

Andre menuruni anak tangga dengan cepat saat mendengar namanya dipanggil oleh sang ibu.
“Ada apa, Bu?” tanya Andre seraya mendekati wanita yang sudah mengenakan blazer hitam itu.
“Sini duduk dulu, ada yang mau ibu bicarakan dengan kamu.”
Andre berjalan ke arah meja makan, di mana ada dua orang wanita sedang duduk saling berhadapan dan bercanda ria.
“Sini nak, ibu mau keluar negeri selama beberapa bulan, ada kerjaan yang mengharuskan ibu berada di sana untuk waktu yang lama,” ujar Lina dengan senyum manis khasnya.
“Lalu?”
“Ibu sudah minta tante kamu untuk jaga kamu selama ibu pergi, jadi kamu tidak akan kesepian lagi,” jelas Lina seraya menggenggam tangan Mila.
“Aku sudah besar Bu, aku tidak perlu hal seperti itu,” ujar Andre seraya menatap wanita yang akan menjaganya itu.
Meskipun disebut sebagai tante, tapi usia Mila hanya enam tahun di atas Andre, dan saat ini wanita itu baru berusia tiga puluh tahun, sedangkan Andre berusia dua puluh empat tahun.
“Iya, ibu tahu, tapi tetap harus ada yang menjaga kamu selama ibu pergi. Ibu tahu bagaimana kamu kalau tidak ada ibu, lagipula tante Mila punya kerjaan di sini,” jelas Bu Lina.
“Maaf ya, Mila, kamu harus lihat semua ini, dia memang sudah nakal seperti ini.”
“Tidak apa-apa, kak, namanya anak muda, pasti ada masanya. Bukankah kita juga dulu seperti itu?”
Dengan senyum manis yang memperlihatkan lesung pipi, Mila menatap Andre, “Kamu mau kan tinggal bersama tante selama ini kamu tidak ada? Tapi kalau kamu masih keberatan, tante akan tinggal di kos dan akan datang sesekali… untuk melihat kamu. Tante tahu kalau anak-anak butuh ketenangan,” ujar Mila dengan senyum manis, dan tangannya yang halus menggenggam tangan Andre, yang entah mengapa membuat Andre sedikit terkejut, bahkan merasa seperti terkena setrum.
“Iya, tante, aku mau,” jawab Andre gugup.
Entah sadar atau tidak, sentuhan tangan lembut Mila telah membuat kesadaran Andre berada jauh darinya. Pria itu merasa ada hal lain yang tidak dia pahami dari sentuhan tangan itu.
“Baiklah, karena kamu sudah mau dan setuju, ibu bisa pergi dengan tenang,” ujar Lina dengan senyum bahagia.
Sejak ditinggal meninggal mendiang suaminya, ini pertama kalinya dia meninggalkan Andre, anak satu-satunya itu.
“Iya, Bu, ibu pergilah dengan tenang, jangan khawatirkan aku. Aku tidak akan merepotkan tante Mila, apalagi tante Mila adalah sepupu jauh ibu.”
Lina tersenyum, “Iya, sayang, selain sepupu jauh, tante Mila juga sering membantu ibu dalam bisnis.”
“Tidak perlu berlebihan seperti itu, Kak,” ujar Andre, “aku hanya melakukan apa yang seharusnya. Bisnis Kakak menjadi seperti ini karena kemampuan Kakak yang memang Luar biasa."
Setelah sarapan, semua orang sudah bersiap. Begitu juga dengan Andre yang sudah memegang ranselnya, menuju motor besar yang ada di garasi.
“Andre, kamu bisa sekalian antar Tante Mila ke kantor, kebetulan kalian searah."
Andre menatap Mila bingung. Bukan tidak mau, tapi wanita itu memakai rok span yang hanya satu jengkal dari bokong. Jadi, bagaimana dia akan duduk di atas motor besar itu?
"Tapi, Bu?"
“Sudahlah, bandara dan kantor Tante Mila berlawanan arah, dan mobilnya sedang ada di bengkel. Jadi, kamu saja yang antar karena searah," ujar Lina, lalu masuk mobil dengan cepat dan membiarkan Mila di luar bersama Andre yang masih kebingungan.
“Tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa, tante bisa naik taksi saja," ujar Mila lalu berjalan melewati Andre.
“Tunggu, tante boleh ikut denganku. Aku akan mengantar tante, kebetulan aku juga tidak terburu-buru," ujar Andre.
Mila tersenyum, "Terima kasih," ucapnya, lalu naik di atas motor.
Andre memperhatikan wanita cantik itu melalui spion, dan matanya tanpa sengaja melihat ke arah paha yang hanya tertutup sedikit itu, membuat napas Andre naik turun dengan cepat.
Biar bagaimanapun, Andre adalah pria normal yang akan mimisan saat melihat pemandangan yang indah seperti itu.
“Pakai ini, Tante." Andre memberikan jaketnya untuk Mila menutupi pahanya yang terlihat.
“Terima kasih," ucap Mila lagi, yang langsung memeluk Andre saat mesin motor mulai dihidupkan.
“Tante peluk sedikit tidak apa-apa, kan? Tante tidak pernah naik motor sebelumnya."Luar biasa."
Setelah sarapan, semua orang sudah bersiap. Begitu juga dengan Andre yang sudah memegang ranselnya, menuju motor besar yang ada di garasi.
“Andre, kamu bisa sekalian antar Tante Mila ke kantor, kebetulan kalian searah."
Andre menatap Mila bingung. Bukan tidak mau, tapi wanita itu memakai rok span yang hanya satu jengkal dari bokong. Jadi, bagaimana dia akan duduk di atas motor besar itu?
"Tapi, Bu?"
“Sudahlah, bandara dan kantor Tante Mila berlawanan arah, dan mobilnya sedang ada di bengkel. Jadi, kamu saja yang antar karena searah," ujar Lina, lalu masuk mobil dengan cepat dan membiarkan Mila di luar bersama Andre yang masih kebingungan.
“Tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa, tante bisa naik taksi saja," ujar Mila lalu berjalan melewati Andre.
“Tunggu, tante boleh ikut denganku. Aku akan mengantar tante, kebetulan aku juga tidak terburu-buru," ujar Andre.
Mila tersenyum, "Terima kasih," ucapnya, lalu naik di atas motor.
Andre memperhatikan wanita cantik itu melalui spion, dan matanya tanpa sengaja melihat ke arah paha yang hanya tertutup sedikit itu, membuat napas Andre naik turun dengan cepat.
Biar bagaimanapun, Andre adalah pria normal yang akan mimisan saat melihat pemandangan yang indah seperti itu.
“Pakai ini, Tante." Andre memberikan jaketnya untuk Mila menutupi pahanya yang terlihat.
“Terima kasih," ucap Mila lagi, yang langsung memeluk Andre saat mesin motor mulai dihidupkan.
“Tante peluk sedikit tidak apa-apa, kan? Tante tidak pernah naik motor sebelumnya."
"Tidak apa-apa," jawab Andre dengan nafas memburu, apalagi saat benda kenyal nan lembut itu menempel dengan sempurna di punggungnya.
“Andre, apa tante membuat kamu terkejut?"
“Maksud tante apa?" tanya Andre pura-pura polos.
“Maksudnya kedatangan tante yang tiba-tiba apa itu membuat kamu tidak nyaman?" tanya Mila tapi benda kenyal itu terus menggosok punggung Andre yang membuatnya semakin panas dingin.
“Tidak tante, aku baik-baik saja."
“Terima kasih, teriam kasih
karena sudah mengijinkan tante tinggal di rumah kalian, sejujurnya tante tidak nyaman kalau harus tiggal di kosan, kamu tahu sendiri pandangan orang terhadap janda seperti tante ini."
Andre hampir saja melepaskan gas saat mendengar itu, entah mengapa dia merasa kalau Mila sedang menjelaskan sesuatu yang tabu padanya.
“Tante dimana kantor tante?" tanya Andre yang ingin mengalihkan pembicaraan, dia tidak tahu harus menjawab apa, jadi dia hanya bisa memgalihkan pembicaraan.
“Di depan ada belok kiri, disitu kantor tante."
Andre dengan cepat menekan gas dan akhirnya smapai juga di kantor yang Mila maksud.
“Terima kasih Andre, kamu hati-hati ya," ucap Mila seraya mengembalikan jacket Andre.
“Sama-sama tante, kalau begitu, aku pergi dulu," pamit Andre yang tak tahan berada di sana lebih lama, entah mengapa dia tak sanggup melihat bagian depan Mila yang bergoyang saat wanita itu berbcara.
Mila menatap motor besar Andre yang sudah menjauh dengan cepat dan bahkan tak terlihat lagi hanya dalam hitungan detik saja.
“Muda dan polos, aku suka itu," gumam Mila llau masuk ke dalam kantor.
Andre baru saja memarkirkan motornya, entah mengapa kenyal dan lebutnya benda itu masih membuat nasaf Andre naik turun dengan cepat, padahal dia sudah sampai di kampus.
“Ada apa denganku? Mengapa aku terus saja memikirkan benda kenyal itu?"
Andre menghela nafas dan benar saja akhirnya dia benar-benar mimisan, padahal hanya memikirkannya saja, dia tidak percaya apa yang akan terjadi kalau sampai dia melihat dengan jelas benda itu tanpa penutup sama sekali.
“Andre, ada apa denganmu?"
Andre di kejukan dengan pertanyaan koyol dari sahabatnya Robert
“Apa apa, tidak apa-apa," jawab Andre ketus, seraya memukul pelan pundak Robert yang ada di depannya.
“Kamu mimisan Andre, apa kamu sakit?"
Mendengar itu, Andre segera melihat wajahnya dari balik kaca spion dan ternyata dia benar-benar mimisan, hanya karena memikirkan benda kenyal tante Mila nya.
“Cuaca, cuacanya terlalu panas," jawab Andre lalu mengeluarkan sapu tangan dan langsung membersihkan darah di hidungnya.
“Cuaca panas?"
Robert melihat ke arah langit, sama sekali tak merasakan kalau cuaca sedang panas, apalagi akhir-akhir ini sering sekali hujan, jadi cuacanya sangat adem.
“Andre, akmu tidak mugngkin sedang memikirkan sesuatu yang...?"
“Yang apa" aku bukan seperti kamu yang mengganti pacar seperti mengganti baju saja," ketus Andre, yang tak membiarkan Lukas menyelesaikan kalimatnya.
“Itu semua kebutuhan Andre, kamu hanya belum merasakannya saja, apalagi kalau bersama dengan
wanita yang sudah pernah menikah, itu rasa dan sensasinya jauh lebih enak dari pada bersama dengan per awaan yang polos," jelas Robert sambil menatap langit dan tersenyum, seakan sedang membayangkan apa yang dia katakan itu sedang terjadi.
“Dasar gila, apa kamu tidak takut ketahuan suami mereka?"
“Mengapa harus takut kalau mereka adalah wanita yang sydah tak bersuami lagi, alias janda," jelas Robert, masih dengan mata terpejam membayangkan sedang bermain bersama janda.
“Apa janda?"
Andre terkejut dan kembali
teringat akan benda kenyal Mila yang padat dan berisi yang lebih penting lagi, Mila adalah wanita yang sudah pernah menikah dan saat ini berstatus janda.
“Benar, di bimbing janda, rasanya jauh lebih syahdu dari pada kita membimbing per awan yang masih polos.”
Andre tak tahu harus berkata apa pada sahabatnya itu, tapi yang pasti, apa yang di katakan robert membuat Andre semakin penasaran dan mulai berpikir untuk membandingkannya.
“Kalau kamu ingin mencoba, aku akan mengenalkan kamu pada seorang wanita, dia masih tiga puluhan, tapi itunya..."
Robert tak berani menyebutkan langsung, dia hanya bisa membayangkan dengan mata tertutup.
“Coba kamu lihat ke sana," titah Robert seraya menunjuk dua gadis yang tak jauh dari mereka.
“Ukuran mereka sangat kecil, tapi kalau ukuran janda, itu sangat besar dan juga kenyal, saat dui cicip, rasanya enak dan bikin ketagihan, apalagi kalau pas di tangan."
Andre tidak tahu mengapa? Tapi saat mendengar penjelasn Robert, seluruh pikirannya tertuju pada benda milik Mila, apalagi saat berbicara tadi, benda itu bergerak naik turun.
Ting
Andre melihat ponselnya dan terkejut saat pesan yang dia terima berasal dari wanita yang sedang dia pikirkan.
“Tante Mila?" gumamnya pelan, seraya menutup ponsel dengan cepat, apalagi saat Robert mendekat dan hendak mengintip.
“Apa itu janda?" ejek Robert, dengan bibir terangkat ke atas membentuk senyum mengejek.
"Cantik tidak? kalau kamu tidak mau, bisa memberikannya padaku, aku yakin dia tidak akan menolak pesonaku," ujar Robert percaya diri.