Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Rumah Laba-laba

Rumah Laba-laba

Aulia Hazuki | Bersambung
Jumlah kata
31.0K
Popular
165
Subscribe
31
Novel / Rumah Laba-laba
Rumah Laba-laba

Rumah Laba-laba

Aulia Hazuki| Bersambung
Jumlah Kata
31.0K
Popular
165
Subscribe
31
Sinopsis
18+HorrorHorrorMisteriMayatPembunuhan
Zaky Alfa, penulis horor muda nan ganteng dengan prestasi di bidang kepenulisan, dilanda kebuntuan menyiapkan naskah terbarunya. Dia tidak memiliki ide yang menjanjikan. Lalu tiba-tiba dia mendengar sebuah kisah seram tentang sebuah rumah yang disebut Rumah Laba-laba. Rumah itu menjadi TKP pembunuhan sadis yang menyeramkan, dan pasca kejahatan itu terjadi, sisa-sisa kengerian rumah itu masih menjadi momok menakutkan bagi warga di sekitarnya. Dan sepertinya, setelah sekian lama rumah itu tertidur, dia siap meminta korban lagi...
1. Permulaan

“Zaky, se ...”

“Nggak.”

“Zak! Sebentar dong, aku mau ...”

“Nggak!”

“Cuma se ...”

“Bye.”

Dengan segera telepon dimatikan. Seorang cowok yang sedang duduk di depan laptop nyengir.

“Dasar nenek-nenek pemarah. Miranda bakalan nyolot ntar, tapi ini sepadan. Hahaha,” sahutnya dan tertawa puas. Dia lalu mematikan ponselnya sekalian.

“Yak! Dengan begini seenggaknya buat sementara aku bisa istirahat.”

Dia melepas kacamatanya dan mengucek matanya yang letih, lalu dia menguap. Direnggangkannya tubuhnya.

“Aaah, enaknya. Ngantuk,” katanya pendek, segera teringat tadi malam dia begadang sampai jam 2 di depan laptopnya. Mata sipitnya lalu memandang jam dinding yang terletak di ruang kerjanya, sambil berpikir buat tidur satu atau dua jam sebelum lanjut mengetik lagi.

Matanya segera membelalak.

“Astaga, jam 4!” Niat tidurnya hilang seketika. Dia lalu mengambil jaket yang ada di kursi dan segera keluar ruangan. Beberapa detik kemudian, dia lalu kembali sambil merutuk dirinya mulai pikun ketika mengambil kunci mobil yang ada di meja.

Saat sedang memacu mobilnya, dia mengingat kembali teleponnya dengan Miranda, senior di kampus dulu dan sahabatnya sekaligus seorang editor. Cewek yang cantik, tapi galak setengah mati, terutama kalau menyangkut pekerjaan. Dan dia gemar mengomel pada dirinya, Zaky Alfa, penulis yang melejit namanya baru-baru ini. Zaky sampai sudah kebal menerima dampratannya.

Keahlian Zaky adalah menulis cerita misteri. Dia sudah menghasilkan tiga cerita misteri berdasarkan kisah nyata yang semuanya meledak di pasaran. Dia memang mengkhususkan diri pada cerita misteri yang mencekam dan tidak banyak diketahui orang. Dia bisa menemukan suatu kasus yang menarik dan menggali keseluruhan ceritanya kemudian menyajikannya dalam kisah yang memikat.

Kesuksesannya ditambah penampilannya yang juga sama memikatnya. Bertubuh tinggi hampir 180 cm, rambut hitam agak berantakan yang memberi kesan seksi, dan tentu saja wajah yang ganteng. Dia tak pernah lupa mencukur jenggotnya dan selalu memakai pakaian yang chic. Tapi itu kalau di luar rumah, di rumah pakaian favoritnya adalah kaus pendek dan celana pendek yang bahkan kadang dipakainya sampai dua hari karena dia malas mencuci.

Zaky tiba di tujuan dan segera memarkir mobilnya. Seseorang yang sedang duduk melambai kepadanya

“Sini Zak!” seru orang itu riang.

“Sara!” Sambil tersenyum dan balas melambai, Zaky duduk di seberangnya.

“Udah lama nunggu?” tanyanya.

“Nggak kok, baru lima menit,” jawab lawan bicaranya, seorang cewek bertubuh cukup tinggi dengan wajah imut. Dia mengikat tinggi rambutnya menjadi ekor kuda. Dia asyik menyedot minuman berwarna hijau lemon yang tampak sangat menggiurkan. Di depannya juga ada roti bakar dan kentang goreng berlapis saus barbeque yang nggak kalah menggiurkannya.

“Aku suka banget tempat ini. Nyaman dan makanannya murah meriah,” sahut Zaky. Dia memandang sekelilingnya sambil tersenyum lebar. Mereka sedang duduk di tempat duduk luar di sebuah kafe kecil yang nyaman.

“Makanya aku pilih tempat ini,” sahut Sara sambil mengambil kentang gorengnya dan tersenyum lebar.

“Iya Sar, nggak kayak si Miranda, ketemuannya pasti di resto mahal yang bikin kantong aku bolong setiap habis dari sana. Aku kira setelah memasuki kepala tiga, menikah, dan punya anak, seenggaknya dia bakal mengontrol sedikit keuangannya lah. Anaknya masih balita lho, ibunya hedon banget gila,” keluh Zaky. Dia lalu segera memesan minuman dan makanan kecil.

Sara, nama cewek itu, tertawa. Dia menyepak kaki Zaky dari bawah meja. Zaky langsung mengaduh.

“Nggak usah macam-macam deh! Kamu nggak inget umur, apa! Sebentar lagi kan kamu juga bakal masuk kepala tiga!”

“Hei! Ah sakit!” seru Zaky reflek. Sambil masih memegang kakinya dan mengaduh, dia bersungut-sungut.

“Kamu juga, kan! Malah duluan kamu daripada aku. Aku masih dua tahun lagi, kamu setahun lagi!”

Sara menyepak kaki Zaky sekali lagi.

“Tega! Aku senior kamu juga! Jangan macem-macem deh.” Sara memang senior Zaky di kampus dulu, seangkatan dengan Miranda. Awalnya mereka sama-sama tergabung di organisasi pencinta alam di kampus dan setelahnya jadi akrab.

“Sakit! Kamu kenapa sih Sar? Aku kan bicara fakta! Kan emang kamu lebih tua dari aku.” Zaky kembali bersungut-sungut.

Sara menyeringai.

“Biarin, kata orang muka aku baby face, jadi bisa dikira masih umur 20.” Dia lalu memeletkan lidah.

Tawa Zaky langsung meledak.

“Baby face! Siapa yang bilang? Dia perlu kacamata! Aku bisa pinjemin biar pandangannya nggak minus lagi. Muka baby face kelakuan anak-anak, main tendang-tendang pula.”

Ekspresi Sara langsung berubah kecut. Dia lalu menggerakkan kakinya, hendak menyepak Zaky lagi. Namun kali ini Zaky sudah siap dan bisa menghindarinya. Dengan senyum penuh kemenangan, Zaky langsung meledek.

“Eits! Kaki kamu ganas amat, sih! Kasihan calon suami kamu nanti! Eh, nggak ding. Kasihan calon pacar kamu nanti.”

Sara mendengus.

“Hah, diem kamu. Urus diri sendiri aja, deh. Yang jomblo kan nggak cuma aku.” Dia memang masih jomblo, sama seperti Zaky.

Begitu makanan Zaky datang dan dia langsung sibuk makan, Sara menuju pokok pembicaraan.

“Kata kamu, kamu mau bicarain sesuatu? Makanya kamu ajak aku ke sini,” sahutnya. Dia memotong roti bakarnya yang menguarkan aroma blueberry dan keju yang sangat harum dan memandang Zaky penuh tanda tanya.

Sambil makan soufflé-nya, Zaky mengangguk.

“Iya. Miranda tadi telepon, nagih cerita baru.”

Sara terkejut.

“Cepet amat! Baru dua bulan.”

Zaky menunjuk dengan garpunya,

“Nah kan! Baru dua bulan aku menikmati masa istirahat aku, eh, dia udah merongrong aku lagi. Gila, dulu waktu dia di kampus, dia nggak segalak itu.”

Sara tertawa,

“Editor kan emang gitu. Kayak kamu nggak tahu aja.”

Zaky tak menjawab, mulutnya cemberut. Sara kembali tertawa.

“Terus, kamu udah ada bahan cerita?”

Zaky terlihat berpikir sebelum menjawab.

“Hmm ... udah ada beberapa sih.”

Sara langsung menjentikkan jari.

“Nah, itu ada! Ya udah, kirimin aja gih.”

Zaky menunduk memandang soufflé-nya.

“Aku nggak pengin mengirimkan naskah-naskah itu. Aku pikir ceritanya nggak cukup nendang.”

Sara langsung bergidik.

“Emang mau yang semenyeramkan apa lagi, sih? Tolong deh, bisa-bisa aku nggak mau beli novel kamu yang selanjutnya. Sayang uang, sayang jantung apalagi.”

Zaky tertawa.

“Nggak usah beli, aku kasih, gratis,” sahutnya.

Sara tertawa kecut.

“Duh, makasih deh,” sahutnya sarkastis. “Aku masih nggak bisa lupa novel kamu yang terakhir. Sumpah, tidur aku nggak tenang setelah itu. Aku selalu nengok ke arah langit-langit dan berdoa semoga nggak ada bayi yang jatuh dari sana.”

Zaky langsung tergelak.

“Semenyeramkan itu, ya?”

Sara memukul meja dengan kepalan tangannya sampai meja itu bergetar.

"Aku nggak ngerti apa yang ada di pikiran kamu waktu nulis novel itu, tapi itu benar-benar novel paling nyeremin yang pernah aku baca!" serunya dramatis.

"Saking seremnya, aku bener-bener berharap..." Dia bergidik.

Zaky menyeringai.

"Berharap apa?" balasnya.

Sara memandangnya dengan mata menyala.

"Aku berharap bisa menghapus memoriku setelahnya!"

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca