Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Sentuhanku Menjadikanku Sang Penguasa

Sentuhanku Menjadikanku Sang Penguasa

Bika Ambon | Bersambung
Jumlah kata
78.7K
Popular
1.4K
Subscribe
187
Novel / Sentuhanku Menjadikanku Sang Penguasa
Sentuhanku Menjadikanku Sang Penguasa

Sentuhanku Menjadikanku Sang Penguasa

Bika Ambon| Bersambung
Jumlah Kata
78.7K
Popular
1.4K
Subscribe
187
Sinopsis
18+PerkotaanAksiPria DominanSupernaturalUrban
Niat Galang Santoso menyelamatkan Kakak angkatnya dari pemerkosaan, berujung dia yang dituduh memerkosa dan menghabisi nyawanya. Semua fakta dimanipulasi pelaku yang berasal dari keluarga berpengaruh di Kota Tanca, sialnya orang tua angkatnya bahkan ikut memercayai hal itu. Galang semakin terpojok, bayangan penjara dan hukuman berat membuat otaknya buntu lalu nekat kabur dari kejaran polisi. Namun salah masuk ke dalam hutan terlarang menyelamatkannya, hutan yang katanya angker dan siapapun yang masuk tidak akan pernah bisa kembali! Anehnya, di dalam hutan Galang justru bertemu dengan guru hebat yang mewariskan ilmu kanuragan luar biasa. Setelah ilmu itu sempurna tertanam di tubuhnya, Galang bersumpah akan menuntut balas dan memulihkan nama baiknya kembali!
Chapter 1

“Tolol! Kau datang sendiri melawan kami, mau jadi sok pahlawan dengan menyerahkan nyawamu, huh?!”

DUG!

Satu tendangan beringas menghantam telak, mementalkan tubuh Galang Santoso hingga tersungkur ke bawah dinginnya lantai semen yang berdebu.

Namun belum sempat Galang menarik napas, cengkeraman kedua rekan pria itu sudah mengunci erat pergelangan tangannya.

“Aku... Aku bersumpah akan melaporkan semua kejahatan kalian ke Polisi setelah ini!” desis Galang, suaranya tercekat, nyaris tak terdengar.

“Kalian dengar cecunguk ini ngomong apa?" Pria itu mencondongkan tubuh, membuat tangannya menempel di telinga dengan gaya mengejek.

"Tidak, kami hanya mendengar suara kumbang betina lewat saja kok!" sahut kedua rekannya setali tiga uang.

Gelak tawa ketiga bajingan itu bergaung memecah keheningan, membaur dengan lembap dan pengapnya gedung tua itu dan yang paling menyesakkan—aroma darah pekat dari wanita yang baru saja mereka bantai dengan keji.

Melihat itu napas Galang memburu, disambut matanya yang menyala penuh dendam—tengah merekam wajah ketiganya ke dalam otak.

“Sebelum kau berhasil melaporkan kami... Aku pastikan kau duluan yang akan kukirim ke neraka bersama kakakmu yang munafik itu!" seru pria itu sambil menekan perut Galang dengan sepatu mahalnya, menyiksanya sampai mati perlahan.

Galang yang tak berdaya meringis—menahan sakit luar biasa itu yang seolah menembus ke ulu hatinya, bahkan sempat berpikir kalau hidupnya akan berakhir sebentar lagi.

Namun, bayang-bayang kekejian mereka yang telah memperkosa sang kakak—Felly—membuat Galang harus bertahan demi ... balas dendam.

Tap, tap, tap!

Detik berikutnya suara langkah kaki yang datang melegakan Galang, berpikir itu adalah bantuan di saat-saat terakhirnya.

Galang memaksakan dirinya untuk menoleh, matanya yang berkunang-kunang berusaha fokus. Namun, dia sudah terlambat ....

"Bukan kami yang membunuh, tapi dia!" seru pria itu menunjuk tepat di wajah Galang.

Seketika, dunia Galang seolah dijungkir balikkan. Tuduhan itu menghantam seperti palu godam. Semuanya dibalik? Kejahatan mereka kini dilemparkan pada Galang.

Di tengah situasi yang janggal, tiba-tiba mereka melepas Galang begitu saja. Hingga timbul banyak pertanyaan dalam benaknya: ini aneh, kenapa dia merasa firasatnya buruk dan tak senang saat dilepaskan?

Tak lama rasa penasaran Galang terjawab dengan sendirinya ketika suara yang familiar mendadak muncul. Suara yang terdengar pecah dan sendu.

"Ga-Galang?"

Mata Galang mendelik, tubuhnya membeku. Suara itu, tidak mungkin ibunya.

Perlahan Galang memutar kepalanya, menyibak siluet yang berbayang di ambang pintu.

Di sana berdiri tegak, Ibu dan ayahnya yang menatapnya rumit. Galang menyunggingkan senyum tipis, berupa kelegaan.

Tanpa Galang sangka, bahwa sebentar lagi semuanya akan berubah menghancurkan dirinya!

"Ayah, Ibu...," lirih Galang dengan suara yang nyaris seperti bisikan. Jarinya yang lecet terulur, berusaha menggapai—berharap kali ini mereka akan memihaknya.

Namun pandangan mereka justru teralihkan dari Galang, saat di antara tumpukan kardus lapuk itu Wina dan Agam mendapati sesosok tubuh yang terbujur kaku dengan kondisi menyedihkan.

"Felly...!" Jeritan Wina merobek keheningan, menyadari itu putrinya. Dia dan suaminya—Agam berlari pontang-panting ke sana.

Dunia mereka seakan runtuh, seketika menjatuhkan tubuhnya yang lemas ke bawah dengan perasaan hancur melihat kondisi Felly yang benar-benar mengenaskan.

Agam menepuk bahu Wina dengan mata berkaca-kaca. "Felly sudah meninggal, Bu."

"Tidak!" sangkal Wina menggelengkan kepalanya tak percaya. Kedua tangannya terulur menangkup pipi Felly, disertai kristal bening yang mengalir dari sudut mata tuanya. "Bangun sayang. Ini Ibu, Ayahmu juga ada. Kita akan ke rumah sakit segera. Ayo Agam!" desaknya.

Namun Agam hanya bergeming sambil mengelap wajahnya yang basah. Dia harus tegar demi istrinya.

Wajah cantik Felly dipenuhi luka lebam, darah mengering di sudut bibirnya dan di lehernya terdapat bekas jari seolah putri mereka habis dicekik.

Namun bukan itu saja fakta pahit yang mengguncang Agam yang geram memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah.

Ternyata Felly tak hanya ditelanjangi, Agam begitu syok melihat banyaknya cairan berwarna putih pekat menempel dari area pribadi hingga ke betis. Dadanya terbakar, karena dia yakin kalau itu adalah cairan milik lelaki.

"Bu, jangan seperti ini, Felly sungguh sudah meninggalkan kita berdua," tutur Agam berusaha menenangkan Wina, merangkul bahu istrinya walau dunianya runtuh melihat putrinya meninggal secara tak wajar.

Wina menggeleng keras, pelupuknya menggenang penuh. "Tidak mungkin! Felly hanya tidur, ayo bangunkan dia, Agam!" desaknya.

Namun Agam justru menarik tubuh Wina yang tubuhnya berguncang ke dalam pelukan. Membiarkan dia menumpahkan seluruh kesedihannya lewat air mata yang deras, tak rela jika putrinya tiada.

Melihat kedua orang tuanya berduka, Galang tak kalah hancur. Dia yang merasa para penjahat itu lengah, diam-diam mengambil kesempatan. Berusaha merangkak menuju ke arah Agam dan Wina.

"Ayah, Ibu," panggilnya dari jarak kurang dari lima jengkal.

Suara penuh siksaan itu memecah pelukan Agam dan Wina, memutar kepalanya cepat pada anak lelakinya.

Anehnya, bukan simpati atau tatapan hangat seperti biasa yang Galang dapatkan. Entah kenapa dia justru melihat sorot amarah yang berkobar di mata Agam dan Wina?

Tak ingin berprasangka buruk, Galang mencoba mengulangi panggilannya.

"Ibu... Ayah—"

"Jangan sebut kami sebagai orang tuamu, Galang!" sentak Agam penuh kemurkaan.

Galang yang berusaha mengangkat tubuhnya bangun, tersentak. Darahnya membeku, tak percaya jika ayahnya mengatakan itu. "Dengar dulu, Yah. A-aku bisa jelaskan kalau—"

"Kami bertiga saksinya, Bu, Pak!" sahut pria yang sejak tadi menyiksa Galang dengan keji, berniat memutar balikkan fakta.

Setelah Galang memergoki mereka mencekik leher Felly yang berusaha melawan, Galang hampir menelepon polisi untuk menangkapnya hingga kemurkaan mereka meledak.

"Lepaskan kakakku atau kalian akan merasakan akibatnya!" ancam Galang waktu itu. Dia bergegas mencari Felly usai telepon kakaknya yang minta tolong itu terputus, karena dia merasa curiga Felly dalam kondisi tak baik. Galang segera mencari Felly berdasarkan alat pelacak yang dipasangnya di hp sang kakak.

Mengikuti petunjuk itu, akhirnya Galang sampai di gedung tua tempat Felly diculik. Namun, kesalahannya dalam meracik rencana melumpuhkan mereka justru menghancurkan dirinya sendiri dan Felly.

Nyawa Felly habis di tangan mereka, bahkan Galang harus menyaksikan hal yang membuatnya trauma saat Felly diperkosa hingga nyawanya melayang.

"Ya, itu benar!" lantang rekan pria itu saat Wina dan Agam menatap mereka. "Kami lah yang hendak menolong anakmu itu, saat kami tak sengaja lewat jalan ini."

"Bermurah hatilah pada Bos kami, Pak Bobby, yang berniat menolong putri kalian! Kami datang di saat dia ..." Rekan Bobby menunjuk Galang dengan tajam. "Memerkosa putrimu itu."

DUARR!

Tubuh Agam dan Wina seakan tersambar petir malam itu, mendengar fakta yang sekalipun dalam angan tak pernah terbayangkan.

Galang mengelak itu dengan gelengan terus menerus. "Jangan percaya mereka, Bu. Mereka bohong! Aku tidak memperkosa Kak Felly dan justru aku yang ke sini menolongnya?" jelasnya dengan terbata-bata, berharap mereka percaya walau itu hanya sedikit.

Lanjut membaca
Lanjut membaca