Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Rahasia Chip Peninggalan Ayahku

Rahasia Chip Peninggalan Ayahku

sangpenakluk | Bersambung
Jumlah kata
55.6K
Popular
419
Subscribe
102
Novel / Rahasia Chip Peninggalan Ayahku
Rahasia Chip Peninggalan Ayahku

Rahasia Chip Peninggalan Ayahku

sangpenakluk| Bersambung
Jumlah Kata
55.6K
Popular
419
Subscribe
102
Sinopsis
18+FantasiSci-FiTeknologiDunia Masa DepanZero To Hero
mengisahkan seorang pria bernama aryo yang terkenal berandalan dan diabaikan keluarganya , bahkan kekasihnya berkhianat kepada sepupunya karena ia tidak mewarisi harta apapun kecuali chip yang diamanahkan ayahnya yang sudah meninggal kepada pamannya yang jahat, pamannya yang tidak tahu apapun tentang teknologi menganggap jika chip itu hanya benda biasa, sampai akhirnya aryo tahu sedikit demi sedikit semua rahasia yang disimpan ayahnya melalui chip itu yang mengubah kehidupan aryo menjadi 180 derajat menjadi lelaki yang berkuasa dan terkesan kejam kepada orang yang sudah jahat kepadanya....
Bab 1 koordinat terakhir

​Bunyi pintu jati tebal itu dibanting dengan keras, seolah menghantam tepat di ulu hati Aryo Purnomo. Hujan sore itu turun deras, menyamarkan air mata yang membasahi pipinya, namun tidak bisa menyamarkan rasa perih di dadanya.

​Aryo tersungkur di aspal basah halaman depan. Rumah megah bergaya kolonial itu—rumah yang dibangun dari keringat mendiang ayahnya—kini tertutup baginya.

​"Pergi kau, benalu!"

​Suara pamannya, Hardi, menggelegar dari balik pagar. Pria paruh baya itu berdiri dengan wajah merah padam, matanya penuh keserakahan. Di sebelahnya berdiri Bayu, sepupu Aryo, dengan senyum miring yang mengejek. Dan yang membuat hati Aryo hancur berkeping-keping bukanlah hilangnya tempat tinggal, melainkan wanita yang berdiri sambil memeluk lengan Bayu dengan manja.

​Eva.

​"Maafkan aku, Aryo," ucap Eva, nadanya datar tanpa penyesalan. "Aku butuh masa depan yang pasti. Bayu... dia pemilik sah rumah ini sekarang setelah kakekmu tiada."

​"Itu rumah ayahku!" teriak Aryo, suaranya parau. "Ayahku membelinya sebelum dia meninggal! Kalian hanya menumpang!"

​"Sertifikat berkata lain, Anak Bodoh!" Hardi tertawa meremehkan. "Kakekmu sudah mengalihkannya padaku sebelum dia mati. Kau tidak punya apa-apa."

​Sebelum Aryo sempat membalas, Hardi melemparkan sebuah benda kecil ke arahnya. Benda itu menghantam dada Aryo dan jatuh ke genangan air. Sebuah kotak logam kecil yang sudah berkarat.

​"Ambil sampah peninggalan bapakmu itu! Hanya itu yang pantas untukmu. Jangan pernah tunjukkan wajahmu di sini lagi!"

​Hardi berbalik, merangkul Bayu dan Eva, lalu masuk ke dalam rumah yang hangat. Lampu-lampu menyala terang di dalam, kontras dengan kegelapan yang kini menyelimuti Aryo.

​Dengan tangan gemetar, Aryo memungut kotak kecil itu. Di dalamnya, terbaring sebuah microchip usang berwarna perak. Ia tidak tahu apa gunanya, tapi ini adalah satu-satunya peninggalan ayahnya yang tersisa. Ia menyimpannya ke dalam saku jaketnya yang basah.

​Aryo berjalan tanpa arah selama berjam-jam. Kakinya membawanya secara naluriah ke satu-satunya tempat di mana ia merasa diterima. Pemakaman umum di pinggir kota.

​Hujan mulai reda, menyisakan gerimis tipis. Aryo bersimpuh di depan sebuah nisan marmer hitam.

​Dr. Ir. Satria Purnomo

Wafat: 12-05-2004

​"Ayah..." bisik Aryo, menyentuh nama itu. "Mereka mengambil semuanya. Rumah Ayah, harta Ayah... bahkan Eva."

​Aryo menunduk, meratapi nasibnya. Namun, saat kilat menyambar di kejauhan, cahaya sekilas menerangi angka-angka di nisan ayahnya. Aryo mengerutkan kening. Ia baru menyadari sesuatu yang ganjil. Selama ini ia hanya melihatnya sebagai tanggal kematian. Tapi formatnya aneh.

​Tertulis di bawah nama:

Lahir: 1970 | Wafat: -6.9175, 107.6191

​Jantung Aryo berdegup kencang. Ia mengusap lumut tipis yang menutupi angka itu. Itu bukan tanggal. Itu bukan format waktu.

​"Ini... koordinat?" gumamnya.

​Ia tahu ayahnya adalah seorang ilmuwan jenius yang bekerja pada proyek-proyek rahasia pemerintah sebelum meninggal secara misterius. Apakah ini pesan terakhirnya?

​Dengan sisa baterai ponselnya yang menipis, Aryo mengetikkan angka-angka itu ke aplikasi peta. Titik itu mengarah ke sebuah kawasan hutan lindung di kaki gunung, sekitar sepuluh kilometer dari sini. Tempat yang terpencil.

​Tanpa pikir panjang, didorong oleh rasa penasaran dan keputusasaan karena tidak memiliki tempat tujuan, Aryo mulai berjalan.

​Langit sudah gelap gulita ketika Aryo tiba di titik koordinat tersebut. Di hadapannya berdiri sebuah bangunan tua yang tampak menyedihkan. Dinding luarnya dipenuhi tanaman rambat liar, catnya mengelupas, dan atapnya tampak seperti akan rubuh kapan saja.

​"Rumah hantu?" desis Aryo skeptis. "Ayah, apa maksud semua ini?"

​Namun, koordinat di ponselnya menunjukkan ia berada tepat di titik sasaran. Aryo melangkah mendekat, membelah semak belukar yang tinggi. Ia sampai di depan pintu kayu besar yang tampak lapuk dimakan rayap.

​Anehnya, tidak ada gagang pintu.

​Aryo meraba permukaan kayu yang kasar itu. Tiba-tiba, bagian tengah pintu itu menyala. Kayu lapuk itu hanyalah ilusi holografik atau lapisan kamuflase tingkat tinggi. Di balik ilusi kayu itu, terdapat panel kaca hitam yang elegan.

​Sebuah garis cahaya biru memindai wajah Aryo dari atas ke bawah.

​"Biometrik Terdeteksi. Subjek: Aryo Purnomo. DNA: 99.9% Cocok dengan Pencipta."

​Suara robotik halus terdengar entah dari mana.

​Aryo terperanjat, mundur selangkah. "Apa..."

​"Silakan letakkan telapak tangan kanan pada panel."

​Ragu-ragu, Aryo menempelkan telapak tangannya ke panel kaca tersebut.

​Bip.

​Pintu besar itu tidak berderit. Ia bergeser tanpa suara, terbuka dengan mekanisme hidrolik yang sangat halus.

​Pemandangan di depannya membuat Aryo menahan napas.

​Kontras dengan eksterior yang seperti rumah hantu, interior rumah itu tampak seperti potongan masa depan. Lantainya terbuat dari marmer putih yang memantulkan cahaya lampu LED biru lembut yang tertanam di dinding. Udaranya sejuk, berbau lavender dan ozon, sangat bersih dan steril. Tidak ada debu sedikit pun.

​"Selamat datang kembali, Tuan Muda Aryo."

​Suara itu lembut, merdu, dan penuh kehangatan.

​Aryo menoleh ke arah sumber suara. Di tengah ruangan luas itu, berdiri seorang wanita. Tidak, dia terlalu sempurna untuk disebut manusia.

​Kulitnya seputih porselen, matanya bersinar biru safir yang hidup, dan rambut peraknya jatuh lurus hingga punggung. Ia mengenakan pakaian pelayan bergaya maid modern dengan aksen futuristik yang elegan. Lekuk tubuhnya sempurna, wajahnya cantik luar biasa—kecantikan yang dirancang dengan presisi matematika.

​Wanita itu membungkuk hormat dengan anggun.

​"Si... siapa kau?" tanya Aryo terbata-bata.

​Wanita itu menegakkan tubuhnya dan tersenyum. Senyum yang menenangkan. "Saya adalah Unit A-01. Ayah Anda, Dr. Satria, memberi saya nama 'Alia'. Saya diciptakan khusus untuk melayani dan melindungi pewaris tunggalnya."

​Alia berjalan mendekat. Langkahnya tidak berbunyi. "Ayah Anda sudah memprediksi hari ini akan datang. Hari di mana Anda terusir dan menemukan jalan pulang yang sesungguhnya."

​Mata Aryo memanas. Jadi, ayahnya sudah tahu? Ayahnya sudah mempersiapkan tempat perlindungan ini sejak belasan tahun lalu?

​"Tuan Aryo, Anda tampak lelah dan basah kuyup," ucap Alia dengan nada prihatin. Ia menjentikkan jarinya, dan dinding di sebelah kanan terbuka, menampilkan lemari berisi pakaian-pakaian berkualitas tinggi yang tampak pas dengan ukuran tubuh Aryo.

​"Silakan masuk. Air hangat sudah saya siapkan, dan makan malam kesukaan Tuan—Nasi Goreng Kampung spesial—sedang dimasak."

​Alia meraih tangan Aryo dengan lembut. Kulitnya terasa hangat, menyerupai manusia sungguhan.

​"Di sini, Anda bukan orang buangan, Tuan Aryo," bisik Alia, menatap mata Aryo dalam-dalam. "Di sini, Anda adalah Raja. Dan saya ada untuk mematuhi setiap perintah Anda."

​Aryo menatap sekeliling ruangan canggih itu, lalu meraba saku jaketnya di mana chip pemberian pamannya tersimpan. Ia merasa roda nasibnya baru saja berputar 180 derajat.

​"Terima kasih, Alia," ucap Aryo pelan.

​"Dengan senang hati, Tuanku."

Lanjut membaca
Lanjut membaca