Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
TRICKSTER

TRICKSTER

Doni Revelton | Bersambung
Jumlah kata
40.6K
Popular
100
Subscribe
14
Novel / TRICKSTER
TRICKSTER

TRICKSTER

Doni Revelton| Bersambung
Jumlah Kata
40.6K
Popular
100
Subscribe
14
Sinopsis
PerkotaanAksiGangsterMafia
Di dunia yang dikendalikan oleh darah, kekuasaan, dan pengkhianatan, lima orang buangan memutuskan untuk menantang nasib. Mereka datang dari latar belakang berbeda — peretas, pembunuh bayaran, mata-mata, ahli bahan peledak, dan penipu ulung — namun disatukan oleh satu hal yang sama: rasa benci terhadap dunia yang menghancurkan mereka. Semuanya bermula di malam hujan di distrik kumuh Kota Naraka. Jelol “Ghost” Junior, pemuda dingin dengan masa lalu kelam, bertemu empat sosok lain yang kelak menjadi legenda: Kane “Reaper” Mura, Mila “Viper” Laurent, Dante “Ash” Navarro, dan Rico “Ace” Santoro. Dari pertemuan takdir itu, lahirlah organisasi kriminal paling misterius dan berbahaya yang pernah ada — TRICKSTER.
EPS 1. Pendiri Sekaligus Otak Trickster

Jelol "Ghost" Junior – otak strategi, dingin, mantan peretas genius.

Kane "Reaper" Mura – tangan kanan, pembunuh bayaran legendaris.

Mila "Viper" Laurent – ahli negosiasi dan infiltrasi, mantan mata-mata.

Dante "Ash" Navarro – teknisi senjata dan bahan peledak, brutal tapi setia.

Rico "Ace" Santoro – pembicara ulung, pemimpin publik TRIKSTER, wajah di depan layar.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hujan turun deras malam itu, mengguyur gang-gang sempit di distrik kumuh Kota Naraka — tempat di mana hukum hanyalah cerita lama, dan kehidupan ditukar dengan selembar uang receh.

Lampu neon dari bar murahan berkelip lemah, memantulkan cahaya ke genangan air bercampur darah. Bau alkohol, asap rokok, dan karat besi memenuhi udara. Di tengah gelap, seorang pemuda berjaket hitam berdiri bersandar pada dinding bata basah — Jelol Junior, pria berusia dua puluh tiga tahun, mata tajam seolah bisa menembus kebohongan dunia.

Tangannya menekan luka di perut bukan luka besar, tapi cukup dalam untuk membuatnya kehilangan banyak darah.

Darah menetes ke tanah, membentuk pola aneh di antara kilat yang sesekali menyambar langit.

“Masih bernapas?”

Suara berat datang dari belakangnya. Seorang pria bertubuh kekar, rambut cepak, mengenakan jaket kulit usang, menodongkan pistol ke arah gang. Dialah Kane “Reaper” Mura, pembunuh bayaran yang dikenal tidak pernah gagal. Tubuhnya penuh bekas luka. Wajahnya datar, tanpa ekspresi — seolah rasa takut sudah lama mati bersamanya.

“Masih,” jawab Jelol pelan. “Tapi kalau terus di sini, mungkin sebentar lagi enggak.”

Dari ujung gang muncul tiga pria berjas hitam — anak buah Serpent Clan, geng lokal paling kejam di wilayah timur.

Mereka tertawa, berjalan mendekat dengan senjata tajam di tangan.

“Dua orang melawan kami bertiga?” salah satu berkata, suaranya serak. “Kalian salah tempat, bocah.”

Kane tidak menjawab.

Satu tembakan — BLAM! — memecah suara hujan.

Pria di depan langsung tumbang dengan lubang di antara alisnya. Dua lainnya mundur, terkejut. Jelol menarik napas panjang, mengangkat pistol kecil dari saku jaketnya, lalu menembak dua kali.

DOR! DOR!

Peluru menembus dada mereka. Hening. Hujan terus jatuh.

“Kerjaan bersih,” gumam Kane.

Jelol menatap ketiga mayat itu. “Bukan kerjaan. Ini cuma… awal.”

Tiga jam sebelumnya, Jelol datang ke bar bernama Red Lotus, tempat para kriminal dan pelarian berkumpul. Ia sedang mencari seseorang — bukan sekadar sekutu, tapi orang-orang yang sevisi: yang benci dunia sekeras dirinya.

Di dalam bar, asap rokok menebal. Musik jazz jadul bergema pelan dari radio rusak.

Di sudut ruangan duduk seorang wanita berambut ungu, mengenakan jaket kulit dengan emblem ular perak di bahunya — Mila “Viper” Laurent. Matanya tajam, gerak tubuhnya elegan tapi penuh bahaya. Dulu dia mata-mata milik pemerintah Prancis, tapi dikhianati dan diburu setelah satu misi gagal.

“Jadi kau Jelol Junior,” katanya, tanpa menatap langsung. “Si anak ajaib yang katanya bisa menembus sistem keamanan militer hanya dengan laptop bekas?”

Jelol tersenyum samar. “Rumor suka berlebihan. Kadang aku hanya main-main dengan angka.”

“Dan kadang main-mainmu bikin orang mati,” jawab Mila sambil menyesap minumannya. “Kenapa aku harus percaya kamu?”

“Karena aku enggak butuh kamu untuk percaya. Aku butuh kamu untuk bertahan hidup.”

Kalimat itu membuat Mila menatapnya tajam.

Sesaat kemudian, pintu bar terbuka keras. Tiga pria Serpent Clan masuk, menatap sekitar dengan wajah marah. Salah satu dari mereka berteriak, “Di mana si bajingan bernama Jelol Junior?!”

Seketika bar hening. Semua mata mengarah ke Jelol.

Mila menarik pistol kecil dari balik paha. “Kau bawa masalah besar, bocah.”

Jelol tertawa kecil. “Masalah? Justru ini kesempatan.”

Pertarungan di bar berlangsung cepat dan brutal.

Kursi beterbangan, kaca pecah, darah muncrat. Jelol menembak satu pria di kaki, lalu menendangnya ke meja. Mila menyergap yang lain, menyayat lehernya dengan pisau lipat.

Ketika semuanya selesai, bar hancur berantakan.

Di tengah kekacauan itu, muncul seorang pria kurus tinggi dengan rambut putih diikat — Dante “Ash” Navarro, teknisi senjata dan ahli peledak.

“Serpent Clan lagi?” katanya santai. “Kalian baru saja menandatangani kontrak mati.”

Jelol menatapnya. “Kau siapa?”

“Orang yang bisa bikin satu blok ini meledak kalau mau,” jawab Dante sambil mengangkat pemicu kecil. “Tapi aku bosan kerja sendiri.”

Mila mendengus. “Hebat. Jadi kita punya hacker darah dingin, mata-mata beracun, dan maniak bahan peledak. Apa yang kurang?”

Suara dari belakang menjawab, “Otak, uang, dan arah.”

Pria yang bicara adalah Rico “Ace” Santoro, berjas putih dengan senyum licik. Ia mantan penipu ulung dari Italia, punya koneksi ke pasar gelap dan jaringan informasi dunia bawah.

“Dan aku,” lanjutnya, “punya semuanya.”

Mereka berlima akhirnya duduk bersama, untuk pertama kalinya, di meja bar yang separuh terbakar. Di luar, hujan turun tanpa henti.

Jelol menatap wajah mereka satu per satu.

Mereka semua punya luka: masa lalu yang tidak bisa diperbaiki. Dikhianati, dibuang, dianggap sampah dunia. Tapi di antara abu kebencian itu, ada bara kecil — keinginan untuk mengubah takdir dengan tangan sendiri.

“Aku ingin membentuk sesuatu,” kata Jelol perlahan. “Bukan sekadar geng, tapi sistem.

Bukan untuk membunuh demi uang, tapi untuk menunjukkan bahwa kita bisa menguasai dunia yang menginjak kita.”

Mila menyipitkan mata. “Dan kau pikir kita bisa menantang Serpent Clan, Red Fang, dan sindikat lainnya sendirian?”

“Kita tidak sendirian,” jawab Jelol. “Kita punya satu sama lain.

Dan satu hal yang mereka enggak punya — keberanian untuk tertawa di hadapan kematian.”

Rico tersenyum lebar. “Nama kelompoknya apa?”

Hening sebentar.

Jelol menatap refleksi dirinya di genangan air bercampur darah, lalu berkata:

“TRICKSTER.”

Nama itu lahir dari satu kejadian kecil seminggu kemudian.

Mereka menyusup ke gudang milik Serpent Clan dan mencuri seluruh stok senjata ilegal tanpa menimbulkan korban.

Namun, sebelum pergi, Jelol meninggalkan tanda di dinding: kartu joker yang dibakar di tengahnya.

Keesokan harinya, berita menyebar di dunia bawah:

“Gudang senjata Serpent hilang, penjaga tertidur, dan di lokasi hanya ditemukan kartu Joker terbakar.”

“Mereka menyebutnya… TRICKSTER.”

Sejak itu, nama mereka bergaung.

Organisasi kecil yang mempermainkan sindikat besar.

Tak ada yang tahu siapa mereka, dari mana asalnya, atau apa tujuan sesungguhnya.

Hanya rumor, bayangan, dan ketakutan.

Malam itu, di atap gedung tua di tengah hujan, kelima orang itu berdiri memandangi kota.

Lampu-lampu seperti bintang di bumi, tapi bagi mereka — itu hanya kilatan dari dunia yang busuk.

Mila menatap Jelol. “Kalau kita gagal, kita mati.”

Jelol tersenyum kecil. “Kalau kita berhasil… dunia akan berlutut.”

Mereka saling menatap, lalu mengangkat tangan kanan.

Satu geng. Satu sumpah. Satu nama.

“TRICKSTER.”

Dan di tengah kilatan petir, bayangan kelima orang itu menyatu dengan gelap malam — menjadi legenda baru dunia bawah yang tak akan pernah sama lagi.

Lanjut membaca
Lanjut membaca