Salju turun perlahan dari langit Transylvania, aku menghela nafas panjang, ketika kereta kuda yang kukendarai berhenti di depan sebuah rumah besar dengan arsitektur yang classic. Kudengar suara sang Kusir berbicara dengan seseorang, sebelum ia turun dan membukakan pintu kereta untukku, ia mengulurkan tangannya dan membantuku untuk turun. “Selamat datang di Pinewood, Tuan Muda… Tuan dan Nyonya Besar sudah menunggu di dalam,” setelah berkata demikian, ia memanggil seseorang.
Dari balik pagar rumah besar itu muncul seorang pria muda yang terlihat kikuk, ia berjalan mendekati kami dan segera mengangkat koper-koper milikku. Ia lantas masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa, tanpa menatap sang Kusir yang ia lalui. “Terimakasih Tuan Winston, karena telah bersedia mengantarkanku hingga kemari…” Kutatap pria tua di hadapanku dengan penuh rasa terimakasih, pria itu tersenyum dan menepuk bahuku dengan lembut.
“Bukan masalah, Tuan Muda… Kau bisa mengandalkanku kapanpun,” jawabnya sembari naik ke kursinya dan melambaikan tangan. Aku menatap kereta kuda itu hingga hilang di balik sebuah tikungan, kemudian menatap rumah besar di hadapanku. Setelah sepuluh tahun berlalu akhirnya aku kembali ke rumah ini, perjalanan panjang dari Bucharest membuat pinggangku terasa agak pegal. Namun membayangkan siapa yang akan kutemui membuatku melupakan rasa pegalku. Ku naiki tangga menuju ke pintu besar rumah itu, taman rumah itu sudah dipenuhi dengan salju putih, langkahku meninggalkan jejak tapak kaki yang terlihat aneh di mataku.
Baru saja aku tiba di depan pintu, tiba-tiba saja seseorang menarik dan membuka kedua pintu besar di hadapanku. “George! Aku rindu sekali padamu!” seorang wanita menghambur dan memelukku dengan erat. “Seharusnya kau segera mengabarkan kepada kami jauh-jauh hari, jika kau memang ingin kembali kemari, George,” seorang pria paruh baya ikut memelukku dengan erat.
Mereka adalah kedua orang tuaku, Tuan dan Nyonya Pinewood, aku telah bersekolah dan bekerja di Bucharest selama sepuluh tahun tanpa kembali ke Transyvania, karena kedua orang tuaku selalu mengunjungiku setiap liburan musim panas dan musim dingin. Tahun ini aku kembali karena benar-benar telah rindu pada kampung halamanku. “Malam ini para sepupumu akan datang berkunjung, kau harus lekas beristirahat agar nanti malam bisa segera bergabung bersama dengan kami,” ujar Ibuku dengan lembut, ia menggandeng dan menuntun menuju ke kamar, sementara Ayahku nampak melambaikan tangannya dan pergi ke ruangan lainnya.
“Apakah kita akan mengadakan pesta sebelum Natal?” aku bertanya kepada Ibu, ia tersenyum lebar dan menggenggam erat jemariku. “Ini adalah pesta penyambutan untuk kepulanganmu, semua orang merasa tidak sabar untuk bertemu denganmu, sudah sepuluh tahun sejak terakhir kali kamu berada di Transylvania, banyak orang merindukanmu, sayang… Karena itu Ayahmu bersikeras untuk mengadakan pesta perayaan untuk menyambut dirimu…”
Kukerutkan keningku sejenak, namun kemudian aku mengangkat bahu, aku sadar jika apapun yang dilakukan oleh kedua orang tuaku, semua itu demi menunjukkan perhatian dan kasih sayang mereka kepadaku. Kami masuk ke dalam ruangan yang dari dulu hingga saat ini masih menjadi ruang kamarku, ruangan itu sudah direnovasi dengan warna-warna pastel yang segar. Perapian di dalam kamarku menyala dengan api kecil, agar ruangan itu tetap hangat di musim dingin, ranjangku bahkan dipasangkan kelambu yang indah, tirai-tirai besar menutupi jendela kaca yang menjulang setinggi dua meter.
Kusibak tirai itu dan memandang salju yang turun dari langit, “Sudah lama sekali bukan, sejak terakhir kali kau berada di sini? Bagaimana? Apakah kau merasa nyaman bisa kembali ke sini?” Ibu bertanya kepadaku dengan senyuman yang tidak lepas dari wajahnya. Aku menutup tirai dan menganggukkan kepala dengan gembira, kupeluk Ibu yang jarang kutemui, mencium aroma harumnya yang selama ini selalu kurindukan.
“Beristirahatlah, sayang… Aku akan mengetuk pintumu, jika semua persiapan telah selesai…,” Ibu mengecup keningku sekilas, lalu membiarkanku beristirahat seorang di kamar. Kupandangi sekeliling kamarku, lalu merebahkan tubuh di atas ranjang yang empuk dan hangat, selama bekerja di luar sana, aku nyaris tidak pernah beristirahat dengan baik, sebagai seorang pegawai baru, pastinya aku selalu mengerjakan banyak pekerjaan dari seniorku. Baru hari ini aku bisa menikmati suasana yang menyenangkan dan menghangatkan di rumahku sendiri.
Aku mulai merasa mengantuk dan kemudian tertidur nyenyak entah untuk beberapa lama, hingga tiba-tiba Ibuku membangunkanku dengan lembut di telinga. “George, bangun sayang… Para sepupu-mu sudah tiba dan bersantai di ruang keluarga, ayo lekas bersiap, kita akan mengadakan acara makan malam bersama!” Aku bangkit dan mengerjapkan mata, kupandangi Ibuku yang nampak sangat bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah menyeka tubuhku dengan air hangat, Ibu membantuku untuk mengenakan jas biru tua yang telah dipersiapkan oleh Ibu untukku, dengan kemeja putih dan dasi kupu-kupu.
Ibu membantu menata rambutku, lalu menyematkan sapu tangan di saku jas-ku. Ia menatap cermin dan merasa sangat puas. “Kau memang putraku yang paling tampan! Nah, sekarang ayo bergegas menuju ke ruang keluarga, semua orang sudah menunggu kita!” Kami melangkah dengan sedikit tergesa-gesa di koridor rumah yang cukup besar. Hiasan-hiasan Natal dipasang dengan baik di setiap sudut rumah, aku merasa kagum dengan Ibuku, yang telah membuat rumah ini menjadi sangat berwarna!
Semua orang menyambut kami dengan penuh kegembiraan, ketika aku muncul di depan pintu, sepupu-sepupu ku menyeringai karena mereka datang dengan pacar mereka masing-masing. Tentu saja itu menjadi kesempatan bagi mereka untuk meledekku habis-habisan. Acara makan malam kami lalui dengan penuh kegembiraan, tidak ada satu orang pun yang terlihat murung, aku benar-benar merasa beruntung bisa pulang tahun ini! Ketika makan malam berakhir, para orang tua berkumpul di ruangan lain, sedangkan aku dan para sepupu, berkumpul di ruang perpustakaan.
Seorang pria yang merupakan koki keluarga kami masuk ke dalam ruangan, sembari membawa coklat hangat dan kue-kue manis di atas sebuah baki. “Terimakasih Tuan Oliver,” kuucapkan terimakasih kepada pria itu, ia hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya seperti biasa, tanpa banyak bicara. “George, kau harus bercerita tentang Dracula dan hantu itu, kau sudah berjanji selama bertahun-tahun untuk menceritakan kisah itu! Mumpung kau berada di sini, sebaiknya kau segera menceritakan kisah itu, atau aku akan penasaran!” Mathylda duduk merapat mendekatiku dan mulai merengek untuk sebuah kisah horror.
Tuan Oliver menghentikan langkahnya mendengar hal itu, ia menoleh sebentar dan menatap diriku, “Apakah Tuan Muda yakin akan menceritakan kisah itu? Terakhir kali Tuan menceritakannya, Tuan hampir tidak bisa tidur!” kupandangi Tuan Oliver untuk sejenak, lalu menganggukkan kepalaku. “Aku sudah cukup dewasa, Tuan, seharusnya ini tidak akan menjadi hal yang sulit bagiku…” Tuan Oliver terdiam sejenak, ia memutar tubuhnya dan kemudian meninggalkan kami, kutatap pojok ruangan yang tertutup tirai, aku bisa melihat dengan jelas, bayang-bayang yang berada di balik tirai itu, entah itu benar-benar seseorang atau imajinasi yang berasal dari rasa takutku, namun kemudian aku menguatkan diri dan memulai cerita itu…
“Kisah ini sudah terjadi cukup lama dan aku akan menggunakan nama samaran, untuk melindungi mereka semua, yang selamat dari kejadian itu… Begini kisahnya…”