Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Luna yang Dibenci

Luna yang Dibenci

wedanta | Bersambung
Jumlah kata
56.9K
Popular
100
Subscribe
28
Novel / Luna yang Dibenci
Luna yang Dibenci

Luna yang Dibenci

wedanta| Bersambung
Jumlah Kata
56.9K
Popular
100
Subscribe
28
Sinopsis
FantasiSci-FiPertualanganKekuatan SuperVampir
Di malam penuh bulan purnama, Aurora terpilih sebagai pasangan takdir dari Alpha terkuat di wilayah Utara, Damian Blackfang. Semua anggota kawanan bersorak, menganggap itu sebuah kehormatan. Namun bagi Damian, itu adalah kutukan. Ia membenci Aurora, menuduhnya lemah, tak pantas, bahkan menganggap keberadaannya hanya beban bagi kawanan. Aurora yang polos dan penuh kasih berubah menjadi wanita yang kuat setelah bertahun-tahun menerima hinaan, siksaan, dan penolakan dari pasangan yang seharusnya melindunginya. Ketika rahasia besar tentang darah murni di tubuhnya terungkap—darah yang mampu mengguncang seluruh dunia werewolf—Damian baru menyadari kesalahannya. Namun saat itu, Aurora sudah memilih pergi, meninggalkan kawanan… dan meninggalkan Alpha yang telah menghancurkan hatinya. Apakah Damian akan berhasil merebut kembali Luna yang dulu ia benci? Ataukah Aurora akan menemukan takdir barunya bersama serigala lain yang lebih menghargainya?
Malam Pasangan Takdir

Aku masih ingat betul bagaimana malam itu seharusnya menjadi malam terindah dalam hidupku. Malam di mana bulan purnama bersinar penuh, malam di mana dewi bulan menurunkan takdir untuk setiap serigala. Malam di mana setiap pasangan yang ditentukan akan saling bertemu, merasakan ikatan yang tidak bisa diputuskan oleh siapa pun.

Aku menunggu saat itu sepanjang hidupku.

Aku percaya, ketika waktunya tiba, pasanganku akan menerimaku dengan tangan terbuka. Aku percaya, meski aku hanyalah seorang gadis biasa dalam kawanan Blackfang, pasanganku pasti akan mencintaiku.

Namun, aku salah.

Saat tatapan mataku bertemu dengan matanya, dunia serasa berhenti berputar. Nafasku tercekat, hatiku berdegup kencang tak terkendali. Itu adalah tanda takdir, tanda bahwa aku menemukan pasangan sejatiku.

Damian Blackfang.

Alpha kawanan.

Pemimpin tertinggi.

Semua orang bersorak, berlutut, bahkan bersujud ketika bulan memberi tanda bahwa aku adalah pasangannya. Mereka menganggap itu sebagai kehormatan. Mereka mengira aku gadis paling beruntung di dunia.

Tapi aku hanya melihat kebencian di matanya.

---

“Aku tidak menerima ini.” Suaranya dingin, tajam, dan menusuk telingaku seperti sembilu.

Orang-orang terdiam. Aku bisa merasakan ratusan pasang mata menatapku dengan penuh campuran emosi: heran, simpati, dan beberapa bahkan sinis.

Aku berdiri kaku, tubuhku gemetar, mataku tetap menatap wajahnya. Aku menunggu dia menarik ucapannya. Aku berharap dia akan tersenyum, berkata itu hanya lelucon. Tapi tidak.

Damian melangkah mendekat, sorot matanya seperti bilah pisau yang siap menebasku kapan saja. “Kau? Luna-ku?” Ia tertawa mengejek. “Dewi bulan pasti sedang bercanda.”

“Alpha…” Beta kawanan mencoba menenangkannya, tapi Damian mengangkat tangan, menghentikannya.

“Aku tidak butuh pasangan yang lemah, seorang gadis yang bahkan tidak bisa mempertahankan dirinya sendiri dari serigala betina biasa,” katanya lantang, hingga seluruh kawanan mendengar.

Aku merasakan dadaku sesak. Kata-katanya menusuk, lebih dalam daripada cakar serigala mana pun.

“Aku tidak mengakui kau sebagai Luna-ku, Aurora,” ia menambahkan, kali ini dengan suara rendah, hanya untukku. Namun cukup jelas untuk membuatku ingin menangis di tempat.

---

Aku pulang dengan langkah gontai malam itu. Semua orang masih membicarakanku, sebagian besar dengan nada kasihan, sebagian lagi dengan cemooh.

“Kasihan sekali.”

“Dia tidak cukup kuat untuk Alpha.”

“Mungkin Dewi bulan salah.”

Bisikan itu menghantui telingaku sepanjang jalan.

Sesampainya di rumah, aku menutup pintu, tubuhku roboh di lantai. Aku memeluk lututku, membiarkan air mata mengalir deras.

Aku ingin marah. Aku ingin menjerit. Tapi suaraku tercekat di tenggorokan. Aku hanya bisa bertanya pada diri sendiri:

Kenapa?

Kenapa takdir mempertemukanku dengan pria yang begitu membenciku?

---

Hari-hari setelahnya adalah neraka.

Damian tidak hanya menolak mengakuiku, dia juga mempermalukanku di depan seluruh kawanan. Setiap kali ada pertemuan, aku dipaksa duduk jauh di belakang, bukan di sampingnya seperti seharusnya seorang Luna.

Serigala betina lain menertawakan aku, beberapa bahkan terang-terangan menindasku.

“Luna yang ditolak, apa kabar?”

“Seharusnya kau pergi saja dari sini. Alpha tidak butuhmu.”

Aku mencoba bertahan, mencoba sabar. Aku percaya suatu hari Damian akan berubah. Aku percaya suatu hari dia akan melihatku berbeda.

Tapi semakin aku berharap, semakin aku dihancurkan.

---

Malam itu, aku dipanggil ke aula utama. Aku berjalan dengan perasaan was-was, jantungku berdegup kencang. Damian duduk di kursinya, dikelilingi para petinggi kawanan. Sorot matanya dingin, tanpa sedikit pun kelembutan.

“Aurora.”

Suara itu terdengar seperti vonis kematian.

Aku menunduk hormat. “Ya, Alpha.”

Ia berdiri, berjalan mendekat. Tubuhnya tinggi menjulang, penuh wibawa. Ia berhenti tepat di depanku, menatapku dari atas ke bawah dengan tatapan penuh penghinaan.

“Kau mungkin pasangan takdirku, tapi aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai Luna,” katanya lantang. “Mulai hari ini, kau hanyalah anggota kawanan biasa. Tidak ada yang istimewa darimu.”

Aku terdiam. Suaraku tercekat. Hatiku hancur berkeping-keping.

“Jika kau ingin tetap tinggal di kawanan ini, maka buktikan dirimu berguna. Jika tidak, keluar. Aku tidak butuh sampah yang hanya mempermalukanku.”

Seluruh ruangan terdiam. Aku bisa mendengar bisikan-bisikan kecil di antara mereka. Beberapa menatapku dengan kasihan, beberapa dengan senyum puas.

Aku menggigit bibirku kuat-kuat, menahan tangis. Aku menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menggenang.

“Baik, Alpha,” jawabku lirih.

---

Aku keluar dari aula dengan langkah gontai. Hatiku remuk. Rasanya aku ingin lenyap begitu saja dari dunia ini.

Tapi di tengah keputusasaan itu, ada sesuatu yang berkobar di dalam dadaku. Sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

Marah.

Terluka.

Dan tekad.

Jika Damian menganggapku lemah, aku akan buktikan dia salah. Jika seluruh dunia menertawakanku, aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya.

Aku tidak tahu dari mana kekuatan itu datang, tapi malam itu aku bersumpah dalam hati.

Aku akan bertahan.

Aku akan bangkit.

Dan suatu hari nanti, mereka semua akan menyesal telah meremehkanku.

Terutama Damian Blackfang.

Aku tidak tidur malam itu.

Air mataku sudah kering, tapi rasa sakit di dadaku tidak kunjung hilang. Kata-kata Damian terus terngiang di kepalaku, berputar seperti mantra jahat yang tak henti-hentinya mengoyak hatiku.

"Kau hanyalah sampah."

"Aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai Luna."

Aku menutup telingaku dengan kedua tangan, tapi suara itu tetap terdengar. Seolah-olah ia tinggal di dalam diriku, menjadi luka yang tak akan pernah sembuh.

Aku memandang keluar jendela. Bulan purnama masih bersinar terang, seperti mengejekku. Aku ingin berteriak, bertanya pada Dewi Bulan kenapa dia memberiku takdir sekejam ini. Tapi suaraku tercekat. Aku hanya bisa terisak tanpa suara.

---

Pagi harinya, aku melangkah keluar rumah dengan mata sembab. Aku tahu aku akan jadi bahan pembicaraan, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku harus menghadapi hari-hari baruku—hari-hari sebagai pasangan takdir yang ditolak.

Benar saja. Begitu aku melewati halaman utama, bisikan-bisikan mulai terdengar.

“Itu dia, Luna yang ditolak.”

“Apa pantas dia dipanggil Luna?”

“Kasihan sekali. Alpha kita benar-benar membencinya.”

Aku menggertakkan gigi, berusaha menahan diri agar tidak menangis lagi. Aku menunduk, melangkah cepat menuju tempat latihan.

Aku tidak tahu kenapa aku pergi ke sana. Mungkin aku ingin membuktikan sesuatu, meski hanya pada diriku sendiri.

---

Lapangan latihan dipenuhi serigala muda yang sedang berlatih pertempuran. Aku berdiri di tepi, memperhatikan gerakan mereka. Betapa lincahnya mereka, betapa kuatnya cakar dan taring mereka.

Aku menelan ludah. Aku tahu aku tidak sekuat mereka. Aku selalu dianggap lemah sejak kecil. Bahkan transformasi penuh pun baru bisa kulakukan setelah berusia delapan belas tahun, lebih lambat dibandingkan yang lain.

Namun, aku harus mencoba.

Aku melangkah masuk ke tengah lapangan. Semua mata langsung menatapku.

“Eh, bukannya itu Aurora?”

“Ngapain dia di sini?”

“Jangan bilang dia mau ikut latihan?”

Aku mengangkat daguku, meski hatiku gemetar. “Aku ingin berlatih.”

Mereka tertawa. Suara mereka menusuk telingaku, tapi aku bertahan.

Salah satu betina muda, Serena, melangkah maju. Ia terkenal sebagai salah satu pejuang terkuat di generasi kami. Matanya menyipit penuh sinis.

“Kau? Berlatih? Untuk apa?” tanyanya mengejek.

“Aku ingin jadi lebih kuat,” jawabku tegas, meski suaraku bergetar.

“Lebih kuat?” Serena terkekeh. “Kau bahkan tidak bisa melawan seekor kelinci liar tanpa terjatuh.”

Gelak tawa terdengar di sekelilingku. Aku menahan napas, menatapnya tajam. “Aku tetap ingin mencoba.”

Serena melipat tangan, senyumnya penuh tantangan. “Baiklah. Kalau begitu, lawan aku.”

---

Jantungku berdetak kencang. Aku tahu ini jebakan. Aku tahu dia hanya ingin mempermalukanku. Tapi aku tidak bisa mundur. Jika aku mundur sekarang, aku akan selamanya dianggap pengecut.

Aku menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Baik.”

Serena tersenyum puas. “Jangan salahkan aku jika kau terluka.”

Kami berdiri berhadapan. Seorang instruktur memberi aba-aba, lalu pertandingan dimulai.

Serena menyerang lebih dulu. Gerakannya cepat, cakarnya melayang ke arah wajahku. Aku berhasil menunduk, tapi siku kerasnya menghantam bahuku. Tubuhku terhuyung.

Aku mencoba membalas, mengayunkan tangan, tapi seranganku lemah. Serena menepisnya dengan mudah, lalu mendorongku hingga aku jatuh terjerembab ke tanah.

Tawa riuh kembali terdengar.

“Apa aku bilang? Dia tidak berguna!”

“Begini nasib Luna yang ditolak!”

Aku menggertakkan gigi, bangkit dengan susah payah. Luka di bahuku berdenyut, tapi aku tidak menyerah. Aku menyerang lagi, kali ini dengan seluruh tenagaku.

Namun, Serena jauh lebih cepat. Ia menghindar, lalu menendang perutku dengan keras. Aku terhempas ke tanah, terbatuk kesakitan.

Serena berdiri di atasku, menatapku dengan tatapan penuh kemenangan. “Inilah yang disebut Luna? Memalukan.”

---

Sebelum aku bisa bangkit, suara berat bergema dari arah gerbang.

“Cukup.”

Semua orang langsung menunduk. Aura dominan yang memenuhi udara membuat bulu kudukku berdiri. Aku tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.

Damian.

Alpha kawanan.

Pasangan takdirku.

Aku memaksa tubuhku untuk berdiri, meski kakiku gemetar. Mataku bertemu dengan matanya. Untuk sepersekian detik, aku berharap… berharap ia akan menolongku.

Namun yang kutemukan hanyalah dingin dan kebencian.

“Aku sudah bilang, dia bukan Luna-ku,” kata Damian lantang. “Dia tidak pantas mendapatkan perlakuan istimewa. Jika dia ingin berlatih, biarkan. Jika dia terluka, biarkan. Dia harus menanggung akibat pilihannya sendiri.”

Kata-katanya menusuk lebih dalam daripada tendangan Serena.

Aku menggertakkan gigi, menahan air mata yang hampir tumpah. Aku menunduk, berusaha menyembunyikan wajahku.

“Baik, Alpha,” jawab Serena dengan senyum puas.

Damian tidak menoleh lagi padaku. Ia berbalik dan pergi, meninggalkanku di sana dengan luka yang lebih parah daripada sebelumnya.

---

Malam itu, aku kembali ke rumah dengan tubuh penuh memar. Aku menatap wajahku di cermin. Bibirku pecah, pipiku lebam, mataku sembab karena menangis.

Namun di balik semua itu, aku melihat sesuatu yang berbeda.

Api.

Kemarahan.

Dan tekad.

Aku mengepalkan tangan di depan cermin.

“Jika kalian semua menganggapku lemah,” bisikku pada diri sendiri, “aku akan buktikan kalian salah. Suatu hari nanti, kalian akan melihat siapa aku sebenarnya.”

Aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku tidak tahu dari mana aku akan mendapatkan kekuatan itu. Tapi aku tahu satu hal: aku tidak akan menyerah.

Aku adalah pasangan takdir seorang Alpha. Aku adalah Luna, meski ia menolak mengakuiku.

Dan suatu hari nanti, Damian Blackfang akan menyesali setiap kata yang pernah ia ucapkan padaku.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca