Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Perjalanan Waktu Ricky Saputra

Perjalanan Waktu Ricky Saputra

Daozhun | Bersambung
Jumlah kata
109.1K
Popular
2.5K
Subscribe
222
Novel / Perjalanan Waktu Ricky Saputra
Perjalanan Waktu Ricky Saputra

Perjalanan Waktu Ricky Saputra

Daozhun| Bersambung
Jumlah Kata
109.1K
Popular
2.5K
Subscribe
222
Sinopsis
PerkotaanAksiReinkarnasiMengubah NasibPertualangan
Kehidupan masa lalu yang penuh penyesalan pengusaha kuliner Ricky Saputra. Dia menderita karena isteri yang berselingkuh, dibiarkan mati di bangsal kumuh tanpa pengobatan yang pantas, membuat Ricky Saputra ingin merubah akhir ceritanya, ketika dia terbangun lagi, lima belas tahun sebelum 2025. Di beri kesempatan hidup lagi dan memulai dari tahun 2010, membuat Ricky tak akan salah memilih cinta yang sejati, yang tidak membiarkan dia mati mengenaskan, tanpa seorangpun disisinya.
Perpisahan dan Doa Terakhir

Ruangan sempit di Bangsal Melati Rumah Sakit Bumiayu itu terasa pengap. Sebuah kipas angin tua berderit di sudut, nyaris tak mampu menghalau hawa panas yang menekan. 

Di ranjang besi berkarat, seorang pria kurus terbaring dengan selang oksigen menempel di hidungnya. Kulitnya pucat kekuningan, matanya cekung, dan tubuhnya yang dulu tegap kini tinggal tulang berbalut kulit.

Dia adalah Ricky Saputra, 32 tahun, pengusaha kuliner yang namanya pernah menghiasi halaman bisnis berbagai majalah nasional.

"Pak Ricky, waktunya minum obat," Suster Dewi masuk sambil membawa nampan berisi beberapa pil. Matanya menatap iba pada sosok yang terbaring lemah itu.

Ricky hanya bisa mengangguk lemah. Tenggorokannya terlalu kering dan sakit untuk berbicara. Dengan tangan gemetar, ia menerima pil-pil tersebut dan meminumnya dengan bantuan Suster Dewi.

"Terima... kasih," ucapnya terbata.

Suster Dewi menggelengkan kepala sambil merapikan selimut tipis yang menutupi tubuh Ricky. "Sama-sama, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi?"

Ricky menggeleng pelan. Matanya menerawang ke langit-langit yang menguning. Beberapa bagiannya mengelupas, menampakkan beton yang retak.

Setelah Suster Dewi keluar, Ricky melirik ke arah jendela kecil yang menghadap ke halaman rumah sakit. 

Dari sana, ia bisa melihat gedung utama Rumah Sakit Bumiayu yang mewah dengan kamar-kamar VIP. Tempat di mana seharusnya ia dirawat, seandainya Lisa—istrinya—masih peduli.

"Kasihan ya, Pak Ricky," suara Suster Dewi terdengar dari luar pintu, berbicara dengan rekannya, Suster Ratih. Mereka tidak tahu bahwa suara mereka cukup jelas terdengar sampai ke dalam.

"Iya, dulu kan dia pengusaha sukses dengan Bakmi Phoenix-nya. Sekarang dibuang begitu saja di bangsal kelas tiga," balas Suster Ratih.

"Istrinya itu lho, tega banget. Katanya sih, lagi dekat sama dokter spesialis onkologi di sini. Dokter Aryo itu..."

"Yang ganteng itu? Ah, pantesan. Memang sudah lama sih desas-desusnya. Katanya mereka sudah kenal dari SMA."

Ricky memejamkan mata, mencoba mengabaikan percakapan itu. Tapi kenyataannya, setiap kata menghujam seperti pisau ke jantungnya yang sudah lemah.

Lima belas tahun yang lalu, ia adalah siswa biasa di SMA Bumiayu Utama. Bersama Rosa, sahabat terbaiknya, mereka bermimpi membangun usaha kuliner sederhana. 

Tapi kemudian Lisa datang. Dia gadis yang cantik, populer, dan kaya. Lisa yang tertarik pada ide bisnisnya, dan Lisa juga lah  yang membuat Ricky berpaling dari Rosa yang setia.

Dengan dukungan finansial dari keluarga Lisa, Bakmi Phoenix tumbuh menjadi waralaba kuliner terbesar di Indonesia. Ricky menjadi kaya raya, namun kehilangan segalanya ketika kanker menggerogoti tubuhnya.

"Pak Ricky," Suster Dewi kembali masuk, kali ini dengan wajah lebih serius. "Dokter Aryo mau memeriksa Bapak sebentar lagi."

Ricky tersenyum pahit. "Tidak... perlu," ucapnya dengan suara serak. "Saya... tahu... waktunya... tidak lama lagi."

Suster Dewi menunduk, tidak membantah. Hasil laboratorium terakhir memang menunjukkan bahwa kanker hati Ricky sudah menyebar ke seluruh tubuh. Perawatan paliatif yang ia terima di bangsal kelas tiga ini hanyalah formalitas.

"Suster," Ricky memanggil dengan sisa tenaganya. "Boleh... saya minta... kertas dan pulpen?"

Dengan cepat Suster Dewi mengambilkan sebuah notes kecil dan pulpen dari sakunya. Ricky menuliskan sesuatu dengan tangan gemetar, lalu melipat kertas itu.

"Tolong... berikan ini... ke alamat ini... kalau saya... sudah pergi," pintanya.

Suster Dewi menerima kertas itu dan mengangguk. Ia tahu itu adalah alamat Rosa, mantan kekasih Ricky yang kini menjadi guru di sebuah sekolah dasar di pinggiran kota.

Malam semakin larut. Hujan mulai turun di luar, membasahi jendela kecil kamar itu. Ricky menatap tetesan air yang mengalir di kaca, seperti air mata yang tak sanggup ia keluarkan lagi.

Dalam kesendirian itu, ia mulai berbisik. Bukan kepada siapapun di ruangan itu, tapi kepada kekuatan yang mungkin bisa mendengarnya.

"Dewa... atau siapapun yang mendengar... jika aku diberi kesempatan kedua..." suaranya tercekat, "aku tidak akan mengulangi kesalahanku. Aku akan memilih Rosa... gadis sederhana yang selalu setia... bukan Lisa yang hanya mencintai kesuksesanku."

Air mata akhirnya menetes dari sudut matanya yang cekung.

"Aku ingin memperbaiki segalanya... aku ingin kembali... ke masa itu..."

Detak jantungnya mulai melemah. Monitor di sampingnya menunjukkan garis yang semakin jarang naik turun.

"Beri aku... kesempatan kedua..."

Tiba-tiba, ruangan itu dipenuhi cahaya putih yang menyilaukan. Ricky merasakan tubuhnya menjadi ringan, seolah melayang. Rasa sakit yang selama ini menggerogotinya perlahan menghilang.

Di kejauhan, ia mendengar suara denging panjang dari mesin pacu jantung. Suara itu semakin lama semakin samar, tergantikan oleh keheningan yang damai.

Kemudian, segalanya menjadi putih dan datar.

Suster Dewi berlari masuk ke kamar, diikuti oleh dua perawat lainnya. Tapi mereka tahu sudah terlambat. 

Tiiiiit

Garis lurus di monitor dan suara denging panjang itu menandakan bahwa Ricky Saputra telah pergi.

Yang tidak mereka ketahui adalah bahwa di suatu tempat, di suatu waktu yang berbeda, sebuah kesempatan kedua telah diberikan.

++++

Putih. Semuanya putih.

Lalu perlahan, warna-warna mulai bermunculan. Suara-suara samar terdengar, semakin lama semakin jelas. 

Ricky mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba memfokuskan pandangannya yang kabur.

"Hei, Ricky! Kamu melamun lagi, ya?"

Suara itu terdengar familiar. Sangat familiar hingga membuat jantung Ricky berdegup kencang. Ia menoleh ke arah sumber suara dan terkesiap.

Di hadapannya berdiri seorang gadis berseragam putih abu-abu dengan rambut hitam sebahu yang diikat setengah. Wajahnya manis dengan pipi sedikit tembam dan mata bulat yang memancarkan ketulusan. 

Rosa. Itu Rosa Anggraini.

"R-Rosa?" Ricky tergagap, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Rosa mengerutkan kening. "Iya, ini aku. Kenapa sih? Kamu sakit?" Tangannya terulur, menyentuh dahi Ricky dengan lembut.

Sentuhan itu nyata. Hangat. Ricky tersentak mundur, matanya melebar saat menyadari di mana ia berada. 

Lorong SMA Bumiayu Utama yang ramai dengan siswa-siswi berseragam putih abu-abu. Poster-poster kegiatan ekstrakurikuler tertempel di dinding. 

Spanduk besar bertuliskan "Selamat Datang Siswa Baru Tahun Ajaran 2010/2011" terbentang di atas kepala mereka.

Ricky tertegun... "Bukankah hari ini, hari kematianku di tahun 2025?"

Bersambung

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca