Seingatku, Pak Bayu belum ikhlas dengan perceraiannya. Aku pernah dengar dari petugas keamanan, dia sering membuntuti mantan istrinya. Dan dia bersumpah akan membuat pria mana pun yang mendekati Ayu hidupnya tidak tenang."
Lexus terdiam, mencerna informasi yang baru saja mengubah kisah cintanya dari komedi romantis menjadi thriller kantor. Dia menelan ludah. "Janda... Pak Bayu?"
"Lupakan dia, Lex!" Danang segera mengambil ponsel Lexus, berniat menghapus kontak Ayu. "Kau tak akan bisa bekerja tenang!"
Lexus menahan tangan Danang. "Tunggu! Kau sendiri yang bilang, kalau sudah jodoh, tak ada aral yang merintangi. Lagipula, kita harus jujur dari awal, kan?"
Ia mengetik pesan singkat ke Ayu. Setelah terkirim, ia menunggu dengan cemas.
Cengkling!
Pesan balasan tiba. Danang mencondongkan tubuh, ikut membaca.
"Benar katamu, Danang. Dia janda dari Pak Bayu." Lexus membacakan pesannya dengan suara nyaris putus asa. "Waduh, aku harus bagaimana ini?"
Danang menepuk kening. "Lexus, dengar aku! Lupakan dia! Kalau kau lanjut, kau akan berhadapan dengan Kepala Bagian Kredit! Dia pria yang sangat berpengaruh dan sangat dendam!" Tak henti Danang memperingatkan tapi ucapannya bagai angin lewat untuk temannya yang keras kepalaini.
Lexus menatap Danang, matanya dipenuhi dilema. Perjuangan cintanya sudah terbiasa dengan hantu, tapi kali ini, ia mungkin harus berhadapan dengan monster di kantornya sendiri.
Danang menghela napas. Dia tahu, saat Lexus jatuh cinta, logika akan menghilang. Dalam kondisi begini, hanya dia dan Tuhan yang bisa menghentikan kegilaan ini.
"Aku akan pikirkan itu besok, Nang," ujar Lexus, mengambil kembali ponselnya, lalu menatap foto Ayu. "Tapi untuk sekarang, aku tidak akan lari. Dia mungkin satu-satunya yang tidak ghosting!"
Danang hanya bisa mengangguk pasrah. Lexus sudah memilih. Dan ia tahu, bab ini baru permulaan dari kekacauan yang sedang ia dirancang sendiri.