Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
MOD-X

MOD-X

my zize | Bersambung
Jumlah kata
43.1K
Popular
100
Subscribe
5
Novel / MOD-X
MOD-X

MOD-X

my zize| Bersambung
Jumlah Kata
43.1K
Popular
100
Subscribe
5
Sinopsis
FantasiSci-FiTeknologiKekuatan SuperPerang
Cerita ini mengisahkan tentang Gibran, seorang pemuda jenius dari Palembang yang memiliki segalanya — kekayaan tak terbatas, kecerdasan di atas rata-rata, dan sebuah armor canggih buatannya sendiri bernama MOD-X yang setara dengan teknologi militer paling mutakhir. Namun, di balik semua kelebihan itu, Gibran didera kebosanan kronis. Kota Palembang yang terlalu damai, tanpa ancaman berarti, membuat MOD-X-nya terasa sia-sia. Ia mendambakan sebuah tujuan, sebuah tantangan yang layak untuk kekuatannya.
TERLALU SIAP UNTUK DUNIA YANG TERLALU BIASA

Palembang, 2025. Langit membentang biru jernih di atas Sungai Musi. Tak ada sirine meraung. Tak ada rudal menghantam kota. Apalagi penjahat super yang mengancam dari puncak Jembatan Ampera.

Yang ada hanyalah... kemacetan padat di simpang lima saat sore. Deru klakson yang tak putus. Dan teriakan seorang ibu yang panik dompetnya jatuh dari angkot. Realitas yang begitu biasa.

Jauh di bawah tanah, di dalam bunker pribadi yang tersembunyi di bawah rumah mewahnya, Gibran duduk di kursi mekanik berteknologi tinggi. Mengenakan armor tercanggih yang pernah dirakit individu—MOD-X. Cahaya biru lembut memancar dari bahu dan dada armor yang ramping itu. Di dalam helm titaniumnya, suara AI yang nyaris tanpa emosi terus menyodorkan notifikasi.

> "Nihil aktivitas kriminal signifikan dalam radius sepuluh kilometer."

> "Drone Anda mendeteksi tiga pelajar menyeberang jalan tanpa menggunakan jembatan penyeberangan."

> "Rekomendasi: matikan sistem, lakukan peregangan, lalu istirahat."

> Gibran menghela napas panjang, suaranya teredam. Dengan satu isyarat, helmnya terbuka otomatis, memperlihatkan wajah pemuda 21 tahun yang tampak lelah. Bukan karena pertarungan sengit, melainkan karena kebosanan yang mendalam.

"Armor ini mampu melumpuhkan tank, SABE," Gibran berucap, nada suaranya datar, dipenuhi frustrasi. "Bahkan bisa menangkis rudal dari jet tempur. Tapi satu-satunya 'misi' yang berhasil kuselesaikan minggu ini... cuma memperbaiki dispenser air rusak di masjid dekat rumah."

> "Misi sosial: berhasil. Kepuasan warga: tinggi. Karma points: bertambah."

> "Sudah cukup," potong Gibran cepat, tangannya memberi isyarat agar SABE diam.

Sejak kecil, Gibran terobsesi menjadi pahlawan. Sebuah ambisi yang tak datang tanpa alasan. Ibunya meninggal dalam kecelakaan yang terindikasi sabotase teknologi di perusahaan ayahnya, meninggalkan luka dan pertanyaan tak terjawab.

Ayahnya, konglomerat properti dan energi yang kekayaannya tak terbatas, lebih sering menghabiskan waktu dengan rapat saham dan akuisisi, bukan dengan putranya. Gibran tumbuh ditemani buku-buku teknik, dokumenter militer, dan idealisme keadilan yang tak pernah ia temukan dalam realitas.

Berbekal kekayaan keluarga, ia mewujudkan mimpinya. Di bawah mansion megahnya, ia membangun proyek rahasia: A.M.P.E.R.A. (Armor Mekanis Pertahanan dan Eksplorasi Rahasia).

Nama itu ia ambil dari jembatan ikonik kota, sebagai simbol bahwa Palembang pun bisa memiliki pelindungnya sendiri.

MOD-X adalah prototipe ke-10; hasil ribuan jam riset, miliaran investasi, dan malam-malam tanpa tidur. Armor tempur seberat 380 kilogram yang sanggup melesat di udara, tak tembus peluru, mengangkat kontainer kargo dengan mudah, dan terhubung ke jaringan satelit global. Teknologi mutakhir yang akan membuat militer paling maju sekalipun iri. Namun semua itu… tak berguna.

Sebab kota ini, sialnya, damai. Terlalu damai.

Setiap malam, saat lampu kota mulai berpendar, Gibran naik ke atap rumahnya. Bukan untuk mengawasi, melainkan untuk berharap. Berharap langit terbelah dan alien menyerang, atau seseorang membajak siaran televisi nasional dan mengancam meledakkan pasar tradisional.

Tapi yang muncul di layar proyektor mininya hanyalah sinetron dengan plot klise dan influencer yang live berjualan kaos kaki. Membosankan.

Kadang, Gibran melakukan patroli. Pernah sekali, ia turun dari langit dengan efek pendaran repulsor yang dramatis, mendarat di gang sempit... hanya untuk menangkap pencuri ayam kampung. Pencuri itu langsung pingsan, bukan karena pukulan Gibran, melainkan murni karena terkejut melihat armor raksasa di depannya.

"Ini ironis," gumam Gibran suatu malam, duduk di atas menara pendingin gedung kosong tertinggi di kota. Kakinya menggantung di udara, memandang Palembang dari ketinggian. "Aku punya armor sekelas Iron Man, bahkan mungkin lebih canggih, tapi dunia ini... terlalu tenang untuk diselamatkan."

> "Statistik emosi: 79% frustrasi, 12% lapar, 9% kesepian. Saran: konsumsi mie instan dan tonton film aksi sebagai distraksi."

> "Aku minta diam, SABE," desis Gibran.

Lalu malam itu tiba.

Malam itu, di antara kerlip lampu kota dan bisikan angin, sesuatu yang berbeda terjadi. Dari balik visor helmnya yang kini tertutup, Gibran melihat sinyal aneh muncul di peta holografis. Awalnya ia mengira itu gangguan biasa. Tapi frekuensinya... tidak dikenal.

> "Sinyal tidak terdaftar. Level akses: A.M.P.E.R.A. protokol lama. Data corrupted."

> Mata Gibran di balik visornya membelalak. Jantungnya berdesir aneh. Ini tidak mungkin.

"Apa maksudmu? MOD-X cuma satu. Ini satu-satunya armor yang kubuat di bawah protokol A.M.P.E.R.A," desaknya, suaranya menegang.

Peta di visornya membesar, memfokuskan pada anomali itu. Lokasi: Area Seberang Ulu. Lebih spesifik: di bawah tanah. Ada energi aktif memancar dari sana. Gelombang listrik stabil, namun dengan pola asing. Dan ada gerakan kecil, konstan. Seperti... armor. Tapi bukan miliknya. Jelas bukan MOD-X.

Sinyal itu bergerak. Bergeser perlahan, tersembunyi dari deteksi normal.

Gibran berdiri tegak di atas menara. Seluruh tubuhnya menegang, tangannya mengepal di samping paha armornya. Ini bukan kejahatan biasa. Ini... sesuatu yang lain. Ini serius.

> "Perhatian: Ada unit aktif lain. Sumber teknologi: tidak diketahui. Ancaman: potensi tinggi. Disarankan untuk analisis lebih lanjut dan persiapan protokol tempur."

> Dan untuk pertama kalinya sejak MOD-X selesai dibangun, sejak ia mengenakan armornya yang sempurna di kota yang terlalu damai ini… Gibran merasa, mungkin dia tidak sendirian. Rasa bosan itu lenyap, digantikan oleh adrenalin dingin yang menjalar di sekujur tubuhnya. Ini dia yang ia tunggu.

Di lorong tua bawah tanah, yang nyaris tak terpetakan di bawah kompleks padat Seberang Ulu, jauh dari pantauan CCTV pemerintah, sebuah pintu besi berkarat dengan engsel yang berderit perlahan terbuka. Di dalamnya, lampu neon tua menyala satu per satu, menyoroti ruangan sempit penuh peralatan usang namun berfungsi. Ada simbol aneh tergambar di dinding yang lembap: mata yang terpatri dalam gear retak, mirip lambang organisasi kuno yang tersembunyi.

Sosok bertudung hitam pekat melangkah masuk, siluetnya memanjang di lantai beton. Di tangannya, sebuah tablet tua berpendar hijau. Layarnya menampilkan data real-time yang sama persis dengan yang dilihat Gibran.

Sosok itu tersenyum tipis, senyum dingin dan penuh perhitungan, bukan senyum kemenangan biasa.

"MOD-X sudah online," bisiknya, suaranya serak namun penuh kepuasan. "Sekarang giliran kita untuk memulai pertunjukan."

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca