Felix berjalan dengan langkah santai di koridor sekolah, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Dia sudah terbiasa menjadi sasaran bullying dan ejekan dari teman-temannya. Dengan postur tubuh yang tinggi dan tampang yang tampan, Felix seharusnya menjadi pusat perhatian, tetapi dia memilih untuk menyembunyikan dirinya di balik topeng kelemahan.
Saat di sekolah, Felix adalah siswa yang pendiam dan tidak banyak berbicara. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan atau mengerjakan tugas sendirian. Namun, kehidupan Felix di luar sekolah sangat berbeda. Di jalanan, dia adalah ketua gangster yang disegani dan dihormati oleh banyak orang.
Felix memasuki kelasnya dan langsung menuju ke tempat duduknya. Dia berusaha untuk tidak menonjolkan dirinya dan hanya ingin melewati hari ini dengan damai. Namun, dia tidak tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang sangat berbeda dari biasanya.
Saat Felix duduk di tempatnya, dia melihat beberapa siswa yang sedang berbicara dan tertawa. Felix tidak terlalu memperhatikan mereka, karena dia sudah terbiasa dengan kehidupan sekolah yang seperti ini. Dia memilih untuk mendengarkan lagu dengan headset nya. Pandangan matanya tertuju ke luar kelas, melihat anak-anak bermain basket dengan gembira.
Tiba-tiba, dua siswa dari kelas sebelah datang ke kelas Felix. Mereka langsung menuju meja tempat Felix duduk. Beberapa siswa yang ada di dalam kelas, terdiam. Mata mereka memperhatikan siswa-siswa itu.
Brak! Seorang siswa berbadan besar, tiba-tiba memukul meja Felix dengan keras, membuat semua orang terkejut, termasuk Felix.
“Hei! Ikut dengan kami sekarang juga!” seru siswa itu.
Felix langsung melepaskan headset nya dan menaruhnya di kolong meja. Dia segera bangun dan mengikut kedua siswa itu keluar dari kelas. Tanpa dijelaskan, Felix sudah mengetahui niat kedatangan kedua siswa itu. Namun, dia tetap diam dengan ekspresi tenang.
Kedua siswa tadi, membawa Felix ke halaman belakang sekolah, tempat mereka biasa berkumpul. Di sana, sudah menunggu seorang siswa dengan penampilan mirip berandalan sedang berdiri sambil bersandar pada tembok. Kedua tangannya terlipat di depan dada, pandangan matanya tajam menatap ke arah Felix.
“Bos, kami sudah membawa anaknya,” ujar salah satu siswa itu pada siswa yang menunggu.
Siswa yang dipanggil Bos itu terlihat senang tapi juga kesal. Dia berjalan menghampiri Felix dan langsung mencengkeram kerah baju Felix. “Hei, Bocah! Berani sekali kamu tidak menemui ku dulu!” seru siswa itu, mengintimidasi.
“...”Felix hanya diam tanpa ekspresi. Matanya terlihat malas menatap siswa di depannya tanpa rasa takut. Hal seperti ini, sudah menjadi makanan sehari-hari Felix saat di sekolah. Dia memang dianggap lemah, sehingga mudah untuk ditindas dan Felix tidak mau membalasnya.
“Tunggu apa lagi! Ambil uangnya dan beri dia pelajaran, karena tidak datang menemui ku,” titah bos siswa itu dengan tegas.
Kedua siswa tadi langsung memegangi kedua tangan Felix dengan erat. Felix langsung memberontak, berusaha untuk melepaskan diri. Prakas, nama siswa yang dipanggil Bos.
“Diam! Jangan membantah!” teriak salah satu siswa yang memegangi Felix.
“Semakin kamu berontak, semakin lama! Jadi, diam saja!” Siswa yang lain ikut berbicara.
Felix mengepalkan tangannya dengan kuat, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Prakas langsung merogoh saku celana Felix dan mengambil semua uang sakunya.
Dia sedikit terkejut saat mengetahui uang Felix tidak seperti biasanya, lebih sedikit dari sebelumnya. “Hei! Kenapa cuma segini?! Di mana lagi kamu menyimpan uangnya?” tanya Prakas dengan nada tinggi.
“...” Felix kembali diam. Dia tidak akan bicara apapun selama di sekolah. Karena itu, dia mendapat juluk kan si bisu. Prakas tersulut emosinya, langsung menarik rambut Felix dengan kuat.
“Katakan! Di mana lagi kamu menyimpan uang saku mu? Tidak mungkin, kamu hanya membawa uang segini!” Prakas kembali menggertak Felix. Namun, usahanya sia-sia, karena Felix tetap diam.
“Bisu! Katakan saja, di mana lagi uangmu?! Jika kamu masih diam seperti ini, jangan salahkan kami!” Anak buah Prakas ikut mengancam Felix.
Karena, begitu lama Felix tidak memberi jawaban, Prakas semakin kesal. Dia langsung melayangkan tinjunya ke perut Felix, hingga membuatnya tersungkur.
“Beri dia pelajaran!” pinta Prakas pada kedua temannya.
Kedua temannya sangat senang dan langsung menghajar Felix tanpa ampun. Felix hanya bisa diam menerima semua pukulan tanpa ada niat untuk membalasnya. Bel sekolah berbunyi, menandakan kelas akan segera dimulai.
“Hei, hentikan! Ayo, pergi!” ajak Prakas.
“Cih! Dasar bisu!” umpan salah satu teman Prakas.
Ketiga siswa itu langsung pergi meninggalkan halaman belakang. Felix masih meringkuk kesakitan di lantai. Dia berbaring di lantai sambil menatap langit yang cerah hari itu. Setelah terdiam cukup lama, Felix segera bangun.
Berjalan dengan gontai menyusuri lorong sekolah yang sepi, karena kelas sudah dimulai. Sampai di kelas, Felix langsung menuju ke tempat duduknya. Teman-teman sekelas terus memperhatikan dia yang tampak berantakan. Untung saja, saat Felix masuk ke kelas, guru belum datang. Dia pun aman dari pertanyaan guru.
“Sis, itu Felix kenapa? Ko mukanya babak belur gitu?” tanya salah satu siswa pada rekan semeja nya yang bernama Siska.
“Paling berurusan sama Prakas CS, apa lagi,” jawab Siska, dengan malas.
“Duh, kasihan banget. Padahal, kalau dilihat-lihat Felix itu tampan loh. Udah putih, tinggi, pintar lagi.” Teman Siska terpesona pada Felix sampai memujinya.
“Iya si, tapi-“ Ucapan Siska terhenti karena pintu kelas terbuka. Seorang guru perempuan masuk ke dalam kelas.
Suasana berubah hening, semua fokus pada guru itu. Namun, berbeda dengan Felix yang terlihat cuek membaringkan kepala di atas meja.
“Selamat pagi, semua!” sapa bu guru dengan tegas.
“Pagi, Bu!” Semua anak-anak membalas sapaan, kecuali Felix.
“Hari ini, Ibu membawa kabar baik untuk kalian semua. Hari ini, kelas kalian kedatangan teman baru,” ucap bu guru. “Masuklah!”
Semua siswa dan siswi mulai berbisik-bisik, penasaran siapa murid baru yang dimaksud bu guru. Pintu kelas kembali terbuka dan terlihat seorang gadis cantik. Gadis itu memiliki rambut panjang dan mata yang indah, berdiri di depan kelas sambil tersenyum malu-malu.
“Selamat pagi, semua. Perkenalkan, namaku Hua Youlin, teman-teman bisa memanggilku Youlin. Aku pindahan dari Taipe, di China. Senang bertemu dengan kalian semua,” ucap Youlin dengan sedikit terbata, karena belum terbiasa dengan bahasanya.
Para siswa terkesima akan kecantikan dan keramahan Youlin. Beberapa gadis pun merasa senang dan menyambut Youlin dengan ramah.
“Baik. Cukup sampai di sini perkenalannya. Youlin kamu bisa duduk di samping Felix.” Bu Guru menunjuk ke meja Felix.
“Terima kasih,” balas Youlin sambil membungkuk hormat.
Bu Guru tersenyum kecil. Youlin segera menuju kursi kosong di samping Felix. Namun, Felix tidak menyadari jika di sampingnya kini telah terisi oleh gadis cantik.
“Felix!” panggil bu Guru.
Felix tidak mendengar panggilan guru. Youlin yang duduk di sampingnya merasa bingung, dia mengalihkan pandangannya ke arah depan.
“Felix! Kamu dengan Ibu tidak!” Suara bu guru semakin keras.
Felix mengangkat tangannya sebagai tanda kalau dia mendengar panggilan bu guru. Bu guru hanya menghela napas panjang dengan kelakuan Felix itu.
“Mulai hari ini, kamu bantu Youlin. Kamu mengertikan, Felix?” tanya bu guru.
Felix mengangkat kepala dan menganggukkan kepalanya. Saat pertama kali melihat Felix, Youlin terkejut melihat wajah laki-laki di sampingnya penuh memar. Namun, dia tidak berani bertanya karena dia baru di sini.
Pelajaran pun dimulai, Felix terus fokus menyimak penjelasan guru di depan tanpa mempedulikan gadis di sampingnya. Youlin sendiri tidak begitu fokus pada pelajaran, karena dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Felix.