Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
LEGACY OF THE MONSTER'S BLOOD

LEGACY OF THE MONSTER'S BLOOD

Widya Pramesti | Tamat
Jumlah kata
137.7K
Popular
1.3K
Subscribe
93
Novel / LEGACY OF THE MONSTER'S BLOOD
LEGACY OF THE MONSTER'S BLOOD

LEGACY OF THE MONSTER'S BLOOD

Widya Pramesti| Tamat
Jumlah Kata
137.7K
Popular
1.3K
Subscribe
93
Sinopsis
18+FantasiSci-FiMonsterMisteriThriller
Kael, remaja tanpa asal-usul, hidup bersama seorang ilmuwan tua yang terobsesi pada satu hal: menyatukan parasit dengan darah manusia. Suatu hari, ia bertemu detektif muda yang menyamar sebagai murid baru di sekolahnya. Kehadirannya membuka kembali teka-teki kelam tentang eksperimen terlarang di kota Virelle. Tentang asal-usul Kael, tentang monster yang bersembunyi di balik dinding sekolah, dan tentang darah misterius yang kini menjadi incaran entitas parasit. Siapa sebenarnya Kael? Apa yang disembunyikan kota ini? Dan saat rahasia darah mulai terbongkar, akankah mereka menemukan kebenaran atau justru mengundang kehancuran yang lebih besar?
Parasit Mutagenik

Dua puluh tahun lalu, langit kota Virelle memerah. Api melahap gedung-gedung pemerintah, sirine meraung, dan jeritan manusia menggema di udara.

Semuanya berawal dari ruang bawah tanah Institut Biogenetik Virelle. Sebuah eksperimen terlarang dilakukan secara diam-diam. Dr. Calven Riedhart, ilmuwan jenius yang terobsesi, menemukan parasit mutagenik yang masih hidup setelah ribuan tahun terkubur dalam es Arktik. Parasit itu bukan hanya bertahan hidup, tapi juga mampu berevolusi cepat dan mengubah inangnya.

Lalu dia memilih inang percobaannya: putra kandungnya sendiri, Axel Riedhart.

"Bayangkan ini," bisik Calven sambil menatap parasit dalam tabung kaca yang berdenyut pelan.

Dia menoleh perlahan ke arah tubuh Axel di meja operasi, senyum tipis terukir di wajahnya. "Jika parasit ini menyatu dengan DNA manusia. Maka, aku telah menciptakan sebuah kehidupan baru yang akan membuat manusia bisa sembuh seketika, bahkan tak bisa mati."

Perlahan, dia menyuntikkan parasit itu ke lengan putranya. Cairan hitam mengalir masuk.

Tubuh Axel mulai bergetar. Napasnya tersengal.

"Ayah, apa yang kau lakukan padaku?" tanyanya lirih, matanya mulai melebar, penuh ketakutan. Otot-ototnya kejang. Nadi berdenyut liar. Kulitnya berubah pucat kehijauan.

"Tenang, Nak," bisik Calven, nyaris tanpa emosi. "Kau sedang dilahirkan kembali."

Dan kemudian Axel menjerit panjang. "Ayah!" Axel berteriak, namun suara itu berubah menjadi raungan yang menakutkan. Tubuhnya memecah, kulitnya terkoyak. Dia merobek dirinya sendiri, tubuhnya membesar, otot-ototnya berkembang pesat, dan kulitnya berubah menjadi warna yang mengerikan, seperti daging yang mati.

Calven terpaku beberapa detik, matanya tak berkedip menatap perubahan mengerikan yang terjadi pada putranya. Tapi begitu Axel mengangkat wajah yang kini sudah bukan lagi wajah manusia dan menggeram dengan suara dalam yang mengguncang ruangan, naluri bertahan hidup mengambil alih. Calven mundur satu langkah, lalu satu lagi, napasnya memburu. Tangannya gemetar saat meraih tombol darurat di dinding, serta meraih ponselnya untuk dikerahkan Tim militer, agar segera melenyapkan putranya yang kini berubah menjadi monster.

Namun matanya tak lepas dari makhluk yang terus membesar di meja operasi. Saat Calven bergerak panik untuk mengaktifkan alarm dan menghubungi tim militer, semuanya sudah terlambat. Dengan raungan yang mengguncang dinding, Axel menerjang keluar dari ruang operasi, menghancurkan pintu baja dan melesat ke lorong-lorong gelap Institut Biogenetik Virelle.

Di tengah kepanikan, Calven baru tersadar akan satu hal yang membuat dirinya tersenyum kecil: Axel telah meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung. Dalam rahimnya, mengalir darah yang sama, yaitu warisan mutasi. Dan Calven tahu, jika cucunya terlahir. Eksperimen ini belum berakhir, tapi ini baru permulaan dan hanya berevolusi.

#####

Dua Puluh Tahun Kemudian.

Langit Virelle tampak tenang, seolah melupakan sejarah berdarah yang pernah mencoreng kota itu. Bangunan-bangunan megah berdiri dengan angkuh, teknologi merajalela, dan masyarakat hidup dalam ilusi kemajuan.

Di sebuah rumah tua di pinggiran kota, berdinding batu abu-abu, jendelanya tertutup rapat, dan catnya mengelupas oleh waktu.

Dr. Elvar Corvine berdiri di ruang bawah tanah, laboratorium pribadinya yang tersembunyi. Dinding dipenuhi rak berisi jurnal, organ-organ diawetkan dalam tabung kaca, dan layar-layar monitor yang menampilkan hasil DNA tak dikenal. Di hadapannya, sebuah vial kecil berisi cairan hitam yang diwariskan oleh Dr. Calven Riedhart, rekannya sebelum dinyatakan hilang bersama monster.

"Parasit ini seharusnya aktif dalam darah keturunan," gumamnya lirih. Tangannya gemetar, bukan karena usia, tapi karena ragu atas ekperimen yang pernah di ciptakan oleh rekannya.

Sementara di lantai atas, langkah kaki terdengar menuruni tangga.

Kael Corvine, siswa kelas 12 yang berkali-kali tinggal kelas, dengan rambut acak-acakan dan hoodie hitam yang selalu kebesaran, menuruni tangga dengan suara menghentak.

Dia memandangi kakeknya yang sibuk menatap vial kecil berisi cairan hitam seperti biasa. Kakeknya, dikenal sebagai "si tua gila" oleh warga sekitar. Tak ada yang percaya pada cerita-cerita tentang monster dan konspirasi militer yang sering dia ucapkan. Termasuk Kael.

Kael, melempar tas sekolah ke sofa laboratorium sebagai tempat yang lebih sering dijadikan tempat tidur keduanya sambil mendengus. "Masih ngotot juga, Kek? Cairan monster? Mutasi? Udahlah. Dunia gak peduli soal monster dua puluh tahun lalu. Mereka bahkan gak percaya itu pernah terjadi."

Elvar mengangkat wajah. Matanya menajam seperti pisau bedah.

"Dunia boleh melupakan. Tapi aku tidak," ujarnya dingin. "Aku melihat anak temanku berubah jadi makhluk pemusnah. Kota ini jadi neraka. Kau masih bayi saat itu, Kael. Ditemukan sendirian di depan rumahku dan di buang oleh orang asing yang hilang tanpa jejak. Satu minggu setelah tragedi itu."

Kael mendengus sambil memutar bola mata. "Dan kakek mikir, aku mungkin anak monster juga?"

Elvar menggeleng pelan, tapi sorot matanya menyimpan teka-teki. "Aku hanya ingin tahu, siapa dirimu sebenarnya."

Kael mengangkat bahu. "Aku cuma anak yang kebetulan anda pungut. Gak lebih."

Elvar menatapnya lebih lama, namun Kael merasa risih karena sang kakek terus menatapnya tanpa berkata apa-apa. Kael mendesis pelan dan meraih ponselnya.

Dia membuka game, membiarkan jari-jarinya sibuk menari di atas layar. Tak lama, kantuk menjemput. Dia tertidur lelap dengan layar ponsel masih menyala, menampilkan karakter yang terus bergerak.

Sementara Elvar berjalan pelan ke arahnya, menggenggam suntikan berisi cairan ekperimen tersebut. Dia berlutut di samping tubuh remaja itu. Hatinya berdebar.

"Kalau parasit ini aktif. maka darahmu bukan manusia biasa," gumamnya dengan jarum yang sudah menyentuh kulit leher Kael.

Cairan itu mengalir perlahan ke dalam tubuhnya. Elvar duduk di lantai, menunggu. Lima menit. Sepuluh menit. Tak ada reaksi. Detak jantung stabil. Kulit tetap sama. Tidak ada mutasi, tidak ada perubahan.

"Gagal!" seru Elvar dengan suara hampa.

Elvar bangkit dan kembali ke meja kerjanya. Dia membuka berkas lama. Di dalamnya, foto-foto kehancuran Virelle dua dekade lalu. Api, darah, dan makhluk yang tak lagi bisa disebut manusia.

Di sisi lain, foto Dr. Calven Riedhart, rekannya yang hilang bersama anaknya, makhluk pertama hasil eksperimen terlarang. Dia menatap satu dokumen yang nyaris dilupakan: "Istri dari Subjek A-01 menghilang sesaat sebelum insiden."

"Dia hamil," bisik Elvar, matanya membelalak saat membaca dokumen itu. "Tapi dia menghilang setelah suaminya berubah dan sejak itu, tak pernah ada yang menemukan jejaknya."

Dia menarik napas dalam, matanya menyipit. "Kalau dia selamat dan anak itu lahir. Lalu sekarang, di mana anak yang mewarisi darah monster itu?"

Elvar terdiam lama, sebelum satu nama kembali muncul dalam pikirannya.

"Kael!"

"Memang bukan cucuku. Tapi, apa mungkin kau anak dari perempuan itu? Anak dari monster itu sendiri?"

Dia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan bahwa Kael memang yang dimaksud. Namun, cairan eksperimen yang diberikan pada Kael tidak menunjukkan perubahan apa pun. Tubuh Kael tetap normal, tanpa gejala yang diharapkan.

"Apakah aku salah? Atau ada yang terlewat?" Elvar terus merenung, dan berharap jika dia bisa membuktikan semuanya.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca