Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Sistem Kontrakan Tiga Alam

Sistem Kontrakan Tiga Alam

lapet123 | Bersambung
Jumlah kata
56.6K
Popular
3.2K
Subscribe
270
Novel / Sistem Kontrakan Tiga Alam
Sistem Kontrakan Tiga Alam

Sistem Kontrakan Tiga Alam

lapet123| Bersambung
Jumlah Kata
56.6K
Popular
3.2K
Subscribe
270
Sinopsis
18+PerkotaanAksiSistemHaremSupernatural
Di usia 27 tahun, Azyan Mortalis pulang dari luar negeri karena mendapat kabar orang tuanya meninggal. Setelah pemakaman orang tuanya, ia mendapati warisan tak terduga. Kontrakan 300 pintu. Di sana ia bertemu janda cantik yang selalu berhutang budi, wanita pekerja kantoran yang mudah digoda, gadis SMA yang tak punya tempat pulang, bahkan hantu manis yang kerap menggoda. "Ding! Sistem Kontrakan Tiga Alam berhasil terikat! " "Silahkan tagih biaya bulanan pada semua penghuni kontrakan, tuan! "
Bab 1: Azyan Mortalis

Suara cekikikan bernada seram bergema dari sebuah rumah tua satu lantai yang tampak tak terurus dari luar.

Cat dindingnya mengelupas, jendela berdebu, dan halaman dipenuhi rerumputan liar yang bergoyang pelan diterpa angin malam.

Di depan pintu yang terbuka lebar, seorang pria dewasa berdiri kaku.

Rambut hitamnya sedikit berantakan, kulitnya bersih, tubuhnya tegap maskulin,namun saat ini, seluruh perhatiannya hanya tertuju pada sosok yang melayang di hadapannya.

Perempuan bergaun merah darah itu memiliki wajah pucat bagai mayat, bibirnya merekah membentuk senyum yang terlalu lebar untuk disebut wajar.

Setiap gerakannya menebarkan hawa dingin menusuk tulang, membuat bulu kuduk berdiri tanpa bisa dicegah.

"Hihihi!!!" suara cekikikannya kembali menggema, menyalak keheningan malam.

Alih-alih gentar, pria itu justru terbelalak dengan mata berapi-api.

Sudut bibirnya perlahan terangkat, menampilkan ekspresi yang lebih mirip rasa penasaran daripada ketakutan.

"Tak kusangka, ternyata benar-benar ada hantu di dunia ini!" seru pria itu, matanya berbinar penuh semangat.

Perempuan berpakaian merah itu senyumnya kian melebar, lalu tiba-tiba berubah menjadi jeritan panjang yang menusuk telinga.

"Ghaaa! "

Suaranya bergema menyeramkan, seolah hendak merobek gendang telinga siapa pun yang mendengar.

Angin dingin meledak dari tubuhnya, berputar liar bagaikan pusaran es.

Tubuh pria itu terhempas, terlempar masuk melewati ambang pintu rumah tua itu.

Punggungnya membentur pondasi teras rumah, membuat  bekas besar di sana.

Nyeri tajam menjalar dari tulang belakang hingga pinggangnya.

"Sial! Hantu ini benar-benar agresif!" ia mengumpat dengan wajah meringis, tangannya refleks menekan sisi pinggangnya yang perih.

Belum sempat ia bangkit, sebuah batu di sudut ruangan bergetar, lalu melayang begitu saja.

Dalam sekejap, batu itu meluncur deras menuju kepalanya.

Plak!

"Ah..., " pria mendongak dengan kesadaran mulai kabur.

Batu tersebut menghantam pelipisnya dengan keras.

Darah segar segera mengalir, menetes turun hingga mengenai liontin giok hijau yang tergantung di lehernya.

"Ding!"

Suara mekanis yang asing dan nyaring terdengar di dalam kepalanya. Namun pria itu tidak memperdulikannya.

Instingnya hanya berteriak satu hal.

Selamatkan diri!

Nafasnya terengah, tubuhnya gemetar di antara rasa sakit dan ketegangan.

Pandangannya mulai gelap saat dia berusaha lari keluar dari rumah menyeramkan itu.

" Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi?!" pikirnya getir.

Dan tepat pada saat itu, dunia seolah berhenti.

Beberapa jam sebelumnya...

Hujan mengguyur pemakaman umum di sebuah Kota Jarawa pada sore hari.

Seorang pria berjenggot tipis dan berpakaian hitam berdiri di depan dua kuburan yang baru saja dihiasi berbagai macam bunga.

"Ibu, ayah, semoga kalian tenang di alam sana, " kata pria itu dengan mata sedikit memerah.

Ia berbalik dan wajahnya yang dipenuhi kesedihan terlihat begitu jelas.

Namanya Azyan Mortalis, 27 tahun.

Dia pulang dari luar negeri karena mendapat kabar orang tuanya meninggal akibat kecelakaan kendaraan.

Sebuah mobil truk yang remnya rusak menghantam orang tua Adrian dari belakang setelah pulang dari selesai mengajar di sekolah.

Adrian sendiri tidak marah pada supir truk itu.

Dia juga tidak menuntutnya.

Menurutnya, ini takdir.

"Tuan Azyan, " seorang pria berjas hitam dan berdasi memanggil sambil memegang payung.

Dia berdiri di sebelah mobil hitam.

"Siapa kamu? " Azyan bertanya dengan nada tenang sambil mendekat, tapi jelas suasana hatinya buruk.

Pria berjas hitam itu mengenalkan dirinya, " Saya Kevin, Pengacara yang diutus bapak Mortalis sebelum beliau meninggal untuk menyampaikan warisan besar kepada Tuan Azyan. "

"Warisan besar? " Azyan mengerutkan kening.

Dia jelas terkejut mengetahui orang tuanya meninggalkan warisan.

Orang tuanya hanya seorang pegawai negeri sipil, dan kerap menerima uang bulanan darinya.

Saat ini, Azyan hanya mengetahui warisan yang ditinggalkan orang tuanya berupa rumah dan dua motor.

Jadi, warisan besar apa yang dimaksud?

.....

Malam hari.

Azyan melihat beberapa surat tergeletak di meja dengan ekspresi rumit.

Surat tanah dan bangunan, surat izin usaha, catatan keuangan, surat wasiat, dan berbagai macam surat lainnya.

"Kontrakan 300 pintu, jadi ini bisnis yang ayah selalu omong-omongkan? " Azyan menghela napas dengan senyum tipis.

Selama di luar negeri, ayah Azyan selalu membicarakan tentang bisnis dan bisnis, dan Azyan sendiri tidak diberitahu bisnis apa itu.

Ternyata selama ini, dari uang hasil bulanan yang dia kirim bertahun-tahun, ayah dan ibunya membangun banyak kontrakan sampai 300 pintu.

"Tapi meski begitu, " Azyan menyandarkan badannya ke sofa empuk, dan menatap langit-langit rumahnya sambil bergumam.

Bagi Azyan saat ini yang telah pensiun menjadi seorang arkeolog, dia tidak memiliki arah yang jelas tentang masa depannya.

Sebagai mantan arkeolog, dia sering mengunjungi banyak tempat kuno di banyak negara, bahkan pernah menemukan harta karun yang membuat dirinya mendapatkan penghargaan.

Azyan menyentuh lehernya, di mana sebuah kalung perak biasa dengan liontin bewarna putih di tengahnya terpasang, yaitu salah satu harta karun yang dia bisa bawa pulang.

"Sekarang jam— " Azyan menoleh ke dinding.

"Jam 8 , masih ada waktu, ada orang yang nunggak 3 bulan, coba tagih, " gumam Azyan berdiri dan meregangkan tubuhnya.

Mengambil jaket tebal dan mengenakannya, Azyanpun mengambil kunci motor, dan pergi.

Lima belas menit kemudian.

"Ada orangnya tinggal di kontrakan ini?!" Azyan terperanjat begitu menghentikan motornya.

Di hadapannya berdiri sebuah rumah satu lantai yang cukup besar, namun penampilannya benar-benar terbengkalai.

Pagar berkarat nyaris roboh, cat dinding terkelupas penuh noda kotor, dan di sisi tembok terdapat coretan kata-kata kasar yang merusak pemandangan.

Lebih aneh lagi, rumah ini terletak di ujung kompleks, terpisah jauh dari hunian lain, seolah sengaja diasingkan.

Azyan menghela napas, lalu melangkah menuju rumah tersebut.

Itu adalah salah satu kontrakan miliknya, dan menurut catatan ibunya, rumah ini baru saja disewa 3 bulan lalu.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi! Apakah ada orang?" panggilnya sambil mengetuk pintu beberapa kali.

Sunyi.

Tak ada jawaban.

Ia meraih kusen pintu dengan ragu, dan matanya sedikit melebar ketika mendapati pintu itu tidak terkunci.

"Catatan Ibu jelas bilang ada penyewa baru, apa mungkin Ibu salah tulis? Jika ada, ceroboh sekali pintunya tidak dikunci," gumamnya.

Tanpa pikir panjang, ia mendorong pintu hingga terbuka.

Sret..

Begitu celah terbuka, semburan angin dingin langsung menyapu wajahnya.

Kulitnya merinding, langkahnya otomatis terhenti.

Azyan mengerutkan kening, tatapannya berubah serius.

Ada sesuatu yang tidak wajar dengan rumah ini!

Sebagai mantan arkeolog yang sering mengunjungi situs-situs kuno, Azyan merasa familiar dengan suasana seperti ini.

Dia pun perlahan melangkah masuk.

Lantai kusam berdebu berderit setiap kali kakinya menapak.

Bau lembap menusuk hidung, seolah rumah ini sudah lama tidak dihuni. Namun, kenyataannya memang seperti itu.

"Kalau memang ada orang yang ngontrak di sini, kenapa rumahnya begini kotor?" ia bergumam, matanya menelusuri ruang tamu yang gelap.

"Halo! Apakah ada orang? Kalau ada, kamu udah 3 bulan nunggak, dan harus bayar sekarang! " Azyan berkata keras

Srett!

Tirai kusam di sudut ruangan bergerak sendiri, meski jendela tertutup rapat.

Azyan menoleh kaku.

Hembusan dingin kembali menyapu, lebih menusuk dari sebelumnya, membuat bulu kuduknya berdiri.

Azyan spontan mundur setengah langkah. Namun justru saat itu, matanya menangkap sesuatu.

Bayangan samar.

Seorang wanita bergaun merah, berdiri diam di ujung ruangan.

Wajahnya pucat seperti kertas, bibirnya melengkung dalam senyuman yang terlalu lebar untuk disebut wajar.

"Hihihihi..."

Suara cekikikan itu bergema, lirih namun menusuk telinga.

Azyan membeku, dan kesadarannya pulih seketika.

"Mas, mas, kamu gak pa-pa? "

Suara seorang wanita yang cemas tiba-tiba membangunkan Azyan yang hampir pingsan.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca