Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Setelah 40 Hari Kematian

Setelah 40 Hari Kematian

Faty Rose | Bersambung
Jumlah kata
55.4K
Popular
256
Subscribe
46
Novel / Setelah 40 Hari Kematian
Setelah 40 Hari Kematian

Setelah 40 Hari Kematian

Faty Rose| Bersambung
Jumlah Kata
55.4K
Popular
256
Subscribe
46
Sinopsis
18+HorrorHorrorMisteriDunia Gaib21+
Setelah empat puluh hari kematian ibunya, kehidupan Alya perlahan berubah menjadi penuh teka-teki. Kejadian aneh mulai menghantui hari-harinya, bayangan yang mengikuti, suara yang memanggil dari kejauhan, dan mimpi-mimpi yang terasa terlalu nyata.Hingga suatu malam, Alya menemukan sebuah buku catatan milik mendiang ibunya. Di dalamnya tersembunyi rahasia kelam: sang ibu ternyata bukan meninggal karena sakit, melainkan dibunuh.Penyelidikan Alya membawanya ke dunia yang tak kasatmata, di mana arwah, kutukan, dan dendam saling terikat. Dalam pencarian itu, ia bertemu dengan Raden Kusuma—makhluk dari alam lain yang terikat janji dengan roh ibunya. Pertemuan mereka membuka kisah cinta dua alam yang mustahil, sekaligus menguak misteri besar di balik kematian sang ibu.Namun, semakin dalam Alya menggali, semakin dekat pula bahaya yang menunggu… antara cinta, kematian, dan takdir yang sudah digariskan sejak lama.
Bab 1: Malam Sesudah Acara

Hujan masih turun di luar rumah, menyisakan jejak embun di kaca jendela yang berembun. Rumah tua itu dipenuhi kesunyian setelah seluruh tamu undangan pergi dari acara 40 hari kematian ibu mereka, Sari, yang baru saja selesai, yang tersisa hanya Mbok Wati dan anaknya membantu membereskan sisa dari acara. Alya Sukmawati 19 tahun, anak sulung di keluarga itu, duduk termenung di ruang tamu. Sesekali, ia menatap potret ibunya yang tergantung di dinding, senyumnya seolah-olah masih memandangi Alya dengan penuh kasih sayang .

Dito, adik bungsunya yang berusia delapan tahun, sudah tertidur di kamar. Sementara itu, Bram 38 tahun, ayah mereka, tampak sibuk di ruang kerjanya. Meski acara tadi dipenuhi dengan doa dan dukungan dari beberapa kerabat, suasana duka tetap tak bisa dihilangkan. Alya masih merasakan kekosongan yang menggelayut di setiap sudut rumah, kenangan ibunya begitu terasa.

Malam semakin larut. Alya memutuskan untuk membantu membereskan dapur yang masih dipenuhi gelas dan piring bekas tamu. Saat ia berjalan melewati lorong, langkahnya terhenti. Sebuah aroma yang sangat dikenalnya menguar di udara—kopi. Kopi tubruk kesukaan ibunya, yang biasa diminum ibunya setiap malam sambil membaca buku.

Alya mengerutkan kening. Tak ada yang membuat kopi tadi waktu acara. Ia berjalan perlahan menuju ke arah dapur, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ketika ia sampai di pintu dapur, ia terdiam terpaku. Di atas meja, ada cangkir kopi terlihat masih mengepul, uapnya mengepul melayang tipis ke udara.

"Siapa yang membuat ini?" gumam Alya sambil berjalan melangkah mendekat. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menyentuh cangkir itu. Terasa hangat. Kopi itu baru saja dibuat.

Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara langkah kaki terdengar di belakangnya, memecah kesunyian. Suara itu ringan, hampir tak terdengar, seperti langkah seorang perempuan. Alya menoleh cepat, tetapi ia mendapati lorong itu kosong, tidak ada seorangpun.

"Siapa di sana?" tanyanya gemetar, mencoba mengendalikan ketakutannya.

Tak ada jawaban. Sepi, namun ia merasa udara di sekitarnya semakin terasa dingin. Alya menelan ludah, berusaha meyakinkan dirinya sendiri,bahwa semua ini hanyalah imajinasi saja, tetapi kemudian ia mendengar suara lembut yang sangat ia kenal.

"Alya..."

Suara itu seperti bisikan, berasal dari arah dapur. Mata Alya membesar, jantungnya berdebar, Suara itu adalah seperti suara ibunya.

Tanpa sadar, kakinya melangkah mundur. Takut. Ia merasa seolah ada yang memperhatikannya dari sudut ruangan, namun ketika ia menoleh, tetapi tak ada siapa pun di sana, dengan napas yang memburu, Alya langsung berlari ketakutan menuju ke arah kamar adiknya Dito, lalu mengunci dirinya di dalam kamar.

Pikiran Alya dipenuhi pertanyaan. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah ibunya benar-benar sudah pergi, atau apakah ada sesuatu yang masih tertinggal di rumah ini? Malam itu, Alya tak bisa tidur. Tatapannya terus mengarah ke pintu kamar, berjaga-jaga dari sesuatu yang mungkin akan muncul di baliknya.

---

Alya duduk terdiam di sudut kamar, tangannya memeluk lututnya dengan erat, mencoba berusaha menenangkan diri. Suara detakan jam dinding terdengar begitu jelas, mengisi kekosongan yang semakin menyesakkan dada. Dito sudah kembali tertidur, napasnya terdengar pelan dan teratur, namun Alya tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari alasan rasional di balik kejadian aneh yang baru saja ia alami.

Ia mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi pada malam ini. Cangkir kopi, suara langkah kaki, dan bisikan lembut ibunya. Semua itu terasa begitu nyata. Tapi apakah itu hanya khayalan ia saja, karena kelelahan dan kesedihan? Alya menggigit bibirnya berusaha tetap sadar, tidak ingin terlalu larut dalam keraguan, tapi perasaan cemas itu semakin menghantuinya.

Tiba-tiba, suara pelan dari luar kamar membuatnya terlonjak. Suara langkah kaki lagi. Kali ini terdengar lebih dekat, seolah-olah datang dari lorong yang memisahkan kamar mereka dengan ruang tamu. Alya mengalihkan pandangannya ke pintu yang tertutup, matanya berkelip cepat. Ia berniat ingin memanggil ayahnya, namun suara itu tiba-tiba berhenti. Keheningan kembali menyelimuti rumah itu, bahkan suara hujan di luar pun terdengar semakin menjauh.

Dengan gemetar, Alya berdiri dan melangkah pelan menuju pintu kamar. Tangan kirinya terulur ke gagang pintu, tetapi saat ia hampir menyentuhnya, sebuah suara serak dan lemah terdengar dari dalam kamar.

"Alya... hati-hati..."

Suara itu kembali. Kali ini lebih jelas, lebih dalam, dan terasa begitu dekat. Alya menahan napas. Suara itu bukan hanya bisikan. Itu adalah suara ibunya, suara yang sudah tidak pernah ia dengar selama 40 hari ini.

Dengan tubuh yang semakin gemetar, Alya membuka pintu kamar dengan hati-hati. Langkah kakinya menuju lorong sempit yang gelap, hanya diterangi oleh lampu redup dari ruang tamu. Suara itu semakin jelas, semakin nyata, dan membuat perasaan takutnya semakin mendalam. Namun, Alya bertekad untuk menemukan jawabannya.

Saat ia sampai di ujung lorong, matanya tertuju pada sesuatu yang mengerikan di ruang tamu. Di atas meja, ada secangkir kopi yang masih mengepul, sama persis dengan yang ia temui sebelumnya. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di samping cangkir itu, terdapat secarik kertas, dengan tulisan, seolah-olah ada seseorang yang baru saja menulis sesuatu di sana.

Dengan rasa takut yang semakin menumpuk dan jantung berdebar, Alya mendekati meja itu, mengambil kertas tersebut, dan membaca isi tulisan yang terlihat. Tertulis di sana dengan tulisan tangan yang familiar, tulisan yang tidak sangat asing baginya:

"Jika kamu menemukan ini, jangan biarkan aku pergi. Karena aku tahu siapa yang melakukannya."

Jantung Alya berdegup kencang. Kata-kata itu seperti menembus dirinya. Sebelum ia sempat mencerna lebih jauh, suara langkah kaki kembali terdengar. Namun kali ini, langkah itu datang dari arah belakangnya. Alya menoleh, dan matanya membelalak... kaget disana berdiri..

***

Lanjut membaca
Lanjut membaca