

Negeri Seif berada di wilayah yang gersang. Menyimpan beragam keindahan. Bagi yang pertama kali melihatnya, tampak seperti fatamorgana, padahal semua itu benar adanya. Banyak bangunan yang menjulang tinggi dengan arsitektur yang indah nan megah, dihiasi pepohonan dan taman memberikan kesan segar dan damai.
Di tengah kota, berdiri sebuah patung manusia setinggi tujuh meter. Menjadi simbol kebanggaan negeri Seif dan jendela ilmu pengetahuan. Wajahnya dipahat dengan ekspresi semangat dan rasa tahu yang tinggi. Tangan kanan memegang sebuah buku warna putih dengan urat hitam dan tangan kirinya memegang lambang tak terhingga berwarna emas. Mengartikan ilmu pengetahuan yang tak terbatas.
Seorang pemuda bernama Dryas Agraha dilahirkan dan menghabiskan tujuh belas tahun untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang ada di negerinya. Dia memiliki anugerah daya ingat yang kuat. Setiap kata yang ia baca seolah tertulis dalam benaknya. Orang tuanya meninggal sejak ia berusia tiga tahun karena suatu penyakit. Kemudian diasuh oleh kakek neneknya. Beberapa bulan kemudian neneknya meninggal karena suatu penyakit yang sama. Saat itu negeri Seif belum menjadi pusat ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu pengobatan masih terbatas.
Raja memiliki tekad kuat untuk menjadikan Seif sebagai negeri yang makmur. Ia memerintahkan para prajutit dan ilmuwan untuk mengumpulkan berbagai pengetahuan di seluruh pelosok negeri. Namun, misi itu berhenti ketika para pengintai mendapatkan kabar tentang bangsa asing yang kuat, kejam dan berbahaya di suatu daerah. Tidak ingin mengambil resiko kehilangan para prajurit akhirnya Raja Seif menghentikan misi pengumpulan tersebut.
Dryas mengamati kakeknya sedang berlatih pedang dari balik jendela. Kakeknya menyadari kehadiran cucunya. "Kemarilah Nak, katakan apa yang ingin kau sampaikan, tidak perlu mengintip seperti itu." Ucap Badra dengan lantang, karena tempat berlatih yang luas sedangkan Dryas berada diluar ruangan. Badra menyarungkan pedangnya dan meletakkannya di samping.
Dalam hati ia bertanya 'bagaimana kakek bisa tahu aku sedang mengamatinya, padahal auraku sudah ku sembunyikan.' Dryas menghampiri Badra dengan penuh hormat lalu duduk bersama kakeknya. "Kakek, aku telah menghabiskan seluruh buku, aku ingin mengembara mencari pengetahuan di seluruh negeri," ucap Dryas memohon izin sambil mengerutkan kening.
"Kenapa keningmu berkerut begitu?" tanya Badra dengan pelan, menatap cucunya.
Dryas tersenyum kaku, "Itu... kenapa kakek masih bisa tahu aku sedang memperhatikan kakek tadi?" jawab Dryas dengan heran.
"Oh itu, nanti akan kakek jelaskan dan melatihmu. Soal kau ingin mengembara, kakek mendukungmu Nak." Menghela nafas panjang lalu melanjutkan ucapannya, "hakikat hidup ini memang sebuah pengembaraan, hmm... kakek tahu kelebihanmu dalam mengingat banyak hal dengan mudah adalah anugerah, tapi kelemahanmu adalah dalam memahami praktiknya", ucap Badra.
"Ingatlah selalu utamakan adab di manapun kau berada. Sebelum kau pergi kakek akan melatihmu, akselarasi badur selama tiga bulan".
"Baik Kek, terimakasih atas nasihatnya. Aku akan ingat selalu," ucap Dryas.
"Nak, kelak kau akan menemukan pendamping hidup, kau tidak perlu kembali hanya untuk meminta restu, kakek percaya kau tidak akan sembarangan memilih wanita", sambung kakek.
Sambil tertawa Dryas menjawab, "terimakasih atas kepercayaannya kek."
Tiga bulan setelah menyelesaikan latihan akselarasi. Dryas mulai mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Ia mengenakan pakaian baju berwarna abu, celana panjang hitam dan jubah bertudung dua sisi. Warna bagian luar coklat dan dalamnya hitam. Tas kulit coklat disimpan di punggung, berisi beberapa helai pakaian, peta, koin emas, dan beberapa benda yang dibutuhkan selama perjalanan.
Saat hendak pergi ia berhenti sejenak, menoleh ke belakang. Melambaikan tangan perpisahan. Kakeknya membalas lambaian itu. Tersirat kesedihan dalam sorot matanya. Mengingat tanah kelahiran, orang tuanya juga pengasuhan kakeknya. Dryas tahu tidak bisa hanya berdiam diri pada zona nyaman. Ada dunia di luar sana yang menanti untuk dikenali, dan mencari tujuan pasti.
Dalam dunia ini terdapat lima benua:
1. Benua Sahara; negeri Seif, Harar
2. Benua Froster; negeri Barid, Sarmad
3. Benua Guyum; negeri Mumtir
4. Benua Niwar; negeri Rahbi
5. Benua Horif; negeri Horif
***
Dryas melakukan perjalanan ke seluruh negeri selama sebelas tahun. Persinggahan terakhir menuju negeri besar di Benua Horif. Sepanjang perjalanan, Dryas berteman dengan bayangannya yang setia. Fokusnya hanya untuk mengumpulkan pengetahuan. Mengunjungi berbagai gudang pustaka, berbaur dengan masyarakat dan mempelajari etnologi mereka.
Selama sebulan, ia berlayar dari sebuah desa kecil di wilayah negeri Mumtir menuju Benua Horif.
Jumlah penumpang kapal saat itu dua puluh satu orang. Semua orang turun di pulau Sigar untuk berdagang. Hanya Dryas seorang yang melanjutkan perjalanan menuju benua Horif.
Dryas berdiri dipinggir kapal, memandangi lautan luas sambil menikmati terpaan angin laut.
"Kenapa kau ingin kesana nak muda?" tanya salah seorang awak kapal.
"Aku seorang pengembara paman, ingin tahu Benua Horif seperti apa, ini mungkin tempat pengembaraan terakhir," jawab Dryas dengan sopan.
"Hahaha, jiwa muda yang penuh semangat bertualang! Panggil saja aku Najed", ucap pria itu, tertawa sambil menepuk pundak Dryas.
"Baru kali ini aku bertemu seorang pemuda pengembara. Di tempat asalku pemuda tampan sepertimu, entah kaya atau tidak, menghabiskan waktu bersenang-senang mengandalkan pesonanya saja".
Dryas tersenyum sambil menunduk. "Namaku Dryas Agraha, Paman Najed apa paman tahu tentang benua Horif?" tanya Dryas.
"Tentu saja, akan aku ceritakan yang aku ketahui untuk mu", ucap Najed sambil menyalakan cerutu.
***
Dryas turun dari kapal membayar beberapa koin emas.
"Akhirnya sampai, rasanya mulai membosankan juga hanya mengobrol denganmu bayanganku teman setia dan abadi haha", monolog Dryas sambil memandangi pantai yang sepi.
Melanjutkan perjalanan menuju negeri Horif. Dryas memilih jalan melewati hutan Aras. Ada dua jalan untuk sampai ke negeri Horif. Jalan yang lebih mudah harus memutar dan memakan waktu sekitar dua hari. Jalan tercepat melewati hutan Aras namun beresiko dan penuh tantangan.
Informasi dari paman Najed, orang-orang yang melewati hutan ini jarang kembali dengan selamat. Kalaupun kembali, biasanya dalam kondisi cacat. Sumber daya yang berasal dari hutan Aras menjadi tidak berguna bagi badur yang kembali dengan kondisi tubuh terluka. Bagian terdalam hutan ini memiliki sumber daya yang bernilai tinggi, seperti makanan untuk penguatan tubuh, dan bahan penyembuhan.
Saat ini bulan musim gugur. Suasana tengah hari di hutan Aras terdalam lebih indah dengan rimbunnya dedaunan berwarna khas musim gugur. Bau harum bunga yang mekar, daun yang berguguran dan tanah yang lembab. Pemandangan dan bau-bau harum menciptakan suasana yang damai dan tenang. Meski demikian Dryas tetap waspada, menajamkan indera penglihatan, pendengaran, dan ingatannya.
Sesuatu yang indah seringkali menyimpan banyak misteri.
Mulai tampak pepohonan yang berbentuk aneh tidak biasa. Banyak sekali sumber buah segala kekuatan. Mirip pohon oak namun batangnya berduri dan sangat banyak. Seolah melindungi buah yang tumbuh di pohon tersebut.
Pohon maple, pohon apel yang ditemui hampir sama dengan pohon biasa. Sayangnya, banyak sekali rintangan yang tumbuh di pohon. Ada yang menjulang tinggi, memiliki sedikit dahan juga licin, duri beracun dan banyak duri yang sangat tajam.
Dryas mencoba menjatuhkan sebuah daun pada duri, daun tersebut langsung terbelah. Ada pula daun itu langsung menghitam gosong.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dryas mencoba memetik buah apel berwarna emas. Pohonnya sangat tinggi dengan batang yang sangat licin.
Seet seeet set...
Dryas mengambil beberapa ranting yang tergeletak, melemparnya ke atas dan melompatinya, menggunakannya sebagai pijakan untuk naik.
"Aku mendapatkannya!" Serunya dengan gembira.
Saat hendak memakan apel tersebut, tiba-tiba keluar banyak akar pohon dari dalam tanah mencoba melilit Dryas. Ia segera melompat untuk menghindar.
Teriak Dryas pada pepohonan meminta izin "maafkan aku pohon! Aku hanya ingin mencicipi apel ini, bolehkah?".
"Haha mana mungkin pohon menjawab ya?" gumam Dryas sambil tertawa kecil.
Tiba-tiba muncul berbagai macam bunga raksasa karnivora, yang di sebut bunga Venus. Daunnya memiliki duri yang banyak dan semua bunga memiliki mahkota bunga berwarna merah darah.
Bunga Venus bergerak dengan cepat akan memangsa Dryas. Bunga lainnya mengeluarkan getah yang lengket sebagai perangkap. Dryas berhasil menghindar dan menyerang bunga itu dengan batu kecil yang dilempar dengan kuat.
Gerakan bunga yang cepat dan menggeliat sulit diprediksi kemana arah serangannya, membuat lemparan Dryas selalu meleset. Namun, satu lemparan batu mengenai mahkota bunga Venus hingga berlubang. Seketika bunga itu menjadi layu. Ternyata itu adalah kelemahannya.