

Di bagian utara kota Batu Hitam kota paling makmur dari semoga kota di negeri Seribu batu.
Kota nomor satu pemasok bahan obat terbesar, perbulannya menghasilkan kurang lebih 10 ton bahan obat.
Namun di pinggiran kota di terdapat klinik kuno sangat sederhana terbuat anyaman bambu,dan kayu jati tua.
Kondisi klinik itu sangat kuno jaman tahun 1989 sudah tidak layak di huni lagi jika di lihat dari luar. Namun di dalamnya masih layak di huni.
Seorang pria berusia 25 tahun duduk di depan rumah dengan pakaian tabib lusuhnya. Kedua mata indahnya menatap ke depan menunggu pasien datang berkunjung.
Tangan kekar kulit sawo matang, tingginya 189 centimeter, dan berat badannya hanya 60 kilogram.
Pria itu bernama Revan Wijaya, bekerjanya sebagai tabib, tabib orang dengan gangguan jiwa(ODGJ).
"Kak Revan, Ani pulang dulu. Ani tadi sudah masak sayur kangkung, dan sambal terasi! Sana makan dulu!"
Ucap wanita cantik masih muda berusia 27 tahun berjalan keluar dari dalam krinik dengan pakaian suster menghampiri revan. Di punggungnya menggendong tas terbuat dari sulaman benang sederhana merk murah. Dia Anissa di sebut suster Ani.
"Huh..
"Andai saja kamu menerima ku sebagai wanita mu, apa yang kamu mau aku rela melakukannya. Nyawa ku sudah menjadi milik mu." Guman di hatinya.
"Iya, kamu pulang saja sana, nanti aku makan!" Jawab Revan menatap wajah cantik suster satu satunya.
Wanita yang dia tolong dan sembuhkan dari penyakit kejiwaannya di tengah hutan saat mencari bahan obat.
"Terimakasih atas semuanya, maaf membuang waktu mu lagi." Jawab Revan menatap susternya penuh perasaan marah ,sedih dan kasihan karena tidak bisa membuat hidupnya bahagia. Dia merasa gagal membuat mendapat penghasilan selama 3 hari berurut karena tidak ada pasien datang.
"Huh...
"Andai saja aku seperti orang lain, memiliki kemampuan dan koneksi bagus, mungkin dia tidak seperti ini!" Guman dihatinya.
Revan sudah menganggap Suster Ani sebagai keluarga sendiri.tentu dia akan melindunginya sepenuh hati. Namun di hatinya tidak ada rasa suka sebagai lawan jenis. Bukan dia tidak tertarik dengan Suster Ani, dia sangat tertarik. Tapi dia merasa tidak pantas untuknya.
Suster Ani menatap dokter Revan yang sudah dianggap suaminya sendiri saat menyembuhkan dirinya dari penyakit kejiwaannya. dia mengerti apa yang sedang di pikirkannya mengenai hidupnya. merasa gagal memberi kehidupan yang layak untuknya.
"Sudahlah kak dokter, hidup kita adalah takdir jangan di sesali."
Dia duduk di depan pintu di sampingnya menatap Revan dengan kedua mata indahnya.
"Aku sangat bersyukur menjalani hidup seperti ini, memiliki mu yang penuh kasih. Sesuatu yang kak dokter dapat selalu di bagi dua dengan ku."
"Di tambah lagi, aku sudah berjanji padamu, akan menemani mu apa pun yang terjadi. Sebagai bentuk terimakasih ku sudah menolong ku. Menyembuhkan ku dari penyakit gangguan jiwa ku." Ucapnya panjang lebar.
"Itu harta berharga bagiku!" Ucapnya lagi.
"Sampai jumpa!"
Suster Ani beranjak berdiri, melangkah pergi dengan riang gembira, tidak ada raut wajah tertekan sama sekali, walaupun di rumah menjadi bahan hinaan semua kerabat keluarganya, karena bekas orang gila. Mentalnya sudah terbentuk, menanggapi hinaan semua kerabatnya maupun teman kerjanya dulu.
Tapi bukan berarti tidak memiliki orang yang yang menyayanginya di rumah, dia memiliki satu orang yang sangat menyayanginya selalu membela dan menolongnya.
Orang itu tidak lain adalah ibunya, itu alasan dia pulang kerumah. Jika tidak ada ibunya dia males untuk pulang, kembali setelah di usir dari rumah.
" hati hati di jalan!." Seru Revan.
kedua matanya menatap punggung suster satu satunya semakin menjauh.
"Iya!" Jawab seru suster Ani terus melangkah kakinya sambil menatap kebelakang menatap Revan masih duduk.
Sudah memastikan punggung susternya tidak terlihat lagi dengan matanya, Revan segera masuk untuk sarapan.
Setelah itu keluar lagi, pergi memanggul keranjang obat di pundaknya untuk mencari bahan obat di hutan larangan dekat gunung ilahi. Gunung larangan yang penuh misteri kaya dengan bahan obat.
Langkah kaki terlihat santai dengan sendal sepit lusuh tipisnya beda merk ,melewati jalanan berbatu sangat panas di pinggir jalan beraspal hitam.
Kendaraan bermesin berlalu lalang lewat dari dua arah melewatinya, menciptakan desiran dan angin menerpa pakaian Revan bergambar kaligrafi mantra kuno bergetar.
Namun, sebuah mobil berwarna hitam melaju kencang dari depan, melewati gumbangan air jalan rusak. sehingga Air Terhempas dan membasahi tubuh Revan .
"Haiss..
Revan menghela nafas panjang, membersihkan pakaiannya, kedua matanya menatap mobil hitam melaju yang membuatnya bermandi air gubangan jalan. Lalu melanjutkan perjalanan.
Mobil hitam berhenti, melaju mundur dan berhenti di samping Revan.
"Hai pria miskin, apa kabar mu!" Ucap wanita di dalam mobil dengan tatapan menghina.
Dia bernama Dewita, teman SMP dan SMA di desa. Dia berada di kota tinggal bersama ayahnya.
"Sudahlah kak, jangan ladeni pria miskin itu lagi. Nanti ketularan virus miskinnya" ucap wanita duduk di samping dewita , bernama Lestari adik kandungnya.
Revan hanya memandang sambil menahan kesalnya.
"Baiklah." Jawab dewita melajukan mobilnya.
"Hais ..
"Mereka masih seperti itu." Ucap revan melanjutkan perjalanan.
Sedangkan di villa sangat mewah di aula depan, Suster Ani duduk sendirian hanya menghilangkan rasa lelahnya berjalan kaki sejarak 1 kilo meter dari klinik dia bekerja.
Semua fasilitasnya di sita oleh keluarga semenjak dirinya di nyatakan gila. Sampai sekarang belum di kembalikan.
"Hais...
"Benar-benar keluarga kejam, sudah tidak sayang lagi, semua barangku di renggut mereka. Terutama ayahku, dia ayah kandung ku apa bukan!" Guman muram memijat kedua pahanya terasa pegal.
"Huh...
"Andai saja, aku memiliki rumah sendiri. Aku akan pergi dari sini bersama ibuku." Gumannya.
"Ha ha...
Terdengar tawa seorang wanita penuh penghinaan dari belakang.
Suster Ani menatap kebelakang menatap seorang wanita dan pria paruhbaya berjalan menghampirinya dengan tatapan menghina. Mereka tidak lain adalah adik dan juga ayahnya bernama Larissa dan pak Rudi.
"Kamu masih tidak sadar diri dengan keadaan mu, seorang riwayat ODGJ." Ucap Larissa menatap adiknya penuh rasa jijik sambil kedua tangannya di lipatkan di pinggangnya.
"Kamu lebih rendah dari seorang gembel jalanan sekarang, seharusnya kamu bersyukur aku tidak mengusirmu lagi." Ucap Larissa lagi.
"Lihat pakaiannya seperti gelandangan, kotor harus di bersihkan." Timpal ayahnya menyiramkan air ke kepala anaknya tidak belas kasihnya.
Air tumpah menghantam kepala suster Ani , membasahi wajah dan pakaiannya. Namun Suster Ani diam saja, tidak berani melawan.
"Kalian!"
Ucap ibu kandung dari suster Ani berlari saat melihat putri kedua di perlakukan dengan tidak pantas. menepis botol air itu dengan kuat sehingga air berhempas mengenai pakaian hingga basah.
"Kamu...
"Apa yang kamu lakukan. Dasar ibu gila!" Ucap marah Larissa menatap ibunya sendiri dengan tatapan muram sambil membersihkan butiran air di wajah dan pakaian dengan kedua tangan putihnya.
"Itu pantas untuk mu, anak durhaka. ayo kita pergi!" Jawab ibu dari suster Ani bernama Bu Selena. Menarik tangan putrinya pergi berlahan meninggalkan tempat itu.
"Ibu... Apaksh ayah seperti itu?" Ucap Suster Ani sangat sedih.
"Bukan nak, dia bukan ayah mu lagi,tapi seorang iblis. Ayah mu sudah mati." Jawabnya mendekap putrinya sambil melangkah pergi, terlihat butiran air menetes di mata tuanya.
"Ibu..
Suster Ani membalas pelukannya.
"Kalian mau kemana!" Larissa menangkap tangan suster Ani dan mencengkeram erat.
"Ah... Sakit kak! Lepaskan!"
Suster Ani meringis kesakitan mencoba melepaskan genggaman tangan itu.
"Lepaskan! Dasar kakak tidak tahu diri!"
Bu Selena mencoba melepaikan genggaman tangan Larissa, lalu mengibaskan tangan Larissa dengan kuat, sehingga Larissa terhempas di tangkap ayahnya.
"Aku sangat kecewa dengan mu mas, mendidik anakmu seperti itu." Ucap Bu Selena menatap suaminya tidak berdaya.
Lalu melangkah pergi membawa putrinya pergi dari tempat itu ke dalam kamarnya.
"Aku tidak membiarkan ini terjadi, bersiap angkat dari rumah ini." Seru Larissa menatap suram ke dua punggung semakin menjauh.
Bu Selena mendengar ucapan Larissa terlihat muram.
"Kamu tenang saja, kami akan segera pergi dari sini." Ucap Bu Selena percaya diri.
Bu Selena memiliki identitas istimewa yang belum di ketahui oleh keluarganya. namun identitasnya di rahasiakan dan penampilannya di samarkan .itu adalah permintaan kedua orang tuanya ,agar Bu Selena tumbuh menjadi wanita sederhana dan baik tidak sombong.
Kini sudah saatnya dia kembali ke keluarga aslinya. Meninggalkan suami dan anak pertamanya yang tidak tahu diri.
"Tapi...
Ucapnya suster Ani berhenti di potong oleh ibunya.
"Percayalah pada ibu, tidak ada yang akan menghina kita lagi setelah keluar dari rumah ini." Tegasnya.
"Hu....
"Bagaimana ini? Jika aku di keluarkan dari rumah, aku kasihan sama ibu ku, pasti menderita nantinya." Guman di hati suster Ani.
Dia tidak percaya perkataan ibunnya karena dia tidak tahu identitas aslinya. Hanya mengenal sebagai wanita sederhana di nikahi orang pria kaya, kekayaannya lebih rendah dari keluarga ayah nya.
"Baguslah jika kalian sadar diri, di rumah ini tidak butuh kalian. Aku sangat menyesal menikahmu!" Ucap pak pandi menatap punggung istrinya menjauh.
"Aku harap kalian tidak akan kembali lagi disini!" Ucap pak pandi lagi menatap punggung istri dan putrinya keduanya tersenyum sinis.
Suster Ani dan ibunya masuk kedalam kamar dan keluar kembali membawa koper pakaian mereka. Berjalan melewati pak pandi dan Larissa.
"Tunggu dulu, kalian tidak akan membawa barang ini." Ucap pak pandi menahan keduanya mengambil alih kedua koper itu dengan paksa, sehingga suster Ani dan ibunya meringis kesakitan terjepit jarinya.
Pak pandi mencari beberapa pakaian,lalu melemparkan ke tubuh istri dan putri keduanya.
"Bawa itu, yang lainnya adalah pemberian ku. Kalian tidak berhak membawanya." Ucap pak pandi lagi.
Larissa hanya menatap penuh kemenangan dalam diam.
"Kamu..
Guman marah suster Ani akan menerjang ayahnya, dia tidak tahan lagi dengan sifat ayahnya.
"Sudah nak, semuanya tidak penting. Yang terpenting adalah kita sudah bebas dari neraka ini." Ucap ibunya menahan tubuh anaknya menerjang kearah ayahnya.
"Ingat mas, kehidupan akan terputar. Jangan cari aku jika kalian dalam kesusahan." Ucap Selena memperingatkan.
"Kita pisah!!"
Bu Selena membawa putrinya pergi tanpa membawa sehelai pakaian untuk salinan ,Karena di rumah lamanya ada banyak pakaian.
"Cih...
"Belagu. Itu bagus untuk kita."
Ucap pak Pandi menatap punggung istri dan putrinya pergi di telan pintu keluar.
"Betul yah, siapa mereka? Bisa apa mereka? Mereka hanya gembel jalanan saja." Timpal Larissa menatap jijik ibu dan adiknya.